Hidup dalam Kasih

Translated by Stevy from English.

Series ID: 
204
/assets/foreign/livinginlove-in.zip

1. Bulan Madu Sudah Berakhir— Kisah Adam dan Hawa

Bulan madu merupakan waktu yang manis. Kata itu sendiri menggambarkan hal itu. Istilah itu menggambarkan keindahan saat-saat awal pernikahan yang paling manis dan memuaskan. Tapi itu tidak selalu begitu. Tuhan ingin agar pernikahan kita sejalan dengan waktu semakin baik. Setiap bulan seharusnya lebih manis dan memuaskan dari bulan sebelumnya. Sayangnya, sebagian pernikahan terjadi seperti ungkapan itu—bulan pertama merupakan yang terbaik, dan mulai dari situ semuannya menurun. Mungkin kita bisa membalikan trend itu dengan melihat kedalam Firman Tuhan.

Alkitab tidak secara spesifik mengatakan demikian, tapi saya punya perasaan kalau bulan madu Adam dan Hawa lebih dari sebulan.

Hanya Tuhan yang tahu berapa bulan atau tahun kenikmatan yang terdapat antara pasal 1 sampai 3. Tapi tidak ada hubungan manusia yang melebihi kebahagiaan dan sukacita hubungan mereka. Itu jelas, merupakan pernikahan yang sempurna.

Pertimbangkan sebentar. Jika setiap pernikahan dibuat disorga, seperti ini. Itu dengan sempurna direncanakan dan dengan sempurna dilaksanakan oleh Tuhan yang sempurna. Pertama dia membuat Adam (Gen. 2:7). Dibuat oleh Pencipta Agung, Adam jelas tidak memiliki kekurangan. Dan dia dibuat sesuai gambar dan rupa Allah (Gen. 1:27). Itu berarti dia memiliki kepribadian seperti Allah—kepintaran yang sempurna, emosi, dan kehendak. Dia memiliki pemikiran yang luar biasa, tidak terhalang oleh dosa. Dia memiliki emosi yang sempurna, termasuk kebaikan dan kasih yang seluruhnya tidak egois, kasih Tuhan sendiri. Dan dia memiliki kehendak yang sepenuhnya selaras dengan kehendak penciptanya. Para wanita, bukankah kalian ingin mendapatkan pria seperti ini? Secara fisik, mental, emosi, dan rohani sempurna!

Tapi mari saya ceritakan tentang Hawa. “Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.” (Gen. 2:21, 22). Adam tentu melihat Hawa dengan kekaguman dan penghargaan. Ini ciptaan Tuhan yang sempurna, keindahan yang luar biasa, kasih dan bentuk yang murni. Didandani melalui tangan Tuhan sendiri, Hawa pasti merupakan mahluk paling cantik yang pernah ada dibumi. Dan seperti Adam, dia dibuat dalam gambar dan rupa Tuhan. Pikirannya, emosi dan kehendak tidak terhalang dosa. Pria mana yang tidak mau wanita seperti itu?

Adam langsung mengenali kesamaan dengan dirinya. Dia berkata, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki” (Gen. 2:23). Tanpa pernyataan khusus dari Tuhan, Adam secara insting mengetahui Hawa dibuat untuknya; dia bagian dari dirinya; dia sepadan; dia merupakan pasangannya. Dia memanggil wanita itu, “manusia perempuan” Dia mendekat padanya dalam kasih. Dia mengakhiri kesepian Adam dan memenuhi hidup Adam dengan sukacita. Dia tepat seperti yang diinginkan Adam. Dan tidak ada yang lebih memuaskan Hawa daripada kepastian bahwa suaminya benar-benar membutuhkannya. Betapa luarbiasa kesukacitaan yang mereka dapat dalam pasangannya! Betapa mereka saling mengasihi!

Rumah mereka terletak di Eden, tempat yang sempurna (Gen. 2:8). Kata Eden berarti “menyenangkan” dan memang benar-benar menyenangkan. Diairi dengan baik dari keempat sungai, Eden merupakan surga yang menyenangkan, dibungkus dengan keindahan dan tumbuhan (Gen. 2:9, 10). Mereka membangun tanah itu, tapi saat itu mereka tidak punya tanaman berduri atau rumput liar untuk dibuang, pekerjaan mereka benar-benar menyenangkan. Saling membantu mereka hidup dan bekerja dalam harmoni, berbagi rasa saling ketergantungan, menikmati kebebasan persekutuan dan komunikasi, memiliki kasih sayang yang saling mengikat. Mereka tidak terpisahkan.

Oh, disana juga ada tingkatan otoritas dalam hubungan mereka. Adam dibentuk pertama, kemudian Hawa, seperti kata Paulus (1 Tim. 2:13). Dan Hawa dibuat untuk Adam, bukan Adam untuk Hawa, juga seperti kata Paulus (1 Cor. 11:9). Tapi Hawa merupakan penolong Adam (Gen. 2:18), dan untuk menjadi penolong yang efektif Hawa harus membagi hidup dengan dia. Hawa bersama dengan Adam saat Tuhan memberikan perintah untuk memenuhi bumi dan menguasainya, karena itu, dia berbagi tanggung jawab yang besar dengan suaminya (Gen. 1:28). Hawa melakukan apapun sebagai penolong. Dia membantu Adam, mendorong, menasihati, dan menginspirasikan dia, dan Hawa melakukannya dengan rasa tunduk pada suaminya. Adam tidak pernah marah atas pertolongan Hawa, juga nasihatnya. Karena untuk itulah Hawa diberikan Tuhan padanya. Juga Hawa tidak pernah merasa terhina karena kepemimpinannya. Prilaku Adam tidak pernah cacat karena superioritas atau eksploitasi. Kenapa bisa begitu? Karena kasihnya sempurna. Hawa merupakan seorang yang special bagi dia dan Adam memperlakukannya seperti itu.

Dia tidak pernah merasa cukup menyatakan rasa terima kasihnya pada Hawam dan dia tidak pernah berpikir mendapat balasan. Hawa jelas tidak marah dengan kepemimpinan seperti itu.

Firman Tuhan berkata, “Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu” (Gen. 2:25). Itu merupakan hubungan yang sempurna dan murni. Tidak ada dosa didalamnya. Tidak ada pertengkaran diantara mereka. Mereka ada dalam damai bersama Tuhan, damai dengan diri mereka, dan damai dengan pasangannya. Ini merupakan pernikahan yang sempurna. Ini surga. Betapa kita ingin berlangsung terus, agar kita bisa merasakan tingkatan pernikahan yang sama. Tapi sesuatu terjadi.

Alkitab membawa kita, pada hal kedua, jalan masuk kedosa. TIdak diragukan kalau yang mencobai Hawa adalah setan menggunakan bentuk ular (cf. Rev. 12:9). Pendekatan pertamanya adalah mempertanyakan Firman Tuhan, dia berkata, “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” (Gen. 3:1). Setelah mempertanyakan Firman Tuhan, dia menyangkalnya: “Sekali-kali kamu tidak akan mati!” katanya (Gen. 3:4). Akhirnya, dia membengkokan FirmanNya: “tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Gen. 3:5). Mereka pasti menjadi jahat, tapi mereka tidak bisa jadi Allah. Kenyataannya berbeda. Keserupaan dengan Tuhan yang mereka nikmati hancur. Metode setan tidak berubah sampai saat ini. Kita mengenalnya dengan baik—keraguan, pemutarbalikan, penyangkalan. Tapi kita juga jatuh didalamnya. Kita bisa seperti Hawa dalam kelemahannya. Kita tahu bagaimana menyerah pada cobaan.

Setan menggunakan pohon pengetahuan yang baik dan jahat untuk melakukan pekerjaan jahatnya. Tuhan menempatkan pohon itu sebagai symbol tunduknya Adam dan Hawa padaNya (Gen. 2:17), Tapi setan sering menggunakan hal baik untuk menggoda kita menjauh dari kehendak Tuhan. “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya” (Gen. 3:6). Apakah anda memperhatikan bahwa Hawa dicobai dalam 3 wilayah utama yang didaftar dalam 1 John 2:16? (1) Keinginan daging—“untuk makan.” (2) Keinginan mata—“kepuasan mata.” (3) Keangkuhan hidup—“sombong.” Ini juga wilayah utama yang setan gunakan untuk menjauhkan kita dari Tuhan dan sesama—keinginan untuk memuaskan kedagingan kita, keinginan mendapatkan materi, dan keinginan untuk membuat orang kagum dengan diri kita.

Daripada lari dari cobaan seperti yang dinasihatikan Alkitab kepada kita kemudian, Hawa bermain-main dengannya. Dia sudah memiliki semua yang ingin didapat manusia dalam hidup, tapi dia berdiri disana dan mengijinkan pikirannya merenungkan hal yang tidak boleh sampai itu merasukinya dan membawa bulan madunya menjadi hancur. Kejahatan seperti itulah yang sudah menghancurkan banyak bulan madu selanjutnya. Para suami sering menghabiskan uang untuk hal-hal sekunder seperti, mobil, hobi, pakaian. Para istri sering mendorong suami untuk menghasilkan lebih banyak uang agar mereka bisa mendapatkan hal yang lebih besar, baik, dan mahal. Dan kepemilikan materi dalam dunia ini menanamkan batas diantara mereka. Saat kita mengijinkan pikiran kita mengidolakan materi, Tuhan menyebutnya penyembahan berhala (Col. 3:5). Dan Dia memohon agar kita lari dari hal itu: “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, jauhilah penyembahan berhala!” (1 Cor. 10:14).

Hawa tidak lari. “Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya” (Gen. 3:6). Teksnya tidak jelas, tapi perkataan “dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia” menunjukan kalau Adam menyaksikannya. Kita tidak tahu kenapa Adam tidak menghentikan Hawa, atau kenapa dia tidak menolak mengikuti keberdosaan Hawa. Tapi kita tahu kalau dia sudah gagal terhadap Hawa dalam hal ini. Dia mengabaikan untuk memberikan kepemimpinan rohani yang Tuhan ingin dia sediakan, dan sebaliknya membiarkan Hawa memimpinnya kedalam dosa. Betapa besar pengaruh wanita atas pria! Hawa bisa menggunakannya untuk menantang Adam dalam hal pencapaian rohani, atau Hawa juga bisa menggunakannya untuk menyeret Adam kedalam rasa malu. Tuhan memberikan Hawa kepada Adam sebagai penolong, tapi ketamakan hatinya telah menghancurkan Adam.

Bersama-sama mereka menunggu kesenangan akan kedatangan hikmat ilahi yang dijanjikan setan. Sebaliknya, rasa bersalah dan malu luar biasa menyelimuti mereka. Roh merek mati saat itu juga (Gen. 2:17), dan tubuh fisik mereka memulai proses yang lambat laun membusukan karya Tuhan yang indah dan mengakhirinya dengan kematian fisik. Rasul Paulus bicara tentang ini, “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa” (Rom. 5:12). Itulah dosa. Menjanjikan banyak menghasilkan sedikit. Menjanjikan kebebasan, hikmat, dan kebahagiaan, tapi membawa perbudakan, bersalah, rasa malu, dan kematian.

Tiba-tiba ketelanjangan mereka menjadi symbol keberdosaan mereka (Gen. 3:7). Itu membuka diri mereka terhadap mata Tuhan. Mereka mencoba menutupi tubuh mereka dengan daun, tapi itu tidak cukup. Tuhan kemudian menunjukan bahwa satu-satunya cara menutupi dosa melalui darah yang tercurah (Gen. 3:21; Lev. 17:11; Heb. 9:22).

Itu akhirnya membawa kita kepada kematian. Dosa ditemani oleh akibat yang menghancurkan apakah kita ingin atau tidak. Adam menyalahkan hal ini pada Hawa dan Tuhan: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan” (Gen. 3:12). Hawa berkata ular yang memaksanya (Gen. 3:13). Dengan cara yang sama kita mencoba menyalahkan masalah pernikahan pada orang lain. “Jika dia berhenti mengeluh saya bisa …” “jika dia lebih pengertian saya bisa …” Tapi Tuhan melihat mereka berdua bertanggung jawab, seperti kita juga. Dan hal biasa menyalahkan yang lain. Tuhan ingin kita menghadapinya, bukan menghindarinya.

Akibatnya lebih dari yang bisa ditanggung Adam dan Hawa. Bagi Hawa, kesakitan melahirkan merupakan pengingat akan dosanya. Disamping itu, dia mengalami kerinduan pada suami yang sangat, keinginan untuk waktunya, perhatian, kasih sayang, dan kepastian. Kebutuhannya sangat besar sehingga suaminya yang juga berdosa jarang bisa memenuhinya.

Dan akhirnya, otoritas yang dimiliki Adam pada Hawa dari sejak penciptaan dikuatkan melalui aturan. “ia akan berkuasa atasmu” (Gen. 3:16). Ditangan manusia berdosa, aturan itu menjadi semakin keras atasnya—mengabaikan perasaan dan pendapatnya. Hawa jelas menderita atas dosanya sehingga Adam terbawa jauh darinya, lebih sedikit perhatian, dan disibukan dengan hal lain. Kepahitan, kekecewaan, dan pemberontakan mulai terbangun dalam jiwanya.

Bagi Adam, mengusahakan tanah menjadi tidak ada akhirnya, sulit. Kekhawatiran akan kemampuannya menyediakan kebutuhan keluarga menambah kejengkelan dan kurang simpatik pada kebutuhan istrinya. Sebagai hasilnya, konflik masuk kedalam keluarga. Dosa selalu membawa ketegangan, perselisihan dan konflik. Dan tidak ada yang lebih menyakitkan bagi Adam dan Hawa saat mereka berdiri disamping kuburan pertama dalam sejarah manusia. Anak mereka yang kedua meninggal karena pertengkaran diantara keluarga. Bulan madu sudah berakhir!

Ini mungkin cerita yang paling menyedihkan yang pernah diceritakan. Kepada setan Tuhan berkata, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Gen. 3:15). Tuhan berjanji keturunan wanita, anak yang dilahirkan, akan menghancurkan pekerjaan iblis, termasuk kehancuran yang dibuatnya pada keluarga. Inilah nubuat pertama tentang datangnya penebus. Dan sekarang Dia sudah datang! Dia telah mati bagi dosa manusia. DarahNya yang sempurna merupakan korban yang memuaskan untuk dosa manusia yang percaya padanya. Dia menawarkan pengampunan dengan gratis dan memulihkan kita denganNya. Dan Dia memberikan kita kekuatan dariNya untuk tidak hidup dalam dosa.

Dia juga bisa menolong kita mengatasi akibat dosa dalam hubungan pernikahan kita. Dia bisa memberikan pada suami kasih dan kebaikan yang sama seperti Adam pada Hawa sebelum berdosa. Dia bisa memberikan pada istri kemampuan menolong dan tunduk pada suami seperti Hawa pada Adam sebelum kejatuhan. Dengan kata lain, bulan madu bisa dimulai lagi. Tapi pertama, kita harus menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat dari dosa. Tidak ada harapan bagi hubungan pernikahan sampai keduanya memiliki kepastian pengampunan dan penerimaan oleh Tuhan. Kepastian itu hanya bisa dialami saat kita mengakui dosa kita dan percaya pada Kristus yang berkorban diKalvary untuk menyelamatkan dari hukuman kekal karena dosa kita.

Jika ada keraguan, putuskan sekarang. Dalam kesungguhan dan ketulusan, berdoa seperti ini: “Tuhan, saya mengakui dosa dihadapanmu. Aku percaya bahwa Yesus Kristus mati untuk menyelamatkanku dari dosa, hukuman dosa dan perbudakan dosa dalam hidupku. Saya percaya Dia sebagai Juruselamat dan menerimaNya kedalam hidupku. Terima kasih Tuhan Yesus, karena sudah datang dalam hidupku dan mengampuni dosaku.” Saat anda sudah mengambil keputusan itu, jalan sudah dibuka bagi Tuhan untuk memenuhi hatimu dengan kebaikan dan kasihNya, mengambil keegoisan dan kekerasan hatimu, dan memberikanmu perhatian yang mau berkorban bagi kebutuhan pasanganmu. Dan anda akan menikmati sedikit rasa surga.

Mari kita bicarakan

    1. Apakah masalah keselamatan kekal sudah pasti dalam pikiranmu? Jika belum, apa ada alasan yang menahan engkau sekarang ini?

    2. Apa yang ada dalam “bulan madu” pernikahan Adam dan Hawa bisa meningkatkan pernikahan anda?

    3. Dengan cara apa setan bisa menggunakan keinginan memenuhi kebutuhan daging untuk mempengaruhi hubungan antara suami dan istri masa kini? Bagaimana dengan keinginan materi? Keinginan untuk dihormati orang lain?

    4. Dengan cara apa seorang istri menantang suaminya untuk maksud yang lebih tinggi? Dengan cara apa istri bisa melemahkan dan menghancurkan suaminya?

    5. Apa yang bisa dilakukan suami dan istri untuk menjauhkan mereka dari saling menyalahkan?

    6. Apa yang bisa dilakukan suami untuk memenuhi kebutuhan istri yang sangat besar akan perhatian dan kasih sayang?

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

2. Baik, Tuhanku— Kisah Abraham dan Sarah

Tuhan berkata pada Hawa,” namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu” (Gen. 3:16). Itu merupakan bagian dari beban dosa yang ditanggung wanita, dan hubungan suami istri berikutnya dalam Alkitab menggambarkan tunduknya istri atas perintah suami. Sarah dua kali dipuji oleh penulis Alkitab, yang pertama karena imannya (Heb. 11:11) dan untuk ketaatannya pada suami (1 Pet. 3:5, 6). Rasul Paulus lebih jauh berkata dia “begitu taat pada Abraham, sehingga memanggilnya tuan.”

Kami tidak bermaksud meminta para istri memanggil suaminya “tuan”, apalagi dalam budaya kita, tapi ekspresi Sarah merupakan cara menunjukan sikap tunduk. Aneh kalau melihat 2 prinsip ini, iman dan taat, sebenarnya berjalan bersama. Ketaatan bagi para istri pada dasarnya iman yang Tuhan kerjakan melalui suaminya untuk mencapai apa yang terbaik bagi istri. Dan itulah kisah kehidupan Sarah dengan Abraham.

Melihat saat awal benih iman. Kisah dimulai dari kota Ur, kota metropolis dekat garis pantai teluk Persia. Setidaknya satu orang menolak dosa penyembahan berhala diUr, karena dia mengenal Tuhan yang benar dan hidup. Kenyataannya, Tuhan telah berbicara padanya: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Gen. 12:1-3). Bersenjata janji itu, Abraham mengambil resiko, dengan ayahnya Terah, sepupunya Lot, dan istrinya Sarah, memulai perjalanan panjang keutara disekitar daerah subur kekota Haran.

Pindahan tidaklah menyenangkan, terutama saat anda pindahan dengan unta atau keledai, dan juga saat anda tidak tahu kemana anda akan pergi! “Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui” (Heb. 11:8). Hal itu mungkin lebih berat bagi wanita daripada pria. Sarah tidak disebutkan dalam ayat itu, tapi imannya ada disitu, setiap titik setegar Abraham. Dia percaya Tuhan akan menopangnya melalui perjalanan ini dan menunjukan kepada suaminya tempat yang telah dipilihkan bagi mereka.

Sarah bukan yang wanita yang lemah, terlalu tergantung, dan berpikiran kosong. Orangtuanya memanggilnya Sarai, dan nama memiliki arti dalam dunia Alkitab. Namanya berarti “ratu.” Itu mungkin menggambarkan keindahannya, yang ditulis dua kali (Gen. 12:11, 14). Itu mungkin menggambarkan juga, pendidikannya yang tinggi, pembawaannya yang tenang, dan prilakunya yang anggun. Saat Tuhan mengganti namanya ke Sarah, artinya tidak berubah tapi lebih menambah arti keibuan. Dia dipanggil dalam konteks “ibu bangsa-bangsa” (Gen. 17:15-16).

Sarah seorang wanita yang pintar dan punya kemampuan. Tapi saat dia menikah dengan Abraham, dia membuat keputusan. Dia membangun tujuan hidupnya dalam tugasnya membantu suami memenuhi tujuan Tuhan dalam hidupnya. Itu bukan kelemahan. Itu merupakan kehendak Tuhan dalam hidup Sarah: ketaatan yang benar. Sebagian istri secara sistematik telah menyabotase rencana Tuhan bagi suami mereka karena mereka tidak ingin percaya Tuhan dan mempercayakan diri mereka pada hikmatNya. Mereka hanya tidak percaya Tuhan bekerja melalui suami mereka untuk mencapai apa yang terbaik baginya. Mereka merasa harus menolong Tuhan melalui dominasi mereka atas suami.

Kelihatan kalau ayah Abraham menolak untuk meneruskan perjalanan saat mereka mencapai Haran. Dia seorang penyembah berhala (Josh. 24:2), dan kota Haran pas baginya untuk menikmati sisa harinya. Dia menunda tujuan Tuhan bagi Abraham, tapi dia tidak bisa menghancurkan seluruhnya. Saat Terah meninggal, Abraham, berumur 75 tahun, pergi dari Haran ketanah yang Tuhan janjikan padanya (Gen. 12:4). Itu merupakan perpindahan kedua ketempat yang tidak dikenal, tapi dengan adanya Sarah disisinya, wanita yang tunduk dan beriman (Gen. 12:5). Hari-hari didepan akan menunjukan ketaatan dan imannya dengan sangat diuji.

Mari kita menyelidiki, kedua, pergumulan iman. Iman cepat bertumbuh dalam pergumulan. Orang yang berdoa pada Tuhan untuk melenyapkan masalahnya mungkin dipertanyakan kehidupan rohaninya. Kadang iman kita ditekan, tapi jika kita mengakui kegagalan dan menerima pengampunan Tuhan, kegagalan itu bisa menumbuhkan kerohanian kita. Abraham dan Sarah dipuji atas iman mereka dalam Alkitab, tapi kegagalan mereka juga ditulis sebagai nasihat dan penghiburan.

Serangan pertama datang saat mereka masuk Kanaan. Ada bencana didaerah itu dan Abraham memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sudah Tuhan janjikan padanya dan pergi ke Mesir (Gen. 12:10). Mungkin dia sudah berkonsultasi dengan Sarah, dan dia sudah menunjukan kebodohan keputusannya, tapi seperti kebanyakan pria, dia tetap menjalankan rencananya tanpa mempertimbangkan kesulitan yang didatangkan bagi sang istri. Terlalu banyak pria yang menolak meminta nasihat istri. Mereka pikir kepemimpinan memberikan mereka hak khusus melakukan apapun yang mereka mau tanpa membicarakannya dengan istri dan kemudian menyetujuinya bersama. Mereka takut istri bisa menemukan cela dalam pemikiran mereka atau membuka keegoisan pikiran pendek mereka. Jadi mereka terus menjalan kan rencana mereka dan seluruh keluarga menderita karena itu.

Saat mereka didekat Mesir, Abraham berkata pada istrinya, “Memang aku tahu, bahwa engkau adalah seorang perempuan yang cantik parasnya. Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau hidup. Katakanlah, bahwa engkau adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup oleh sebab engkau” (Gen. 12:11-13). Itu merupakan pujian bagi keindahan Sarah diusia 65 tahun tetap menarik sehingga Abraham berpikir orang Mesir bisa mencoba membunuhnya karena Sarah. Dan keindahannya tidak hanya dimata Abraham. “Sesudah Abram masuk ke Mesir, orang Mesir itu melihat, bahwa perempuan itu sangat cantik, dan ketika punggawa-punggawa Firaun melihat Sarai, mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, sehingga perempuan itu dibawa ke istananya” (Gen. 12:14, 15). Walau Abraham berpikir orang Mesir bisa membunuhnya untuk mendapatkan istrinya, dia yakin mereka akan memperlakukannya dengan terhormat jika mereka berpikir kalau dia adiknya. Dan itu benar. Mereka memberikannya banyak binatang dan pelayan untuk itu (Gen. 12:16). Memang, Sarah adalah saudara Abraham, saudara tiri (Gen. 20:12). Pernikahan seperti itu tidak lazim dimasa itu. Tapi yang mereka katakan pada firaun hanya setengah kebenaran, dan setengah kebenaran lagi kebohongan pada Tuhan. Dia tidak menghargai dosa.

Kenapa Sarah mau mengikuti rencana ini? Bukankah dalam hal ini ketaatan pada Tuhan melebihi ketaatan pada suami? Saya juga setuju. Seorang istri tidak bertanggung jawab taat pada suami saat ketaatan yang diminta berlawanan dengan kehendak Tuhan (cf. Acts 5:29). Sarah bisa saja menolak. Tapi itu menunjukan kedalaman iman dan ketaatannya yang sebenarnya. Sarah percaya janji Tuhan kalau Abraham akan menjadi bapa suatu bangsa yang besar. Karena disana belum ada anak, dia bisa dibelanjakan, tapi Abraham harus hidup dan memiliki anak walau itu dari wanita lain.

Dia juga percaya bahwa Tuhan akan campur tangan dan menyelamatkan dia sebelum tindakan tidak bermoral terjadi. Itu bisa terjadi melihat besarnya piaraan Firaun. Dia juga percaya Tuhan akan mempertemukannya kembali dengan suaminya dan menyelamatkan mereka dari kuasa Firaun. Dan karena dia percaya, dia tunduk. Tuhan bisa melindungi mereka dari keegoisan rencana Abraham, tapi iman Sarah pada Tuhan dan ketaatan pada suaminya tetap dengan indah digambarkan dalam cerita PL. Ujian sebenarnya dari ketaatan istri saat dia tahu suaminya membuat kesalahan.

Sulit dibayangkan seorang manusia melakukan hal rendah seperti yang dilakukan Abraham (Gen. 12:18-20). Dia gagal terhadap Sarah, menyedihkan, tapi Tuhan setia padanya. Dia menghargai imannya dan menyelamatkannya. Dia tidak pernah mengabaikan mereka yang percaya padaNya. Anda mungkin berpikir kalau pelajaran dari Tuhan ini akan mendalam dirasa dalam jiwa Abraham setelah ini sehingga dia tidak akan menjual istrinya untuk melindungi dirinya. Tapi dia melakukannya lagi. Sekitar 20 tahun kemudian dia melakukan hal yang persis sama dengan Abimelech, raja Gerar (Gen. 20:1-8). Ini menunjukan betapa lemah dan kurang imannya. Mungkin ada beberapa dosa yang kita pikir tidak akan melakukannya lagi, tapi kita harus hati-hati, karena itulah cara iblis menyerang kita. Suatu hal yang mencengangkan kalau Sarah tetap tunduk ketika hal ini terjadi, dan Tuhan kembali menyelamatkannya, bukti lain dari iman dan kesetiaan Tuhan.

Salah satu penekanan akan imannya dinyatakan dalam pernyataan: “Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak” (Gen. 16:1). Tuhan kemudian mengubah nama Abram ke Abraham, dari “bapa yang ditinggikan” menjadi “bapa orang banyak”. Bagaimana dia bisa menjadi bapa orang banyak tanpa anak? Sekarang Sarahlah yang menjalankan rencananya. Dia menawarkan budak mesirnya, Hagar, sehingga Abraham bisa mendapat anak melaluinya. Kita harus mengakui kalau usulannya menunjukan kepercayaannya kalau Tuhan akan setia pada perkataanNya memberikan Abraham seorang anak. Itu jelas dimotivasi oleh kasihnya pada Abraham dan keinginannya mendapat anak. Dan membagikan suami dengan wanita lain merupakan pengorbanan besar baginya. Tapi itu bukan cara Tuhan. Itu merupakan salah satu solusi kedagingan. Dan cara Tuhan selalu yang terbaik bahkan saat Dia menahan apa yang menurut kita, kita butuhkan saat itu.

Sangat sering tindakan kita menunda hal itu dan menjalankan menurut cara kita, akhirnya mengakibatkan kesulitan besar. Jika kita belajar untuk tetap mempercayai Dia saat situasi kita terlihat tidak cerah, kita menyelamatkan diri dari kecelakaan.

Dorongan dosa ini berdampak pada hubungan antara Abraham dan Sarah. Hagar hamil dan menjadi sombong dan tidak bisa diatur. Sarah menyalahkan Abraham karena hal itu yang sebenarnya idenya sendiri. Kemudian dia memperlakukan Hagar dengan kasar, dan hal itu menunjukan kepahitan dan kekecewaan jiwanya. Sementara itu, Abraham mengelak dari tugas. Dia sejak awal seharusnya berkata “tidak” pada rencana berdosa Sarah. Tapi sekarang dia berkata supaya Sarah menangani masalahnya sendiri, melakukan apapun yang Sarah mau, agar berhenti mengganggunya tentang hal ini (Gen. 16:6).

Itu sangat sulit bagi istri untuk tunduk pada ubur-ubur, seorang pria yang menolak bertanggung jawab, mengabaikan pengambilan keputusan, dan menghindar dari tanggung jawab. Tidak ada yang bisa ditaati, tidak ada kepemimpinan yang bisa diikuti. Seorang istri tidak bisa menolong suaminya memenuhi tujuan Tuhan bagi hidupnya saat istri tidak tahu apa tujuannya.

Bahkan manusia yang hebat dalam iman memiliki saat kegagalan. Dan tidak ada yang lebih buruk dari saat Abraham dan Sarah menertawakan Tuhan. Mereka berdua melakukannya. Tuhan mengatakan pada Abraham kalau Sarah akan menjadi ibu dari bangsa-bangsa. Raja akan muncul dari dia. Abraham tertunduk dan tertawa, serta berkata, “Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?” (Gen. 17:17). Abraham mencoba membujuk Tuhan menerima Ismael sebagai ahli waris, tapi Tuhan berkata, “Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya” (Gen. 17:19).

Berikutnya giliran Sarah. Tuhan menampakan diri pada Abraham sebagai tamu ditendanya, dan Sarah mendengar dia berkata, “Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki” (Gen. 18:10). Dia menguping dipintu tenda dan tertawa, berkata, “Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?” (Gen. 18:12). Tidak disengaja, inilah bagaimana Petrus bisa mengetahui dia memanggilnya “tuan”. Ketaatan ada, tapi imannya goyang. Pergumulan iman nyata dan kita semua mengalaminya. Panah keraguan dari setan sering mengenai kita, dan kita sering meragukan kalau Tuhan bisa menyelesaikan masalah kita.

Tapi terima kasih untuk akhir yang merupakan kemenangan iman. Saya percaya titik balik pergumulan iman mereka muncul selama pertemuan dengan Tuhan. “Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Abraham: Mengapakah Sara tertawa?”. “Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN?” (Gen. 18:13, 14). Tantangan itu menusuk hati mereka yang ragu, dan iman dibaharui, kuat dan kokoh. Ada kemunduran saat di Gerar (Gen. 20:1-8). Tapi pada dasarnya semuanya berbeda sejak saat itu.

Tentang Abraham, rasul Paulus menulis, “Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan” (Rom. 4:19-21).

Tentang Sarah, penulis Ibrani menyatakan, “Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia” (Heb. 11:11). Iman mereka dihargai; Sarah mendapat anak dan menamainya Ishak, berarti “tertawa.” Dan Sarah mengatakan kenapa mereka menamakannya seperti itu: “Allah telah membuat aku tertawa; setiap orang yang mendengarnya akan tertawa karena aku” (Gen. 21:6). Tertawa keraguannya menjadi tawa kemenangan, dan kita bisa membagi sukacita dengannya.

Tetap ada masalah dimasa depan bagi Abraham dan Sarah. Kehidupan iman tidak pernah bebas dari hambatan. Hagar dan Ismael tetap mempermainkan Ishak. Dan Sarah sangat marah karena itu. Saat dia melihat Ismael mempermainkan sikecil Ishak, dia kehilangan kendali. Dia menyerbu Abraham dan dengan marah menuntut, “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak” (Gen. 21:10). Apakah ini wanita yang sama, yang ditinggikan di PB karena ketaatannya? Ya. Ketaatan yang sehat tidak menghalangi pernyataan pendapat. Itu biasanya ketaatan yang sakit, yang umumnya dimotivasi oleh harga diri yang rendah (“pendapatku tidak berarti apa-apa”), oleh ketakutan akan keadaan yang tidak menyenangkan (“saya ingin kedamaian berapapun harganya”), atau oleh pengabaian tanggung jawab (“biarlah orang lain yang membuat keputusan; saya tidak ingin disalahkan”).

Sarah setidaknya mengatakan pikirannya. Dan, dia benar! Mengacaukan tidak benar. Tapi Ismael tidak akan menjadi pewaris bersama Ishak, dan Tuhan ingin dia pergi dari rumah.Tuhan berkata pada Abraham untuk mendengar Sarah (Gen. 21:12). Bayangkan itu—walau Sarah emosi, Tuhan ingin Abraham mendengar nasihatnya. Dia sering menggunakan istri untuk mengkoreksi suaminya, menasihatinya, mendewasakannya, menolong mengatasi masalah mereka dan memberikan mereka pengertian. Itulah gunanya penolong.

Sebagian suami sering tidak menganggap istrinya, pemikiannya dirasa menggelikan dan pendapatnya tidak bernilai. Suami yang melakukannya sangat mengabaikan istri. Dia kehilangan hal terbaik Tuhan baginya. Jika istri mengatakan pada suami, ada masalah dalam pernikahan mereka, Tuhan ingin dia mendengarnya—dengarkan penilaian situasinya, dengarkan perubahan yang istri pikir bisa dibuat, dengarkan saat dia mencoba membagikan perasaan dan kebutuhannya—kemudian lakukan sesuati yang membangun dari hal itu. Salah satu masalah dalam pernikahan Kristen masa kini adalah para suami terlalu sombong untuk mengakui ada yang salah dan terlalu keras kepal untuk melakukan sesuatu tentang hal itu. Tuhan mungkin ingin meneranginya melalui istri mereka.

Budak wanita dan anaknya akhirnya pergi. Ismael sudah cukup tua untuk menyediakan kebutuhan bagi ibunya, dan Tuhan memberikan dia keahlian memanah (Gen. 21:20). Dan dengan perpindahannya, ketiga anggota keluarga ini menikmati waktu persekutuan yang indah. Tapi pencobaan yang paling berat belum datang. “Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham” (Gen. 22:1). Itu merupakan ujian yang sangat tidak lazim. Tuhan berkata, “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu” (Gen. 22:2). Nama Sarah tidak muncul dalam pasal ini dan kita jarang menyebut dan membahasnya. Tapi dia pasti tahu apa yang terjadi. Dia mungkin menolong mempersiapkan perjalanan itu. Dia melihat kayu, api dan pisau; dia melihat Ishak, dan dia melihat Abraham, kerutan penderitaan batin terpancar didahi. Tapi dia tidak melihat hewan korban. Alkitab berkata bahwa Abraham percaya kalau Tuhan bisa membangkitkan Ishak dari kematian (Heb. 11:19). Sarah pasti percaya itu juga.

Dia menyaksikan mereka menghilang dari pandangan, dan walau hati keibuannya hancur, dia tidak protes. Itu mungkin penunjukan imannya pada Tuhan dan ketaatan pada kehendak suami yang terbesar. “Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya, sama seperti Sara taat kepada Abraham dan menamai dia tuannya. Dan kamu adalah anak-anaknya, jika kamu berbuat baik dan tidak takut akan ancaman” (1 Pet. 3:5, 6). Seorang istri Kristen tidak perlu takut untuk taat saat harapannya ada dalam Tuhan. Dia pasti setia pada perkataanNya dan menggunakan ketaatannya untuk mencapai apa yang terbaik baginya.

Sarah merupakan salah satu wanita yang dibicarakan Raja Lemuel, yang berlaku baik pada suaminya dan tidak jahat pada masa hidupnya (Prov. 31:12). Seorang wanita hanya bisa jadi istri seperti itu saat dia percaya bahwa tidak ada yang sulit bagi Allah, dan saat dia percaya Tuhan bisa menggunakan bahkan keselahan suaminya untuk membawa kemuliaan bagi DiriNya dan berkata bagi hidup mereka. Dan seorang pria bisa mendapat ketaatan istri seperti itu saat dia belajar mengikuti arahan Tuhan daripada mengejar tujuannya yang egois, Dia tahu kalau mereka tidak punya kemampuan untuk menjamin kedudukan kepemimpinannya. Itu hanya diberikan Tuhan. Jadi dia menerima kepercayaan itu dan melakukannya dalam ketaatan penuh pada Tuhan dan dengan tidak egois mempertimbangkan istrinya dan apa yang terbaik bagi istrinya.

Mari kita bicarakan

    1. Bagi suami: apa tujuanmu dalam hidup? Apakah anda sudah mengkomunikasikan hal ini dengan istri anda? Untuk istri: dengan cara apa anda bisa menolong suami anda memenuhi kehendak Tuhan bagi hidupnya?

    2. Kenapa suami harus mencari nasihat istri dalam keputusan yang mempengaruhinya?

    3. Dalam situasi seperti apa istri paling sulit untuk tunduk?

    4. Bagaimana Tuhan mengharapkan istri bereaksi saat dia merasa suaminya diluar kehendak Tuhan?

    5. Untuk istri: apakah ada wilayah dimana ketaatanmu dimotivasi oleh harga diri rendah, takut akan situasi yang tidak enak, atau menghindari tanggung jawab? Apa yang seharunya jadi dasar ketaatan yang sehat?

    6. Bagaimana cara suami menggunakan peran pemimpin dalam memaksakan jalannya? Apa yang mereka bisa lakukan untuk menghindari hal itu?

    7. Karena Tuhan menentukan suami dalam peran pemimpin, apa tanggung jawabnya pada istri?

    8. Untuk istri: Bagaimana Tuhan ingin anda mengungkapkan pendapat dan keinginan pada suami? Untuk suami: Bagaimana Tuhan harapkan anda bereaksi saat istri mencoba berkomunikasi?

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

3. Nyatakanlah padaku— Kisah Ishak dan Rebekah

Tuhan menjanjikan Abraham kalau dia akan menjadi bapa dari bangsa yang besar. Untuk bisa mewujudkan hal itu dia harus memiliki seorang anak, dan kita sudah melihat pergumulan iman yang akhirnya memberikan mereka anak. Kelahirannya merupakan hal yang indah dalam perjalanan mereka dengan Tuhan. Ishak merupakan kegembiraan besar dalam keluarga mereka! Dan dia anak yang baik—taat, melakukan tugasnya, dan tunduk pada orangtuanya. Ketaatan merupakan satu-satunya penjelasan kenapa Abraham bisa mengikat anak muda itu dan membaringkannya di mezbah pengorbanan. Tuhan menggantikan domba jantan atas ketaatan itu; Ishak diselamatkan dan mereka bertiga bisa bersukacita berkumpul lagi sebagai keluarga.

Ada banyak petunjuk yang memperlihatkan kalau mereka merupakan keluarga yang dekat. Mereka saling mengasihi. Ishak menangis selama 3 tahun atas kematian ibunya, menunjukan kasih yang mereka rasakan (Gen. 24:67).

Dengan perginya Ismael, Ishak merupakan satu-satunya anak dikeluarga dan orangtua disekelilingnya. Dia tidak pernah ingin apapun. Abraham telah menjadi sangat kaya saat itu, dan tulisan mencatat kalau dia memberikannya pada Ishak (Gen. 24:35, 36). Mungkin itu menunjukan kasih dan terlalu memanjakan dalam hubungan mereka.

Diragukan kalau Abraham dan Sarah menyadari kalau mereka bisa mempengaruhi pribadi Ishak dan membuatnya memiliki pernikahan materialis karena cara mereka membesarkannya. Kenyataannya, mereka tidak pernah berpikir tentang penikahan. Mereka menikmatinya sehingga lupa kalau dia memerlukan seorang istri jika mereka ingin menjadi bapa dan ibu dari bangsa besar. Tapi setelah Sarah meninggal, Abraham menyadari kalau dia harus berinisiatif dan merencanakan pasangan bagi anaknya. Ini bukanlah cara anak kita mendapatkan pasangan mereka, tapi pada masa dan budaya masa itu, merupakan cerita cinta yang indah.

Bagi Isaac dan Rebekah, itu merupakan awal yang baik. Abraham sudah tua saat cerita ini dimulai. Dia memanggil pelayan tertuannya, pengurus seluruh rumah tangganya, dan berkata, “engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang isteri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam. Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku untuk mengambil seorang isteri bagi Ishak, anakku” (Gen. 24:3, 4). Orang Kanaan merupakan ras yang kejam, dikutuk oleh Tuhan dan akan dihancurkan. Tuhan tidak senang Ishak menikahi mereka. Walau keluarga Abraham di utara Mesopotamia juga memuja berhala, setidaknya mereka adalah orang yang bermoral dan tahu tentang Tuhan dan menghormatiNya. Dan mereka keturunan Sem yang diberkati Tuhan.

Inilah satu-satunya tempat yang masuk akal untuk menemukan istri bagi Ishak. Walau kita tidak memilihkan pasangan bagi mereka, kita harus mengajar mereka sejak awal hidup tentang pentingnya menikah dengan orang percaya (cf. 1 Cor. 7:39; 2 Cor. 6:14). Itu akan menolong mereka menemukan pilihan Tuhan jika saatnya sudah tiba untuk membuat keputusan penting itu.

Jadi pelayan tua itu memulai perjalanan ke Haran, dimana saudara Abraham tetap tinggal setelah Abraham pindah keKanaan 60 tahun lalu. Abraham meyakinkan pelayannya bahwa malaikat Tuhan akan pergi bersamanya. Dengan bimbingan ilahi, dia berhenti didekat sumur dikota Nahor, yang dinamakan dengan nama saudara Abraham. Dan dia berdoa agar Tuhan membawa gadis yang tepat dan kemudian memberikan air bagi untanya. Itu merupakan permintaan yang spesifik untuk menentukan pasangan bagi Ishak. Dan itu merupakan pelajaran bagi kita. Cara terbaik bagi anak kita untuk menemukan pasangan pilihan Tuhan adalah dengan mendoakannya. Mereka bisa mulai dari kecil untuk mendoakan tentang seseorang yang Tuhan persiapkan bagi mereka. Berdoa sejak tahun-tahun itu akan menolong mereka menjaga pikiran mereka tentang satu hal yang terpenting dalam pilihan mereka—kehendak Tuhan.

Sebelum pelayan mengatakan “Amen,” Tuhan sudah menjawab hal itu. Rebekah, merupakan cucu saudara Abraham, keluar dengan buyung dipundaknya. Alkitab berkata dia sangat cantik, dan seorang gadis. Saat dia keluar dari sumur dengan buyung yang terisi air, pelayan itu berlari menemuinya, dan berkata, “Tolong beri aku minum air sedikit dari buyungmu itu.” Jawabnya: Minumlah, tuan, maka segeralah diturunkannya buyungnya itu ke tangannya, serta diberinya dia minum. Setelah ia selesai memberi hamba itu minum, berkatalah ia: Baiklah untuk unta-untamu juga kutimba air, sampai semuanya puas minum.” Kemudian segeralah dituangnya air yang di buyungnya itu ke dalam palungan, lalu berlarilah ia sekali lagi ke sumur untuk menimba air dan ditimbanyalah untuk semua unta orang itu. (Gen. 24:15-20).

Dia seorang gadis yang baik—cantik, bersemangat, ramah, mudah bergaul, tidak egois, dan enerjik. Dan saat pelayan itu tahu bahwa dia cucu saudara Abraham, dia sujut menyembah dan memuji Tuhan: “Terpujilah TUHAN, Allah tuanku Abraham, yang tidak menarik kembali kasih-Nya dan setia-Nya dari tuanku itu; dan TUHAN telah menuntun aku di jalan ke rumah saudara-saudara tuanku ini!” (Gen. 24:27).

Menjadi jelas bahwa dalam kisah ini Tuhanlah yang menentukan pasangan dalam pernikahan. Saat pelayan menyatakan kalau adanya hubungan keluarga Rebeka dengan tuannya merupakan petunjuk dari Tuhan, saudara laki-laki dan bapaknya setuju. “Semuanya ini datangnya dari TUHAN,” kata mereka (Gen. 24:50). Apapun masalah pernikahan yang dihadapi, itu bisa diselesaikan jika suami dan istri yakin kalau Tuhan telah menyatukan mereka. Kesulitan bisa diatasi dengan itu, dan harus jika Tuhan yang dipermuliakan. Tapi kalau mereka tahu pernikahan mereka diluar kehendak Tuhan maka mereka kurang semangat dalam mengusahakan hubungan mereka melalui semangat pengorbanan diri.

Rebekah menghadapi keputusan besar dalam hidupnya—meninggalkan rumah dan keluarga yang mungkin tidak bisa dia temui lagi, melakukan perjalanan hampir 500 mil dengan unta bersama orang yang asing, dan menikah dengan pria yang belum pernah dia temui. Keluarganya memanggilnya dan berkata, Maukah engkau pergi beserta orang ini? Jawabnya: Mau.(Gen. 24:58). Itu merupakan keyakinannya akan kedaulatan arahan Tuhan sehingga dia memutuskan demikian, dan juga menunjukan keberanian dan kepercayaannya.

Jelas waktu-waktu dalam perjalanan dipenuhi dengan perbincangan tentang Ishak. Pelayan tua menggambarkannya dengan jujur dan sepenuhnya. Ishak merupakan seorang yang, rendah hati, lembut, dan cinta damai. Dia akan menempuh cara apapun untuk menghindari pertikaian (cf. Gen. 26:18-25). Dia juga seorang yang pemikir, tapi pendiam dan hati-hati. Dia bukan orang yang sehebat bapaknya, tapi seorang yang baik, dan setia beriman dalam Tuhan dan peka akan misi ilahi. Dia tahu kalau melalui keturunannya Tuhan akan mendatangkan berkat keseluruh dunia (Gen. 26:3-5). Dia berbeda dari Rebeka yang bersinar, periang Rebekah—jauh berbeda. Tapi para ahli mengatakan bahwa hal yang berlawanan saling tertarik. Dan Rebekah bisa merasakan hatinya tertarik pada orang yang segera ditemui dan dinikahinya.

Ishak sedang dipadang merenung dipadang disiang hari saat arakan unta mendekat membawa muatan berharga. Rebekah keluar dari unta saat dia melihat Ishak, dan menutupi dirinya dengan cara seperti budaya disana. Setelah dia mendengar semua detil perjalanan dan bimbingan ilahi sehingga menemukan pasangannya, kita membaca, “Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi isterinya. Ishak mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal” (Gen. 24:67). Itu merupakan permulaan yang penuh kasih.

Tapi diperjalanan, pernikahan ini menjadi tawar. Lihatlah, penurunan tragis dalam hubungan mereka. Kita tidak sepenuhnya jelas apa masalahnya. Itu jelas bukan kekurangan kasih, karena Ishak benar-benar mengasihi Rebekah, dan tidak seperti sebagian suami, dia menyatakannya secara terbuka. Sekitar 40 tahun setelah mereka menikah, dia dengan penuh kasih mencumbunya didepan umum (Gen. 26:8). Itu membuat kita berpikir kalau mereka memiliki hubungan fisik yang baik. Dan itu sangat penting dalam pernikahan. Tapi seorang suami dan istri tidak bisa menghabiskan semua waktu mereka ditempat tidur. Mereka harus membangun hubungan jiwa dan roh yang dalam. Mereka harus dengan jujur berbagi apa yang ada didalam mereka, apa yang mereka pikir dan rasakan. Dan ada banyak bukti kalau Ishak dan Rebekah melakukan itu.

Satu masalah adalah tidak adanya anak. Ishak mungkin marah karena itu dan tidak mengakuinya. Mendapat anak merupakan hal penting dimasa itu dari pada sekarang, dan mereka mencobanya selama 20 tahun dan tidak berhasil. Kepahitan bisa muncul dalam diri seseorang selama itu. Tapi Ishak akhirnya pergi ketempat yang benar terhadap masalahnya. “Berdoalah Ishak kepada TUHAN untuk isterinya, sebab isterinya itu mandul; TUHAN mengabulkan doanya, sehingga Ribka, isterinya itu, mengandung” (Gen. 25:21).

Mendapat anak tidak menyelesaikan masalah. Kembar yang akan dilahirkan hanya memperjelas masalah yang sudah nyata dalam hubungan mereka. Itu sepertinya masalah komunikasi. Rebekah dengan kepribadiannya yang bersemangat dan senang bicara. Ishak dengan kepribadian yang pendiam dan penyendiri. Dia sangat sulit diajak bicara. Mereka semakin sedikit berbagi selama waktu-waktu itu. Dan kepahitan Rebekah bertambah karena kurangnya ditemani dan kebersamaan yang dirindukan setiap wanita. Perkataannya mungkin jadi sengit. Wajahnya sudah ada garis benci dan memandang rendah. Dan pandangannya yang penuh marah semakin membuat Ishak menjauh darinya ke ketersendirian yang disukainya. Dia mungkin sudah menulikan semua yang bernada suara Rebekah. Para ahli modern mengatakan kalau hal itu mungkin.

Saat Rebekah mengandung, dia mendapat kehamilan yang sukar. Ishak sedikit menolongnya, jadi dia berteriak pada Tuhan minta jawaban, dan Tuhan menjawab: “Dua bangsa ada dalam kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda” (Gen. 25:23). Tidak ada petunjuk dalam Alkitab kalau dia pernah berbagi hal ini dengan suaminya, bahwa Yakub yang muda akan menerima berkat sebagai yang pertama. Penyebutan Rebekah diluar Kejadian, menunjukan janji itu hanya dia yang tahu. “dikatakan kepada Ribka: Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda’” (Rom. 9:12). Kenapa dia tidak mengatakan hal luar biasa dari Tuhan ini? Kenapa sangat sulit baginya mengatakan apapun ke Ishak?

Konselor pernikahan memperkirakan sekitar setengah dari kasus yang mereka tangani adalah tentang diamnya suami. Dalam kasus tertentu, seperti Ishak, yaitu sangat sulitnya suami untuk bicara. Mungkin dia tidak memikirkannya secara mendalam dan tidak punya banyak hal untuk dibicarakan. Mungkin dia selalu diam dan tidak tahu bagaimana berkomunikasi. Disisi lain, pria yang biasa berkomunikasi dengan istrinya mengabaikan hal itu karena dia disibukan dengan hal lain dan tidak sadar betapa pentingnya percakapan bagi istrinya. Jika istri mengeluh padanya, dia membangun tembok perlindungan yaitu diam dan menjauh.

Tapi apapun alasan dia diam, Ishak harus berusaha berkomunikasi. Istrinya butuh komunikasi dan ditemani. Tuhan menciptakannya seperti itu. Dan Tuhan bisa menolong seorang suami berkembang dalam hal ini jika dia mau menjadi pendengar yang baik. Istrinya butuh dia untuk mendengarkan dengan sungguh, tidak satu telinga ditelevisi dan satu lagi keistri, tapi keduanya mengarah memperhatikan istrinya. Ini mungkin yang sebenarnya diminta istri. Para pria, biasakanlah mendengar!

Ada beberapa kasus dimana masalahnya terbalik. Suami suka bicara dan istri sulit berkomunikasi. Apapun situasi dalam rumah tangga anda, anda bisa mempermudah pasangan anda bicara dengan mengingat beberapa prinsip sederhana. Satu, jangan mendesak; biarlah pasangan anda memilih waktu terbaik untuk bicara dengan bebas. Terima dia tanpa menghukum saat dia menyatakan perasaan dan frustrasinya. Saat anda tidak setuju, lakukan dengan baik dan hormat, jangan dengan kasar dan menghakimi. Coba mengerti orang lain daripada hanya ingin dimengerti. Jangan langsung menyimpulkan, tapi dengan sabar mendengarkannya. Dan, jangan mengomel! Mengomel merupakan salah satu penghancur komunikasi nomor satu.

Kenyataannya, tidak ada yang mengatakan Ishak dan Ribka tentang hal ini. Hubungan mereka berlanjut dari jelek ke buruk. Saat kembar dilahirkan, kepribadian mereka sangat berbeda. Alkitab berkata, “Lalu bertambah besarlah kedua anak itu: Esau menjadi seorang yang pandai berburu, seorang yang suka tinggal di padang, tetapi Yakub adalah seorang yang tenang, yang suka tinggal di kemah.” (Gen. 25:27). Seperti yang sering terjadi saat suami dan istri memiliki hubungan yang buruk, Ishak dan Ribka menjadikan anak sebagai pengganti hubungan untuk mengisi kekosongan jiwa mereka. “Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub” (Gen. 25:28).

Ishak melihat Esau sebagai orang yang biasa diluar dimana dia tidak seperti itu, dan dia belajar menyukai kegiatan Esau seperti dia menyukai masakannya. Ribkah, sebaliknya suka Yakub. Dia tinggal dirumah. Dia mungkin bicara dengan ibunya, dan menolong kegiatan sehari-hari ibunya. Dan ibunya menemukan rasa ditemani yang tidak pernah dinikmati dengan suaminya. Itu suatu pengaturan yang menyedihkan, dan mendatangkan akibat serius yang tidak langsung dalam hidup anak-anak.

Psikolog sekarang ini memperingatkan kita 2 masalah yang sama dengan keluarga masa lalu. Mereka berkata bahwa ibu yang dominant dan ayah yang pasif memiliki kecenderungan menghasilkan anak yang bermasalah, dan favoritism dalam keluarga cenderung memberikan dampak serius pada anak. Walau seorang anak dimanja oleh satu pihak orangtua, dia dikritik dan ditolak oleh pihak lain. Hal itu tidak baik, dan membangun harga diri yang rendah dan perasaan pertentangan yang membingungkan dan membebaninya dengan rasa bersalah. Dia bertumbuh dengan rasa tidak hormat pada orangtua yang memanjakan dia dan membeci orangtua yang menolak dia. Akhirnya dia menolak keduanya dan mulai mengambil apa yang dia ingin dari kehidupan tanpa peduli siapa yang disakiti selama proses itu.

Itulah yang terjadi dalam keluarga Ishak dan Rebekah. Yakub menunjukan sikap mementingkan diri dengan mencuri hak kesulungan saudaranya (Gen. 25:29-34). Esau menunjukan perasaan muak terhadap orangtuanya dengan menikahi 2 wanita yang tidak disukai orangtuanya (Gen. 26:34, 35). Dan Ishak yang cinta damai membiarkan itu terjadi.

Penurunan tragis dari hubungan ini akhirnya, berakhir saling mengkhianati. “”Saling mengkhianati” merupakan kata terbaik untuk menggambarkan peristiwa dalam Genesis 27. Rebekah, menguping pembicaraan, mendengar perkataan Ishak pada Esau untuk membuatkannya makanan dari hasil buruan sehingga dia bisa mendapat kekuatan memberkatinya sebelum mati. Sebenarnya Ishak hidup lama setelah itu, tapi dia menjadi menarik diri, dan menderita hypochondria.

Penting untuk dimengerti bahwa dia tetap tidak tahu kalau Yakub yang seharusnya menerima berkat hak kesulungan dan menjadi pemimpin rohani keluarga. Alkitab berkata, “Karena iman maka Ishak, sambil memandang jauh ke depan, memberikan berkatnya kepada Yakub dan Esau.” (Heb. 11:20). Isaac pikir dia memberkati Esau bukan Yakub. Roh Tuhan tidak akan berkata “karena iman” jika Ishak memberikan berkat dengan sadar akan ketidaktaatannya mengetahui kehendak Allah. Ishak tetap tidak tahu!

Ini merupakan waktu yang baik bagi Ribkah berdoa minta hikmat Tuhan, dan pergi kedalam serta bicara dengan Ishak janji Tuhan yang dibuat kepadanya sebelum kembar ini lahir. Jika ada waktu yang tepat, maka sekarang waktunya. Jika dia memberitahu Ishak dengan baik atas dasar Firman Tuhan padanya, Ribkah pasti sudah mengamankan berkat Tuhan baginya. Tapi daripada berdoa dan bicara, dia memilih pengkhianatan dan penipuan.

Merahasiakan pemikiran dan perasaan yang benar merupakan bentuk penipuan, dan penipuan menjadi jalan hidup Ribkah dan Ishak. Sekarang waktunya meledak. Penting bagi kita memperhatikan hal ini, karena hal ini bisa terjadi jika kurangnya komunikasi terjadi.

Rencana jahat Ribkah adalah meniru Esau sehingga Ishak yang sudah buta karena tua bisa dibohongi dan memberkati Yakub. Yakub tidak suka rencana ini karena Esau berbulu dan dia tidak. Sehingga saat ayahnya meletakan tangan dan merasakan itu tidak berbulu, penipuannya akan terbongkar, dan membawa kutuk daripada berkat. Tapi Ribkah menanggung kutuk itu atas dirinya dan mendorong Ishak untuk meneruskannya. Dia terdengar mengorbankan diri, tapi itu suatu dosa dan menjijikan.

Kepercayaan itu penting disetiap hubungan yang baik, dan kepercayaan tidak bisa berkembang dalam keluarga yang tidak jujur dan penipu seperti keluarga ini. Para suami dan istri yang dengan maksud menyembunyikan sesuatu dari yang lain, yang menyembunyikan kebenaran dari pasangannya, atau hal lainnya, tidak pernah bisa menikmati kepenuhan kasih Tuhan dalam hubungan mereka. Kasih hanya bisa bertumbuh dalam lingkungan yang jujur. Petrus menasihati kita untuk membuang penipuan dan kemunafikan (1 Pet. 2:1). Paulus menyuruh kita untuk bicara benar dalam kasih (Eph. 4:15).

Ribkah dan Yakub sudah lupa apa itu kebenaran. Dengan pertolongan kulit kambing, kedua penipu ini menjalankan rencana mereka. Ishak gemetar saat dia menemukan kalau dia sudah menjadi korban penipuan istri dan anaknya, tapi berkatnya tidak bisa ditarik kembali. Dia telah memberkati Yakub, “dan dia akan tetap orang yang diberkati” tegasnya (Gen. 27.33). Ishak sadar kalau Tuhan bisa membatalkan keinginan aslinya walau itu dilakukan dengan tidakan licik. Keinginannya menerima hal itu dari Tuhan merupakan pernyataan iman atas kedaulatan Tuhan yang mengatur keadaannya sehingga membawa dia ditulis dalam daftar orang beriman (Heb. 11:20).

Esau tidak punya iman sebesar itu. Dia bersumpah ingin membunuh adiknya. Tapi seperti yang kita tebak, Ribka punya ide cemerlang. Saat dia mendengar itu, dia memanggil Yakub dan berkata, “Esau, kakakmu, bermaksud membalas dendam membunuh engkau. Jadi sekarang, anakku, dengarkanlah perkataanku, bersiaplah engkau dan larilah kepada Laban, saudaraku, ke Haran, dan tinggallah padanya beberapa waktu lamanya, sampai kegeraman dan kemarahan kakakmu itu surut dari padamu, dan ia lupa apa yang telah engkau perbuat kepadanya; kemudian aku akan menyuruh orang menjemput engkau dari situ. Mengapa aku akan kehilangan kamu berdua pada satu hari juga?” (Gen. 27:42-45).

Ribka tidak mengajak Ishak untuk bersama-sama menyetujui rencana itu tapi kembali menipunya. Itu suatu tindakan yang ahli. Anda bisa merasakan drama menarik saat Ribka berkata, “Aku telah jemu hidup karena perempuan-perempuan Het itu; jikalau Yakub juga mengambil seorang isteri dari antara perempuan negeri ini, semacam perempuan Het itu, apa gunanya aku hidup lagi?” (Gen. 27:46). Jadi Ishak dengan patuh memanggil Yakub dan menyuruhnya keHaran untuk mencari istri. Satu penipuan membawa kepenipuan lain, sampai hidup penipu itu menjadi jaring keputusasaan.

Kasihan Ribkah. Dia pikir sudah melakukan hal yang baik, tapi Tuhan tidak pernah minta kita berbuat dosa untuk mencapai kehendakNya. Melalui penipuannya, Ribkah lebih menjauhkan suaminya; dia memarahi dan sepenuhnya menjauhkan hubungannya dengan anaknya yang pertama; dan walaupun dia pikir anaknya tercinta Yakub hanya akan pergi beberapa hari, tapi dia tidak pernah melihatnya lagi, saat Yakub pulang 20 tahun kemudian, Ishak tetap hidup, tapi Ribkah sudah dibaringkan disamping Abraham dan Sarah digua Makpelah.

Beberapa detil mungkin beragam, tapi pola umum sudah berulang terjadi didalam keluarga sejak itu. Mungkin hal itu terjadi kembali dalam keluarga anda. Komunikasi suatu hal penting. Anda hidup diatap yang sama, tapi anda hidup dalam dunia anda sendiri. Tidak penting siapa yang lebih salah, suami atau istri. Berhenti saling menjauhi; berbalik dan berkata, “aku butuh kamu. Aku butuh berbicara dengan kamu. Aku perlu mengetahui pikiranmu dan perasaanmu. Tolong berbagi dengan saya. Aku memerlukan pendengar dan pengertian.” Kemudian mulai membicarakannya dengan terbuka dan jujur. Raih kedalam diri anda dan bagikan apa yang menyakitkan anda, ketakutan, pergumulan frustrasi, kebutuhan anda, juga tujuan dan pemikiran anda. Kemudian saling mendengar dengan sabar, pengertian, dan saling memaafkan, dan saling menguatkan dalam kasih. Sukacita baru akan terbuka bagi anda saat anda bertumbuh bersama.

Mari kita bicarakan

    1. Apakah ada hal yang seperti kisah ini dengan anak anda sehingga menimbulkan akibat tidak menyenangkan seperti dalam penikahan Ishak? Apa yang bisa anda lakukan?

    2. Dengan cara apa anda bisa mengajar anak anda tentang pentingnya menikahi orang percaya dan mencari kehendak Tuhan dalam memilih?

    3. Kenapa anda pikir Ribkah tidak mengatakan janji Tuhan tentang anak mereka?

    4. Kenapa suami dan istri saat ini sering menyimpan sesuatu dari pasangannya? Apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hal ini?

    5. Apakah anda merasa bisa dengan terbuka membagikan perasaan terdalam anda dengan pasangan anda? Jika tidak, mengapa? Bicarakan alasan ini dengan pasangan anda.

    6. Apakah pasangan anda membagikan hal yang penting dengan anda? Apakah anda betul-betul mendengar? Bagaimana anda bisa memperbaiki kekurangan dalam hal ini?

    7. Hal spesifik apa yang bisa mendorong anda berkomunikasi lebih inti dengan pasangan anda?

    8. Apakah anda peka terhadap kebutuhan pasangan anda atau melakukan sesuatu yang anda pikir terbaik untuknya? Bagaimana anda menghindari keinginan egois untuk mendapatkan keinginan anda daripada memenuhi kebutuhan pasangan anda?

    9. Bagaimana orang-orang kadang menggunakan hubungan mereka dengan anak mereka sebagai pengganti hubungan mereka dengan pasanganya? Apa alasan yang mendasari hal ini dan bagaimana ini bisa dibetulkan?

Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

4. Tidak Pernah Puas!— Kisah Yakub dan Rahel

Terakhir kita melihat Yakub dari Bersheba untuk menyelamatkan diri, lari dari pembalasan saudaranya Esau. Dia belum jauh saat dia belajar kalau Tuhan bersamanya. Pesan itu datang dalam bentuk mimpi tentang tangga yang menjulang dari surgat kebumi. Tuhan berdiri dipuncak tangga dan berkata pada Yakub, “Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke manapun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu.” (Gen. 28:15). Yakub menyebut tempat itu Bethel, berarti “rumah Tuhan.”

Dengan janji kehadiran Tuhan, Yakub menuju ke Haran, tanah keluarga ibunya. Itu merupakan perjalanan yang jauh dan sepi. Dia mendekat kekota dengan perasaan lelah, kaki sakit, dan tidak yakin kemana akan pergi. Dia menemukan sumur dan istirahat. Ada beberapa gembala disekitar sumur, jadi Yakub memulai pembicaraan dengan mereka: “Bertanyalah Yakub kepada mereka: Saudara-saudara, dari manakah kamu ini? Jawab mereka: Kami ini dari Haran. Lagi katanya kepada mereka: Kenalkah kamu Laban, cucu Nahor? Jawab mereka: Kami kenal. Selanjutnya katanya kepada mereka: Selamatkah ia? Jawab mereka: Selamat! Tetapi lihat, itu datang anaknya perempuan, Rahel, dengan kambing dombanya.” (Gen. 29:4-6).

Yakub berbalik dan melihatnya, dan itu jelas cinta pada pandangan pertama. Dia seorang gadis yang cantik, “elok sikapnya dan cantik parasnya” (Gen. 29:17). Dan matanya—betapa indahnya kedua mata itu! Karena itu dibandingkan dengan kakaknya Lea, yang tidak ada pancaran mata, maka keduanya pasti gelap dan berkilap, sangat indah.

Yakub terkesan—mungkin terlalu terkesan. Kita merasa kalau dia begitu terkesan oleh keindahan Rahel sehingga gagal melihat kekurangannya atau bahkan mempertimbangkan kehendak Tuhan dalam hubungannya dengan Rahel. Dan sebagai pekerja yang cerdas, dia langsung melakukannya. Dia mengingatkan para gembala bahwa waktu merumputnya sudah hilang dan mereka harus memberi minum kawanan mereka dan mengembalikannya selagi masih siang, mungkin itu rencana menyingkirkan mereka agar dia bisa bicara dengan Rahel berduaan. Tapi para gembala memiliki persetujuan bersama kalau mereka tidak akan menggulingkan batu itu kembali kemulut sumur sampai semua kawanan sudah terkumpul (Gen. 29:7, 8).

“Selagi ia berkata-kata dengan mereka, datanglah Rahel dengan kambing domba ayahnya, sebab dialah yang menggembalakannya. Ketika Yakub melihat Rahel, anak Laban saudara ibunya, serta kambing domba Laban, ia datang mendekat, lalu menggulingkan batu itu dari mulut sumur, dan memberi minum kambing domba itu” (Gen. 29:9, 10). Yakub mungkin orang rumah tapi dia tidak lemah. Dia memindahkan batu yang biasanya butuh beberapa orang untuk menggerakannya, dan memberi minum semua domba Rahel. Bukankah dia bisa pamer sedikit?

Selanjutnya kita membaca, “Kemudian Yakub mencium Rahel serta menangis dengan suara keras” (Gen. 29:11). Emosi saat itu membuat dia seperti itu. Bimbingan Tuhan, kesenangan bertemu dengan saudara perempuannya yang cantik, masa depan yang bisa didapat—semua memenuhi hatinya sehingga dia menangis. Budaya kita merengut melihat pria mengekspresikan emosinya seperti ini, tapi dengan jujur menyatakan perasaan bisa menghasilkan kesehatan emosi yang lebih besar dan kestabilan perkawinan.

Kelihatannya percintaan ini berawal sangat cepat. Gadis setempat yang cantik dan anak laki-laki baru dikota saling bertemu. Tapi dari pertama kita meragukan pasangan itu. Kita tahu bahwa suatu hubungan yang semata didasarkan oleh ketertarikan fisik sangat rentan. Hollywood memberikan kita contoh nyata tentang hal ini. Dan kegagalan pernikahan dari pahlawan sepakbola dan seorang putri menunjukan hal ini. Mereka bisa membuat pernikahannya berhasil, tapi itu membutuhkan usaha keras, dan mereka perlu membuat hubungan mereka bertumbuh dari sekedar ketertarikan fisik.

Tapi saat seorang pria jatuh cinta pada seorang wanita, dia tidak ingin mendengar semua itu. Dia akan mengejarnya, dan tidak ada yang menghalanginya. Hanya satu bulan setelah Yakub tiba di Haran, Paman Laban mendekati dia untuk melihat apakah mereka bisa membuat persetujuan atau kesepakatan. Alkitab berkata bahwa Yakub begitu mencintai Rahel dan menawarkan diri bekerja pada Laban 7 tahun untuk menikahinya (Gen. 29:18). Dia tidak punya apa-apa yang bisa diberikan pada Laban untuk anaknya, jadi dengan bekerja menjanjikan hal itu. Sekarang kita menjadi lebih ragu. Satu bulan merupakan waktu yang tidak mencukupi untuk mengenal seseorang dan membuat komitmen seumur hidup, dan itu jelas tidak cukup untuk mengetahui apakah kita memang kasih. Kasih sejati membutuhkan pengenalan seutuhnya. Untuk menyatakan kasih pada seseorang yang kita tidak kenal hanyalah mencintai gambaran mental kita terhadap orang itu. Dan jika dia tidak sesuai dengan gambaran mental kita, maka yang kita sebut “kasih” menjadi angan-angan dan kekecewaan, dan kadang menjadi kebencian.

Tapi Yakub sudah jatuh cinta. Saat Rahel ada didekatnya, hatinya berdebar lebih cepat dan perasaan indah menyapunya. Dia merupakan mahluk paling indah yang pernah dilihatnya, dan dia merasa hidupnya tanpa Rahel tidak ada artinya. Itu cukup baginya. “Jadi bekerjalah Yakub tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel itu, tetapi yang tujuh tahun itu dianggapnya seperti beberapa hari saja, karena cintanya kepada Rahel” (Gen. 29:20). Itu suatu pernyataan yang luar biasa. Kenyataannya itu adalah perkataan pria terindah yang pernah dinyatakan terhadap wanita. Tujuh tahun merupakan penantian yang lama, dan menurut saya, Yakub benar-benar bertumbuh cintanya pada Rahel ditahun-tahun itu. Ketertarikan fisik tetap ada, tapi dia tidak bisa hidup dalam hubungan yang begitu dekat dengannya selama 7 tahun tanpa belajar mengenal Rahel, kebaikan dan keburukannya. Pernikahan ini akan mengalami waktu sulit, tapi tidak terjadi dalam pertunangan yang lama ini dan kasih Yakub yang semakin dalam dan dewasa, itu mungkin tidak akan selamat.

Terlalu banyak pasangan menikah terburu-buru dan bertobat diwaktu luang. Pertunangan selama 7 tahun mungkin terlalu berlebihan, tapi waktu dibutuhkan untuk mengenal apa yang disukai dan tidak disukai seseorang, sehingga kita bisa memutuskan apakah kita akan memberikan diri kita dengan tidak egois pada orang ini disamping karakteristik ini. Salah satu ujian terhadap kasih sejati, adalah kemampuan untuk menunggu. Jatuh cinta umumnya terburu-buru karena berpusat pada diri. Hal itu berkata, “aku merasa enak ketika bersama kamu, jadi saya ingin secepatnya membawa kamu kealtar sebelum kehilangan kamu dan kehilangan perasaan enak ini.” Kasih berkata, “kebahagiaanmu adalah yang paling aku inginkan, dan aku bersedia menunggu, jika diperlukan untuk membuktikan inilah yang terbaik untukmu.” Dan jika benar, itu akan bertahan dalam ujian waktu. Yakub menunggu, dan kasih romantismenya dipandangan pertama bertumbuh menjadi ikatan jiwa yang dalam dan komitment sepenuh hati.

Ada perkataan lama berkata, “Kasih sejati tidak pernah mudah.” Itulah yang terjadi pada Yakub dan Rahel. Marilah melihat kasih dibawah tekanan. Paman Laban adalah seorang yang ingin mendapat untung tanpa susah payah. Licik, penipu itulah dia, dia menggantikan Rahel dengan Lea saat malam pernikahan Yakub. Dengan selubung yang tebal dan pakaian disepanjang tubuh, Lea bisa berada diseluruh perkawinan tanpa diketahui. Melalui bisikan dia bicara, sehingga bisa melewati malam itu. Tapi bisakah anda membayangkan kebingungan Yakub saat pagi hari melihat penghianatan Laban? Dia mungkin sangat marah pada seluruh keluarga karena hal ini.

Itu bukan cara yang Lea inginkan dalam memulai kehidupan pernikahan bukan ? Saya mencurigai kalau dia sudah mencintai Yakub dari awalnya dan menginginkan kasih sayangnya. Dia dengan mudah ikut rencana ayahnya tapi hanya menemukan sedikit kepuasan dari suami yang didapat dari hasil penipuan. Menipu seseorang kedalam pernikahan merupakan perkara berbahaya, tapi itu tetap dilakukan sampai saat ini. Sebagian wanita mencoba membeli pria dengan seks, atau mengurungnya dengan bayi, atau membujuknya dengan kekayaan keluarga. Seorang pria juga menipu wanita dengan janji kekayaan, atau dengan menjadi orang lain, menutupi kesalahannya sampai acara pernikahan. Hal itu pasti dengan cepat diketahui, mungkin sebelum bulan madu, bahwa dia sudah menikahi seorang monster yang tidak dia kenal. Akibat penipuan biasanya menyakitkan dan menyedihkan.

Laban berbesar hati menawarkan Rahel pada Yakub jika dia mau bekerja 7 tahun lagi. “Genapilah dahulu tujuh hari perkawinanmu dengan anakku ini; kemudian anakku yang lainpun akan diberikan kepadamu sebagai upah, asal engkau bekerja pula padaku tujuh tahun lagi.” (Gen. 29:27). Tujuh hari menunjukan satu minggu acara pernikahan. Yakub tidak perlu menunggu 7 tahun untuk Rahel, hanya satu minggu. Tapi dia harus bekerja 7 tahun lagi tanpa dibayar setelah menikahinya. “Yakub menghampiri Rahel juga, malah ia lebih cinta kepada Rahel dari pada kepada Lea. Demikianlah ia bekerja pula pada Laban tujuh tahun lagi” (Gen. 29:30).

Jadi kita melihat garis keturunan yang takut akan Tuhan masuk kedalam bigamy. Itu bukan kehendak Tuhan. Tuhan menciptakan satu wanita untuk satu pria (Gen. 2:24, cf. also Lev. 18:18; 1 Tim. 3:2). Walau Yakub tertipu sampai masuk kedalamnya, tidak ada pilihan lain. Sebagian penafsir berkeras bahwa dia harus menolak Lea karena dia tidak mendapatkannya dengan kemauannya sendiri. Biarlah saya mengajukan pilihan lain; Yakub mungkin telah menerima pernikahannya dengan Lea sebagai kehendak Tuhan atas hidupnya dan belajar mengasihinya sebagaiamana adanya. Ayah Yakub menerima akibat penipuannya saat dia meniru Esau dan mencuri hak kesulungannya, dan Ishak dipuji karena hal itu dalam PB. Mungkin Yakub dipuji karena menerima akibat dari kedaulatan tangan Tuhan dan itu menunjukan imannya. Dan saya ingatkan bahwa Lea, bukan Rahel, yang merupakan ibu dari Yudah, dimana Juruselamat datang (Gen. 29:35). Tapi Yakub tidak ingin percaya kalau Tuhan mengatur semua keadaan. Dia ingin mendapatkannya walau diluar kehendakNya. Dan peristiwa berikutnya menunjukan bahwa bigamy tidak pernah menjadi rencana Tuhan bagi umat manusia.

Dalam tekanan hubungan bigamy itu, karakter Rahel yang sebenarnya muncul. Saat dia menyadari bahwa Lea mengandung anak Yakub dan dia tidak, dia menjadi sangat cemburu terhadap kakaknya dan berkata pada Yakub, “Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati” (Gen. 30:1). Apa yang sebenarnya dia katakan, “jika saya tidak mendapatkan cara saya, saya lebih baik mati.” Ini adalah perkataan wanita yang sudah memiliki hampir semuanya dalam hidup—keindahan fisik yang luar biasa, semua hal materi yang diperlukan, dan kasih sayang suami yang besar. Bukankah kasih Yakub lebih daripada jumlah anak? Tidak, tidak untuk Rahel. Dia harus mendapatkan semua yang diinginkannya atau hidupnya tidak berarti. Dia iri hati, egois, suka merengut, lekas marah, tidak puas, dan penuntut. Dan Yakub kehilangan ketenangannya, “Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel dan ia berkata: Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau mengandung?’” (Gen. 30:2).

Kemarahannya tidak benar dihadapan Tuhan, tapi penilaian terhadap situasinya benar. Keajaiban mengandung ada ditangan Tuhan.

Dosa tidak merasa puas telah merusak begitu banyak hubungan sejak masa Yakub. Sebagian pasangan menjadi marah pada Tuhan karena tidak memberikan mereka anak, sementara yang punya anak menantikan saat mereka bertumbuh dewasa dan kemudian bisa hidup tenang dan damai. Pengurus rumah, ingin jadi istri yang juga bekerja, dan istri yang bekerja ingin menjadi pengurus rumah sepenuh waktu. Ada orang Kristen yang tidak puas dengan tempat tinggal mereka, pekerjaan yang mereka dapatkan, uang yang mereka hasilkan, dan rumah yang mereka tinggali. Hal lain terlihat lebih baik dari mereka. Sebagian istri tidak puas dengan suami mereka. Mereka mengeluh dan marah karena pria mereka tidak memberikan perhatian yang cukup, tidak memberi waktu yang cukup bagi anak-anak, tidak mengerjakan tugasnya dirumah, diluar rumah terlalu lama atau lebih memikirkan pekerjaan, mobil, hobi, televise, atau olahraga daripada mereka. Sebagian suami tidak puas dengan istri mereka. Mereka mengkritik cara berpakaian istrinya, cara mereka menyisir rambut, masakannya, cara mereka membersihkan rumah, atau cara mereka memperlakukan anak. Mereka jadi marah karena terlalu banyak tidur, makan terlalu banyak, membuang waktu, atau menghabiskan banyak uang. Tidak peduli seberapa keras istrinya mencoba, mereka tidak pernah bisa memuaskan suami mereka.

Sebagian dari hal ini penting dan perlu dibicarakan. Saya tidak menyarankan kalau kita harus sepenuhnya mengabaikan mereka dan menderita karena diam. Tapi ketidakpuasan yang menyebabkan kita mengeluh, ngomel, marah, bertengkar, dan mengadu merupakan halangan besar bagi hubungan pernikahan yang bahagia. Tuhan menginginkan kita merasa cukup terhadap apa yang kita miliki. “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” (1 Tim. 6:6). Paulus berkata, “Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” (Phil. 4:11). Saat kita menyadari kehadiran rasa tidak puas dalam hidup kita dan mengakuinya sebagai dosa, kita bisa meminta anugrah Tuhan untuk mengatasinya dan menemukan sukacita baru dalam hidup.

Ketidakpuasan Rahel membawa dia kerencana yang sama seperti dilakukan Sarah. Dia memberikan budaknya pada Yakub agar bisa memberikannya anak, dan budak itu memberikannya dua kali (30:3-8). Secara teknis, anak dari hubungan itu adalah anak Rahel dalam budaya mereka. Tapi kita bisa melihat nature egois Rahel saat anak kedua Bilha lahir. Dia berkata, “Aku telah sangat hebat bergulat dengan kakakku, dan akupun menang” (Gen. 30:8). Dia menamakan anak itu Naftali, berarti “bergulat” Dia melihat dirinya ada dalam perlombaan dengan kakaknya untuk mendapat tempat pertama dalam penilaian Yakub.

Kecemburuannya yang berlebihan terlihat lagi tidak lama setelah itu. Sikecil Ruben, anak pertama Lea, yang mungkin berumur 4 tahun saat itu, keluar mengikuti penuai dan memungut tanaman yang disebut dudaim, yang ingin dilakukan anak kecil masa itu. Saat dia membawanya pulang dan ingin memberikannya pada ibunya, Rahel melihatnya dan menginginkannya juga. Dia kelihatannya selalu menginginkan milik orang lain. Jadi dia menjajakan kasih saya Yakub kepada Lea untuk satu malam hanya dengan beberapa dudaim. (Gen. 30:14, 15).

Rasa tidak puas yang sama muncul kembali dalam hidupnya. Tuhan akhinya memberikannya anak, dan mungkin sekarang kita rasa dia sudah puas. Tapi dia menamakan anak itu Yusuf, yang berarti “ingin lagi”. Dan dia berkata, “Mudah-mudahan TUHAN menambah seorang anak laki-laki lagi bagiku” (Gen. 30:24). Lagi, lagi, lagi! Rahel tidak pernah puas dengan apa yang didapatnya.

Tapi akhirnya belum sampai. Tuhan berkata pada Yakub bahwa sudah waktunya meninggalkan pamannya Laban dan kembali keKanaan. Dia sudah begitu makmur sehingga Laban tidak seramah dulu. Jadi Yakub mengumpulkan anak dan istrinya serta semua harta miliknya dan menyelinap pergi saat Laban menjaga domba. Tapi Rahel mengambil sesuatu yang bukan milik mereka; dia mengambil berhala ayahnya, berhala yang disebut terafim (Gen. 31:19). Pemilik benda itu dianggap sebagai pewaris utama keluarga, bahwa walau dia hanya menantu laki-laki.

Sekali lagi, Rahel menunjukan ketamakannya. Dia lebih memilih suaminya daripada saudaranya dalam memiliki bagian terbesar warisan keluarga sehingga dia bisa mendapat keuntungan juga. Saat Laban akhirnya mendapatkan mereka dan mencari keseluruh milik mereka, Rahel membohonginya dan menipunya (Gen. 31:33-35). Rahel yang cantik ini terlihat seperti tikus kesturi!

Tapi bagaimana anda tahu? Kecuali satu saat Yakub menjadi begitu marah pada Rahel dengan menyalahkan sikap kekanakannya atas dia, tidak ada indikasi kalau dia mengurangi kasihnya karena kesalahannya. Kenyataannya, ada indikasi kalau Yakub tetap menjaga kasihnya sampai akhir hidup Rahel. Sebagai contoh, dia menempatkan Rahel diposisi terhormat dibagian belakang saat mereka bertemu Esau dan saat hidup mereka sedang terancam (Gen. 33:2). Yakub jauh dari sempurna, tapi dia menjadi contoh bagi kita bagaimana seorang suami seharusnya memperlakukan istri saat istrinya tidak seperti harapan.

Sebagian suami berkata, “saya bisa mencintainya jika dia lebih manis.” Kasih yang muncul hanya saat dia manis bukanlah kasih sejati. Tuhan ingin para istri merasakan kasih suaminya bagi mereka walau tingkah mereka menyedihkan (Eph. 5:25). Dan sebagian besar dari kita mengalami saat-saat seperti itu. Mungkin para pria harus bertanya secara teratur, ditengah perselisihan, “apakah istri saya menyadai kasih saya saat ini? Apakah dia merasa dikasihi, atau dia merasa marah, dimusuhi, atau ditolak?” Tuhan membuat seorang istri dengan kebutuhan itu agar dipenuhi kasih suami sepanjang waktu. Dan hal itu tergantung sepenuhnya pada prilaku yang ditunjukan suami, seperti raut muka dan nada suara, terutama saat istri sedang tidak enak perasaannya dan sedang tidak setuju.

Kita sudah melihat cinta pada pandangan pertama Yakub dan kasihnya dibawa tekanan. Akhirnya, kasih melalui kepedihan mendalam. Tuhan mengijinkan Rahel mendapatkan permintaannya yang terakhir. Dia melahirkan seorang anak lagi. Kelahirannya begitu sulit, dan akhirnya dia mati saat melahirkan. Saat bidan mengatakan itu anak laki-laki, dia membisikan namanya dengan nafasnya yang terakhir—namanya Ben-oni, yang artinya “anak penyesalanku.” Yakub kemudian mengubahnya menjadi Benyamin, “anak tangan kananku.” Tapi bukankah itu ironis? Sebelumnya dia berseru, “berikan aku anak, atau aku mati.” Dan dia mati karena melahirkan anaknya yang kedua. Anaknya hidup. Tapi mereka menguburkan Rahel dijalan dari Betlehem menuju Yerusalem. Anda masih bisa mengunjungi makamnya sampai sekarang, monument dari rasa tidak puas.

Yakub tidak pernah melupakan Rahel. Saat berumur 147 tahun dia memanggil anak-anaknya di Mesir untuk memberkati mereka, dan dia tetap memikirkannya. “Kalau aku, pada waktu perjalananku dari Padan, aku kematian Rahel di tanah Kanaan di jalan, ketika kami tidak berapa jauh lagi dari Efrata, dan aku menguburkannya di sana, di sisi jalan ke Efrata --yaitu Betlehem” (Gen. 48:7). Dia mengasihi Rahel sampai akhir hidupnya. Tapi apa untungnya buat Rahel? Dia tidak bisa sepenuhnya menikmati kasih Yakub, dan itu menghalangi yang lain menikmatinya. Itu mengisolasinya kedunia yang sepi. Saat dia mati, meninggalkan Yakub kepada kakaknya yang sangat dicemburuinya dalam hidup. Dan bahkan dalam kematian, dia sendiri. Seperti permintaan Yakub, mereka menguburkannya disebelah Lea digua Makpela disisi Abraham, Sarah, Isaac, dan Rebekah (Gen. 49:29-31; 50:13). Rachel sendirian.

Apakah kesepian dalam hidup kita atau konflik dalam hubungan kita merupakan hasil dari rasa tidak puas kita? Itu tidak akan berubah selama kita pikir kepuasan bisa ditemukan dalam hal materi atau keadaan yang meningkat. Rahel membuktikan hal ini. Kepuasan sejati hanya bisa ditemukan dalam Tuhan. Dia yang memuaskan jiwa yang haus dan memenuhi jiwa dengan hal-hal baik (Ps. 107:9). Dia menyuruh kita untuk mencukupi diri dengan apa yang kita miliki, walau hidup sehari-hari berubah, Dia tidak berubah dengan kita (Heb. 13:5). Saat pengenalan kita akan Dia meningkat melalui penyelidikan FirmanNya dan melalui doa dihadapanNya, kita akan menemukan kedamaian dan kepuasan bertumbuh dalam kita. Kemudian kita mampu menerima apa yang diberikanNya dengan sukacita, dan disaat yang sama berterima kasih terhadap hal ditolakNya, percaya bahwa jalannya sempurna. Dan kita mampu mengubah apa yang bisa diubah, dan dengan sukacita menerima apa yang tidak bisa diubah, yakin kalau itu bagian dari rencanaNya untuk membawa kita menjadi dewasa dalam Kristus.

Mari kita bicarakan

    1. Diskusikan beberapa nilai sebelum menikah. Bagaimana pasangan yang menikah tapi tidak mendapatkannya bisa merasa cukup?

    2. Apa yang bisa dilakukan Rahel untuk mengatasi ketidakpuasannya? Apa yang bisa dilakukan Yakub untuk menolongnya?

    3. Hal apa dalam hidup anda yang nilainya terbesar?

    4. Selesaikan pernyataan berikut seperti anda sudah melakukannya sebelum membaca bab ini: “Saya bisa bahagia hanya jika ...”

    5. Jika anda memasukan beberapa keadaan yang meningkat atau kepemilikan materi, bagaimana anda menyelesaikan pernyataan itu untuk konsisten dengan prinsip Firman Tuhan?

    6. Karakteristik apa yang ada dalam pasangan anda yang bisa memberikan anda kepuasan terbesar? Apa yang paling mengganggu anda? Jika anda merasa beberapa hal diatas bisa diubah, apa yang harus anda lakukan?

    7. Apakah anda merasa iri terhadap orang lain? Bagaimana Tuhan ingin anda menangani perasaan ini?

    8. Bagi suami: apakah istri anda terus menerus merasakah kasih anda padanya? Anda mungkin harus menanyakannya. Bagaimana anda menunjukan kasih anda bahkan disaat buruknya?

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

5. Keduanya Siap— Kisah Boaz dan Rut

Lebih dari 500 tahun sudah sejak mereka meletakan Yakub digua Makpelah. Ini suatu tahun peristiwa bagi keturunan Yakub. Ada tahun-tahun berat perbudakan Mesir yang berakhir dengan penyelamatan dari Tuhan; ada 40 tahun berkelana dipadang yang berakhir dengan ditaklukannya Kanaan; kemudian ada tahun perputaran dosa, perbudakan, dan penyelamatan yang kita kenal dengan masa para hakim. Era yang gelap menjadi latar belakang kisah cinta yang paling indah dalam Alkitab, kisah Boaz dan Rut.

“Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel. Lalu pergilah seorang dari Betlehem-Yehuda beserta isterinya dan kedua anaknya laki-laki ke daerah Moab untuk menetap di sana sebagai orang asing.” (Ruth 1:1). Orang itu, bernama Elimelek, mati di Moab, meninggalkan istrinya Naomi dan kedua anak laki-lakinya, Mahlon dan Chileon. Kedua anak itu menikah dengan wanita moab, dan kemudian, suatu hal tragis menimpa, keduanya mati, meninggalkan Naomi ditanah orang asing dengan 2 menantu perempuannya, Rut dan Orpah. Saat dia mendengar kalau Tuhan memberkati umatnya dengan makanan, dia memutuskan untuk kembali ketanahnya di Betlehem.

Orpah tetap diMoab atas usulan Naomi, tapi Rut tidak mau mendengarnya. Dia merupakan pribadi yang jarang ada, yang mengasihi dengan mendalam dan tidak egois, dan mengasihi mertuanya. Ingatkan dengan perkataannya yang terkenal? “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku” (Ruth 1:16). Tuhannya akan mengarahkan dia keseorang pria yang luar biasa dimana dia akan dipersatukan.

Hal pertama yang mengejutkan kita tentang kedua orang ini yang dituntun Tuhan melalui anugrahNya adalah persiapan rohani mereka. Walau keluarga Elimelek ada diluar kehendak Tuhan dan diluar berkat Tuhan, mereka bisa menghasilkan sesuatu yang bernilai. Melalui kesaksian mereka, wanita Moab ini yang bernama Rut berbalik dari memuja Chemosh, ilah orang Moab, dengan praktek menjijikan mereka, dan meletakan kepercayaannya pada Tuhan yang hidup. “Allahmu akan menjadi Allahku,” katanya dengan berani. Dan jelas bagi semua yang mengenalnya bahwa dia sudah menemukan sukacita hubungan yang intim dengan Tuhan Israel. Beberapa waktu kemudian, Boaz berkata padanya, “TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di bawah sayap-Nya engkau datang berlindung” (Ruth 2:12). Kepercayaannya dalam Tuhan dan kasihnya pada Tuhan merupakan sumber kekuatan dan keindahan yang tidak bisa disembunyikan dan kasih bagi yang lain yang tidak bisa dilampaui.

Mempertimbangkan apa yang dilakukannya. Daripada bersedih kehilangan suami, dia membaktikan diri untuk memenuhi kebutuhan mertuanya, memenuhi kekosongan dalam hidup Naomi, menolong sebaik mungkin. Itu berarti meninggalkan rumah, keluarga, dan teman-temannya, pindah ketanah yang asing dan hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. Dan untuk apa? Kasih dan perhatian pada mertua merupakan satu-satunya motifnya. Boaz menyatakan itu dalam kisah ini: “Telah dikabarkan orang kepadaku dengan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan kepada mertuamu sesudah suamimu mati, dan bagaimana engkau meninggalkan ibu bapamu dan tanah kelahiranmu serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak engkau kenal” (Ruth 2:11).

Banyak wanita yang mengasihi suaminya kelihatannya tidak mengasihi mertuanya. Dan pria juga mengalami masalah yang sama dengan mertuanya, merupakan bukti banyaknya lelucon yang beredar tentang hal ini, Dari mana kasih seperti Rut datang? Itu datang dari Tuhan yang memiliki kasih. Jika anda ingin memilikinya, anda harus membangun hubungan yang dekat denganNya seperti Rut. Saat kita mengenal Tuhan dan mengerti betapa banyak yang Dia beri pada kita, kita akan dikuatkan untuk memberikan diri bagi orang lain, bahkan pada mertua kita. Dan saat kita melakukan itu, ketegangan dan pergolakan akan hilang dan menjadi keselarasan dan kebahagiaan.

Tidak pernah terlalu cepat untuk belajar tentang kasih ini. Kita bisa mulai mengajarkan ini pada anak kita sejak awal hidup mereka. Pendidikan dasar kasih dilakukan didalam keluarga. Hubungan yang saling mengasihi dengan orangtua dan saudara laki-laki dan perempuan akan mempersiapkan mereka untuk mengasihi pasangan dan orangtua pasangan mereka seperti seharunya. Sebagian orang yang membaca bab ini bisa jadi datang dari keluarga yang tidak saling mengasihi dan pengaruh masa itu sulit diatasi. Sangat sulit bagi mereka untuk memberi dan menerima kasih. Mereka bisa memberi kesaksian pentingnya orangtua menetapkan teladan kasihm, dan mengajar anak mereka menjadi baik dan menunjukan kebaikan dan rasa hormat pada orang lain dirumah. Anak tidak akan tahu bagaimana mengasihi saat mereka menikah kecuali mereka melihat kasih dari mereka yang hidup bersamanya sekarang. Tapi itu semua bermula dari hubungan kasih kita dengan Tuhan. Saat kita mengalami kasih Tuhan, kita akan menyatakan itu dalam hubungan keluarga—orantua, saudara, suami, istri, anak dan mertua. Rut siap untuk hubungan kasih yang indah dengan Boaz karena dia punya hubungan kasih dengan Tuhan dan kasih itu nyata keluar, kepada orang lain yang ada dalam hidupnya.

Sekarang mari kita bertemu dengan Pangeran Tampannya Rut. Kisah ini menunjukan kalau Boaz lebih tua dari Rut (cf. Ruth 3:10). Kita tidak tahu apakah dia seorang duda atau single, tapi kita tahu kalau dia seorang yang didalam Tuhan. Tuhan merupakan bagian penting dalam kehidupan sehari-harinya. Dia sering memikirkan Tuhan, bicara tentang Tuhan, dan mengijinkan Tuhan menjadi bagian dari praktek usahanya sehari-hari.

Dengarkan dia menyapa karyawannya diladang/ “TUHAN kiranya menyertai kamu. Jawab mereka kepadanya: TUHAN kiranya memberkati tuan!” (Ruth 2:4). Kepada Rut dia berkata, “Diberkatilah kiranya engkau oleh TUHAN, ya anakku!” (Ruth 3:10). Dan sekali lagi, “akulah yang akan menebus engkau, demi TUHAN yang hidup” (Ruth 3:13). Semua orang yang hadir dipernikahannya mengakui ketergantungannya pada Tuhan tentang keturunannya: “TUHAN kiranya membuat perempuan yang akan masuk ke rumahmu itu sama seperti Rahel dan Lea, yang keduanya telah membangunkan umat Israel.” (Ruth 4:11).

Syarat awal bagi pernikahan yang berhasil adalah pria itu menjadi pria didalam Tuhan. Salah satu alasan banyak perkawinan kacau karena para suami tidak mempersiapkan dirinya secara rohani untuk tugas mereka. Beberapa teman tidak bisa berpikir hal lain selain seks selama masa pacaran. Dan jika bukan seks, mobil atau olahraga. Mereka memberi sedikit waktu atau tidak sama sekali untuk mempelajari Firman, mengingatnya, menemukan bagaimana itu diaplikasikan dalam hidup, dan dari situ belajar apa tanggung jawab mereka sebagai suami Kristen dan ayah yang seharusnya. Tuhan bukan bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Dan saat mereka maju kealtar, mereka merupakan bayi rohani, kurang dipersiapkan untuk menanggung kepemimpinan rohani dalam keluarga mereka. Tidak heran pernikahan mereka bermasalah.

Para pria, jika anda membuang waktu sampai sekarang, jangan buang waktu lagi. Mulailah membangun hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Luangkan waktu secara teratur mempelajari Alkitab dan belajar bagaimana Tuhan ingin anda hidup dan menjalankan tanggung jawab anda. Mulai minta nasihatNya tentang semua hal. Jika anda terlibat dalam situasi perkawinan yang tidak bahagia, kerusakan bisa diperbaiki, tapi itu dimulai dengan setiap hari berhubungan dengan pribadi Yesus Kristus. Usaha lain akan gagal sampai hati kita benar dihadapanNya dan kita bertumbuh menjadi serupa denganNya.

Ruth and Boaz keduanya siap. Jadi dari persiapan rohani, kita masuk ke pacaran murni mereka. Naomi dan Rut sekarang tiba di Betlehem, dan masalah yang mereka hadapi adalah bagaimana mendapatkan cukup makanan. Tuhan telah membuat syarat yang murah hati dalam hukum Musa bagi mereka yang dalam keadaan sukar. Petani tidak diijinkan menuai sudut ladang mereka atau gandum yang tercecer; mereka harus meninggalkannya untuk orang miskin, orang asing, atau janda dan yatim (Lev. 19:9, 10; 23:22; Deut. 24:19). Hampir semua syarat itu dipenuhi Naomi dan Rut. Mereka janda miskin dan Rut orang asing. Karena Naomi terlalu tua untuk bekerja diladang, Rut meminta agar dia yang pergi keladang pria yang baik untuk bisa mengijinkannya memungut gandung yang tercecer. Naomi mengijinkannya. “Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh” (Ruth 2:3).

Pekerjaannya tidak mudah—membungkut sepanjang hari saat mengumpulkan gandum kewadah, beban yang semakin berat, dan sinar yang menghantam punggungnya. Beberapa penduduk kota yang licik mungkin mengejeknya karena aksennya yang asing, dan sebagian pria mengganggu dia (cf. Ruth 2:9). Setiap dorongan dalam tubuh Rut mendesak dia pulang keMoab. Itu rumahnya; disanalah dia berasal. Tapi dengan keberanian, kejujuran dan ketidakegoisan, dia terus bekerja.

Kita bisa memastikan Boaz memperhatikannya. Dan dia memang memperhatikannya. “Dari manakah perempuan ini? Bujang yang mengawasi penyabit-penyabit itu menjawab: Dia adalah seorang perempuan Moab, dia pulang bersama-sama dengan Naomi dari daerah Moab (Ruth 2:5, 6). Boaz tidak membuang waktu untuk berbuat baik pada Rut. Dia mengundangnya tetap diladangnya dan memungut sebanyak mungkin gandum, dan minum sepuasnya dari tempat air yang disediakan bagi pekerjanya.

Disini tidak dikatakan kalau Rut merupakan wanita secantik Sarah, Ribkah, atau Rahel. Kita tidak tahu apakah dia begitu, tapi yang kita tahu dia memiliki kecantikan dari dalam, roh yang rendah hati dan tenang, kerendahan hati yang tidak dibuat-buat menjadikannya salah satu wanita terindah dalam Alkitab. Dia menunduk dihadapan Boaz dalam sikap hormat yang murni dan berkata, “Mengapakah aku mendapat belas kasihan dari padamu, sehingga tuan memperhatikan aku, padahal aku ini seorang asing?” (Ruth 2:10). Kerendahan hatinya nyata kembali saat dia berkata, “Memang aku mendapat belas kasihan dari padamu, ya tuanku, sebab tuan telah menghiburkan aku dan telah menenangkan hati hambamu ini, walaupun aku tidak sama seperti salah seorang hamba-hambamu perempuan.” (Ruth 2:13). Tidak diragukan lagi. Ini nyata. Dan kerendahan hati yang murni, ketenangan merupakan salah satu nilai paling berharga yang bisa dimiliki seorang wanita. Petrus mengatakan bahwa itu bernilai dihadapan Tuhan (1 Pet. 3:4). Itu sikap yang baik bagi wanita Kristen untuk minta Tuhan menolong mengembangkannya didalam mereka.

Kelihatannya Boaz makin tertarik dengan wanita indah ini. Saat makan dia mengundangnya bergabung dengan dia dan pegawainya, dan dia memastikan dia dipenuhi kebutuhannya. Saat dia selesai makan dan kembali bekerja, Boaz berkata pada pelayannya, “Dari antara berkas-berkas itupun ia boleh memungut, janganlah ia diganggu; bahkan haruslah kamu dengan sengaja menarik sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia dan meninggalkannya, supaya dipungutnya; janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Ruth 2:15, 16).

Jadi Rut terus memungut jelai sampai sore. Dan saat dia mengangkut apa yang dipungut, hampir seikat jelai. Kelihatannya Boaz seorang pria yang baik, pengertian, dan lemah lembut. Tidak banyak yang seperti itu sekarang ini, melihat begitu banyak wanita yang pergi kekonselor. Sebagian pria aneh mendengar sifat ini dan menjauhinya. Tidak sama sekali! Itu merupakan sifat yang serupa dengan Kristus. Dan Kristus adalah seorang pria sejati. Survey menunjukan bahwa kebaikan dan keramahan barada diranking tertinggi tentang karakteristik suami yang dicari wanita. Itu merupakan sifat yang perlu diminta pria Kristen kepada Tuhan agar bisa dikembangkan dalam mereka.

Sekarang sudah saatnya bergerak. Dan anehnya, dalam budaya ini, Rutlah yang bergerak. Anda lihat, Tuhan memberikan hukum yang menarik pada orang Yahudi bahwa seorang pria harus menikahi dengan janda tak beranak dari saudaranya laki-laki. Anak pertama akan dinamakan sesuai nama saudaranya laki-laki dan mewarisi milik saudaranya laki-laki (Deut. 25:5-10; Lev. 25:23-28). Itu disebut hukum pernikahan “Levirate”, diambil dari kata Ibrani “saudara laki-laki” Jika tidak ada saudara laki-laki yang mau, saudara jauh bisa diminta memenuhi tugas ini. Tapi janda ini harus memberitahu sang pria kalau dia diterima menjadi “goel” sebutan terhadap hal ini, sebagai penyelamatnya.

Naomi berkata pada Ruth bagaimana melakukan hal itu. Rut mendengar dengan cermat dan menjalankan perintahnya. Boaz selalu tidur dilantai pada malam itu untuk melindungi gandumnya. Setelah dia tidur; Rut diam-diam masuk, membuka sendalnya, dan tidur disamping kakinya. Melalui tindakan ini, dia meminta Boaz menjadi goelnya. Jelas, Boaz bingung saat berguling dimalam hari dan menyadari ada wanita berbaring dikakinya. “Siapakah engkau ini? Jawabnya: Aku Rut, hambamu: kembangkanlah kiranya sayapmu melindungi hambamu ini, sebab engkaulah seorang kaum yang wajib menebus kami” (Ruth 3:9). Mengembangkan sayap menunjukan keinginannya menjadi pelindung dan penyedia. Respon Boaz: “Diberkatilah kiranya engkau oleh TUHAN, ya anakku! Sekarang engkau menunjukkan kasihmu lebih nyata lagi dari pada yang pertama kali itu, karena engkau tidak mengejar-ngejar orang-orang muda, baik yang miskin maupun yang kaya. Oleh sebab itu, anakku, janganlah takut; segala yang kaukatakan itu akan kulakukan kepadamu; sebab setiap orang dalam kota kami tahu, bahwa engkau seorang perempuan baik-baik” (Ruth 3:10, 11).

Penting untuk dimengerti bahwa tidak ada yang immoral dalam kisah ini. Prosedur ini biasa dimasa itu, dan tulisan menekankan kesuciannya. Dalam kegelapan malam, Boaz bisa saja memuaskan keinginannya dan tidak ada selain Rut yang tahu. Tapi dia seorang yang didalam Tuhan, bermoral, disiplin diri, diatur oleh Roh, dan menjauhkan hal itu. Alkitab berkata bahwa Rut tidur dikakinya sampai pagi (Ruth 3:14). Lebih jauh, Rut memiliki reputasi sebagai wanita baik-baik (Ruth 3:11). Dia memiliki dorongan fisik seperti wanita lain, tapi dia belajar meminta anugrah dan kekuatan Tuhan untuk mengatasi dorongan itu sebelum menikah. Mengabaikan hal ini akan membawa rasa bersalah, kehilangan rasa hormat diri, dan kecurigaan. Itu akan meninggalkan luka pada mereka dan membuat penyesuaian pernikahan jadi sulit.

Itu merupakan carapandang yang menghancurkan. Setan mencuci otak masyarakat kita menjadi percaya kalau seks sebelum nikah bisa diterima. Sebagian besar anak muda sudah mengalaminya sebelum lulus SMA, dan pasangan yang bertunangan jarang mencoba menahannya. “Tapi kami saling mengasihi,” protes mereka. Tidak. Mereka hanya mencintai diri sendiri. Kasih mereka hanya memuaskan kebutuhan mereka. Jika mereka saling mengasihi, mereka tidak akan melakukan hal yang melawan Tuhan, karena Dia berkata akan membalas semua yang mengabaikan aturannya (1 Thess. 4:6). Itu tidak berarti Tuhan seorang hakim tua yang melarang kita bersenang-senang. Dia tahu kalau kemurnian sebelum nikah merupakan hal terbaik bagi kita dan bagi pernikahan kita. Masyarakat kita membayar harga kekacauan pernikahan dan kehancuran keluarga dan semua luka yang disebabkannya. Cara Tuhan selalu yang terbaik!

Boaz dan Ruth melakukan cara Tuhan. Kita tidak terkejut melihat, akhirnya, pernikahan mereka berhasil. Tidak banyak yang dikatakan tentang mereka setelah pernikahan, tapi kita bisa menganggap dari apa yang sudah kita pelajari tentang mereka kalau pernikahan mereka diberkati Tuhan dengan sangat. Alkitab berkata, “Lalu Boas mengambil Rut dan perempuan itu menjadi isterinya dan dihampirinyalah dia. Maka atas karunia TUHAN perempuan itu mengandung, lalu melahirkan seorang anak laki-laki.” (Ruth 4:13).

Hal paling tidak umum dari kisah ini adalah peran yang terus dijalankan Naomi dalam hidup mereka sejak saat ini. Sebagai mantan menantu, kita memastikan dia keluar dari kisah ini, tapi Boaz dan Rut terlalu sayang membiarkan hal itu terjadi. Saat bayi mereka lahir, wanita di Betlehem berkata pada Naomi, “Terpujilah TUHAN, yang telah rela menolong engkau pada hari ini dengan seorang penebus. Termasyhurlah kiranya nama anak itu di Israel. Dan dialah yang akan menyegarkan jiwamu dan memelihara engkau pada waktu rambutmu telah putih; sebab menantumu yang mengasihi engkau telah melahirkannya, perempuan yang lebih berharga bagimu dari tujuh anak laki-laki.” (Ruth 4:14, 15). Kemudian Naomi mengangkat bayi dan menjaganya, dan wanita tetangga berkata, “Pada Naomi telah lahir seorang anak laki-laki!” (Ruth 4:17). Bayangkan itu! Mereka melihat bayi itu sebagai anak Naomi sendiri, dan Boaz serta Rut mengijinkannya. Boaz terus menjadi penyedia bagi Naomi sampai kematiannya, dan melakukannya dengan sukacita. Dan kasih Rut padanya tidak pernah memudar. Para wanita berkata pada Rut “perempuan yang lebih berharga bagimu dari tujuh anak laki-laki.”

Sekarang Rut memiliki suami, dia bisa membuat mantan mertuanya sebagai penyusup. Banyak wanita akan melakukannya. Tapi saat seorang dipenuhi dengan kasih Tuhan, hatinya cukup besar untuk menampung lebih dari satu orang, atau beberapa orang istimewa. Dia dengan ramah dan tidak egois memenuhi kebutuhan orang lain juga. Sangat menarik dilihat bahwa kasih Tuhan dalam hidup Rut mengatasi semua halangan—kemiskinan, prasangka rasial, perbedaan usia, godaan fisik, dan perbedaan mertua. Ada kemungkinan besar kalau kasih Tuhan bisa mengatasi masalah hidup kita. Saat kita mengerti dan menikmati kasih yang tidak bersyaratNya bagi kita, dan mengijinkan kasih itu mengalir melalui kita, kita semakin sedikit berpikir tentang kita dan lebih berpikir tentang orang lain. Dan menyelesaikan masalah dengan kasih yang mau berkorban.

Mari kita bicarakan

    1. Diskusikan tentang latar belakang keluarga anda dan kasih yang ditunjukan saat anda tumbuh.

    2. Apakah anda membuat rumah anda sebagai tempat mendidik tentang kasih? Apa yang anda lakukan untuk mendidik anak anda untuk hidup dalam kasih dengan orang lain?

    3. Persiapan rohani apa yang anda bawa dalam perkawinan anda? Apa yang bisa anda lakukan untuk menguatkan hal ini dalam hidup anda?

    4. Bagi istri: Apakah anda merasa memiliki kerendahan hati dan ketenangan? Apa yang bisa anda lakukan untuk membangun hal ini?

    5. Bagi suami: Apakah anda baik dan lembut terhadap istri? Bagaimana anda menguatkan sifat ini?

    6. Bagaimana kasih Tuhan bisa menyelesaikan masalah hidup anda? Dengan cara apa kasih itu menolong anda menghadapi tuntutan hidup dengan murah hati?

    7. Bagaimana anda menggambarkan prilaku anda terhadap mertua? Dengan cara apa anda bisa lebih memberi diri untuk meningkatkan hubungan anda dengan mereka?

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

6. Terjebak dalam Perangkap— Kisah Daud dan Betsyeba

Jika Alkitab merupakan sebuah buku dari pikiran manusia, ditulis untuk meninggikan manusia, kisah yang akan kita pelajari sekarang pasti akan diedit dengan cermat atau dihilangkan sama sekali. Tapi Alkitab merupakan buku yang diinspirasi oleh Tuhan, ditulis untuk memuliakan Tuhan, dan seheran apapun kenyataan yang dibuka, kisah ini untuk meninggikan Tuhan. Inilah alasan untuk tidak mengabaikannya dalam penyelidikan tentang hubungan pernikahan di Alkitab.

Kisah ini tentang Daud, pahlawan terbesar dalam sejarah Ibrani, dan melalui kesaksian Tuhan, merupakan seorang yang berkenan dihatiNya (1 Sam. 13:14; Acts 13:22). Tapi manusia memiliki kelemahan, bahkan yang berkenan dihatiNya. Dan Tuhan tidak malu membagikan pada kita kelemahan orangNya yang terbesar. Kita belajar dari kesalahan mereka, sama seperti hati kita yang memalukan, akibat buruk dari dosa kita, dan kedalam anugrah pengampunan Tuhan. Jadi marilah kita belajar dari Daud.

Daud dikenal seluruh bangsa saat dia remaja. Saat seorang laki-laki remaja membunuh raksasa yang membuat setiap prajurit Israel yang pemberani gemetar, pastilah akan diperhatikan orang. Para wanita diseluruh Israel bernyanyi: “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa” (1 Sam. 18:7). Sebagai tambahan, Alkitab menunjukan bahwa dia seorang yang sangat tampan, atlit yang luar biasa, seorang musisi yang handal, dan penyair yang pintar. Dan dikatakan dia akan menjadi raja Israel berikutnya (1 Sam. 16:13). Bicara tentang idola remaja—saya bisa membayangkan remaja wanita di Israel pasti jatuh cinta pada Daud. Alkitab berkata, “tetapi seluruh orang Israel dan orang Yehuda mengasihi Daud” (1 Sam. 18:16).

Dan siapa lagi yang mendapatkannya selain anak perempuan Saul, Mikhal. Dia punya petunjuk dari dalam selama ini. Dan, dia adalah anak perempuan raja, dan Daud menghabiskan waktu diistana. Selain itu, Mikhal diketahui bahwa dia jatuh cinta pada Daud (1 Sam. 18:20). Tapi Alkitab menunjukan bahwa Daud menikahinya lebih karena keberanian daripada kasih sejati. Disuatu kejadian setelah mereka menikah, Mikhal menolong Daud meloloskan diri dari kemarahan ayahnya (1 Sam. 19:11-17). Dia jelas tidak bisa bersama dengan Daud dalam keadaan seperti itu, jadi Saul mengambil kesempatan dan memberikannya pada pria lain (1 Sam. 25:44). Pernikahan masa remaja Daud berakhir dalam kegagalan. Menikah sebelum kita mengerti tanggung jawab kehidupan dewasa memiliki resiko tinggi. Tidak ada bahayanya menunggu sampai pasti.

Selama tahun-tahun sebagai pelarian dari Saul, dia bertemu wanita yang cantik bernama Abigail. Alkitab berkata, “Perempuan itu bijak dan cantik” (1 Sam. 25:3). Hikmatnya, kedewasaan, keindahan, dan pesonanya menawan Daud, dan saat Tuhan mematikan suaminya yang jahat, Nabal. Daud tidak membuang waktu menawarkan perkawinan (1 Sam. 25:39). Itu pilihan yang baik. Melihat Mikhal sudah menjadi istri orang lain karena kesalahannya, banyak yang akan berkata ini berkenan pada Tuhan.

Tapi hal berikut yang kit abaca dalam Alkitab jelas tidak berkenan. “Juga Ahinoam dari Yizreel telah diambil Daud menjadi isterinya; kedua perempuan itu menjadi isterinya” (1 Sam. 25:43). Daud tahu Tuhan telah memilihnya menjadi raja Israel berikutnya, dan dia juga tahu apa yang Tuhan katakan tentang raja Israel. Sebelum orang masuk tanah perjanjian, Tuhan memperingatkan mreka bahwa suatu saat mereka akan menginginkan seorang raja seperti negeri disekitar mereka. Dia akan mengijinkan mereka menunjuk seorang dari mereka yang dipilihNya, tapi dia harus berhati-hati untuk tidak memperbanyak istri bagi dirinya karena mereka bisa membuat hatinya menjauhi Tuhan (Deut. 17:14-17). Tapi kita melihat dalam tulisan ini kalau Daud mengambil 4 istri lagi: Maacah, Haggith, Abital, dan Eglah (2 Sam. 3:2-5). Dan kita hampir tidak percaya saat membaca, “Daud mengambil lagi beberapa gundik dan isteri dari Yerusalem” (2 Sam. 5:13).

Bukannya dorongan fisik Daud sangat berbeda dari pria normal lainnya; itu merupakan hal biasa yang dilakukan raja setempat untuk menunjukan kekayaan dan kuasa mereka, dan Daud membiarkan filosofi dunia menggantikan kehendak Tuhan. Tapi itu menunjukan kalau Daud seorang manusia, dan menunjukan salah satu kelemahan terbesarnya.

Dia berumur sekitar 14 tahun, umur yang rentan, kata mereka. Dia sudah mencapai kemenangan militer yang luar biasa, memperluas batas Israel dan mengamankan mereka dari bangsa sekitar. Pertama kita lihat gema kenikmatani dosa. “Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem” (2 Sam. 11:1).

Para raja keluar berperang karena musim dingin akan menghalangi pergerakan pasukan. Perang melawan Amon masalah kecil, sisa dari musim perang lalu. Israel sudah mengalahkan Siria yang disewa Amon untuk mengalahkan mereka, jadi Daud mungkin mengira pekerjaan menyelesaikan Amon tinggal mendesak mereka. Sementara tempat dimana seharusnya dia berada adalah menyediakan kepemimpinan bagi orangnya dimedan perang, dia membiarkan demam sebagai alasan dan tetap dirumah, menjauh dari tugas. Lagi pula dia rajanya. Dia bisa melakukan apapun yang dia mau.

Mengabaikan tanggung jawab sering merupakan langkah pertama penurunan rohani. Saya merasakan terutama diantara orang muda, kalau kita bisa melakukan lebih banyak terhadap apapun yang kita ingin lakukan. Dan kita tidak harus melakukan apapun yang kita tidak mau. Inilah masanya melakukan kepentingan sendiri. Betul, kita bisa melakukan apapun yang kita sukai, tapi tidak tanpa membayar harga rohaninya. Tuhan memiliki rencana bagi hidup kita. Dia meletakan tanggung jawab tertentu atas kita, dan saat kita menghindarinya dengan alasan atau pembenaran, kita membuka pintu pencobaan sehingga melemahkan keinginan kita berjalan bersama Tuhan.

Kisah ini dimulai dimana Daud sedang berada. “Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana” (2 Sam. 11:2). Apa anda bisa membayangkannya? Saat itu sudah petang, dan Daud sedang bangun dari pembaringannya. Jika kita masih punya keraguan kenapa dia tetap dirumah, sekarang sudah sirna. Dan dia keluar bukan untuk bertugas. Daud sedang ngintip! “tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi” (2 Sam. 11:2). Jika dia menggunakan otaknya, maka dia akan menghindar dari hal itu. Tapi dia berlambat-lambat, dan membiarkan matanya berpesta melihat setiap inci tubuh Betsyeba, sampai dia tidak bisa menolak untuk bisa mendapatkannya.

Dicobai bukan dosa. Tapi berlama-lama melihat itu, bermain dengannya, menggodanya—itu tidak bisa ditolerir, seperti kasus Hawa. Kita menginginkan sesuatu sehingga kita tidak bisa menolak dosa. Pertanyaan yang tertinggal hanyalah bagaimana kita melakukannya. Tuhan berkata kalau kita harus lari dari cobaan (2 Tim. 2:22). Dan Dia akan menolong kita mengatasinya jika kita taat. Tapi jika kita melalaikan dan bermain-main dengannya, kita hancur. Saat seorang pria tertarik pada wanita, sebagai contoh, keduanya sudah menikah, maka pria itu perlu melarikan diri dari situasi itu secepat mungkin. Semakin lama dia memelihara hubungan, semakin sulit melepaskannya, sampai akhirnya dia mendengar dia berkata dengan bodohnya, “Tapi saya tidak bisa hidup tanpa dirinya.” Dan sebelum dia menyadari dampak perkataannya, hidupnya dan keluarganya sudah terseret.

Betsyeba bukannya tidak bersalah. Dia mungkin tidak sengaja menggoda Daud, tapi dia tidak hati-hati dan bijak. Manda dan bertelanjang dihalaman, bisa dengan jelas terlihat diatas beberapa sotok tetangga sebenarnya cari masalah. Dia bisa mandi didalam. Bahkan dimasa kita, sebagian wanita kelihatannya tidak menyadari kelemahan mata pria. Mereka membiarkan diri didorong masuk kedalam gaya pakaian dunia yang memakai pakaian terbuka, atau hampir tidak ada kainnya; dan mereka bisa heran kenapa pria tidak bisa pikir lain, hanya seks. Kita tidak boleh gagal mengajar anak perempuan kita tentang hal ini, terutama saat mereka remaja. Orangtua Kristen harus mengajar anak perempuan mereka kenyataan tentang nature pria dan arti kesopanan, kemudian setuju akan standar berpakaian mereka.

Daud kemudian mengetahui siapa yang mandi itu, memanggilnya, dan pikiran menjadi tindakan. Tidak ada bukti kalau ini merupakan tindakan pemerkosaan. Betsyeba kelihatannya menjadi pasangan yang bersedia. Suaminya pergi perang dan dia sendirian. Daya tarik yang bisa melumpuhkan raja yang ganteng lebih bernilai dari komitmennya pada suami dan dedikasinya pada Tuhan. Mereka mungkin menikmati saat itu; mungkin mereka meyakinkan diri kalau itu pengalaman yang indah. Kebanyakan orang melakukan itu! Tapi dalam penglihatan Tuhan, itu menyeramkan dan jelek. Setan mendapatkan mangsa dan sekarang mereka ada dalam cengkramannya.

Hal yang tidak dikehendaki datang, Betsyeba mengirim berita kalau dia hamil. Ini hal serius dibudaya ini, karena bisa dihukum dilempari batu sampai mati menurut Hukum Musa (cf. Lev. 20:10). Tidak ada krisis yang bisa menggoncang Daud sebelumnya, dan dia tidak mau membiarkan ini menghancurkannya. Rencananya adalah membawa suami Betsyeba pulang rumah beberapa hari; maka tidak ada yang tahu bayi siapa yang dia kandung. Tapi Uria terlalu patriotic untuk menikmati istrinya sementara teman-temannya mempertaruhkan nyawa dimedan perang, jadi dia tidur dibarak dengan pelayan raja. Maka Daud melaksanakan rencana B. Dia dengan tenang menuliskan kematian Uria, memeteraikannya, dan mengirimnya ke Kapten Yoab digaris depan, diantar sendiri oleh Uria. Dia memerintahkan Yoab meletakan Uria dibagian pertempuran terhebat, dan mengundurkan diri darinya. Dan Daud menambahkan pembunuhan selain perzinahan. Setelah waktu berduka yang singkat, Betsyeba masuk kerumah Daud dan menjadi istrinya, dan keduanya akhirnya menikmati hal itu tanpa diganggu … kecuali satu hal: “Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN” (2 Sam. 11:27).

Hal itu membawa kita kepoint berikut: tangan disiplin yang berat. Daud tahu dia sudah berdosa. Kita biasanya begitu, didalam hati kita. Tapi kita mencoba mengabaikannya, mencoba hidup seperti itu tidak terjadi. Jika kesadarannya jadi terlalu berat, dia akan membenarkan diri dengan berkata, “saya raja, saya bisa melakukan apa yang aku suka. Itu sebenarnya kesalahan Betsyeba. Lagi pula siapa yang saya rugikan? Sebagian orang memang harus mati dalam perang, kenapa Uria tidak?” Kemungkinan kita bikin alasan terhadap dosa kita tidak ada akhirnya. Tapi ada yang mengganggu perut Daud, kekosongan yang tidak bisa digambarkannya, bersama dengan depresi yang berat.

Dia menuliskan ini dalam 3 mazmur, mengambarkan bulan-bulan diluar hubungan dengan Tuhan: Psalms 32, 38 dan 51. Dengarkan tangisannya: “aku terbungkuk-bungkuk, sangat tertunduk; sepanjang hari aku berjalan dengan dukacita … aku kehabisan tenaga dan remuk redam, aku merintih karena degap-degup jantungku” (Psa. 38:6, 8). Daud mengasihi Tuhannya dan mencoba memujiNya, tapi dia menemukan halangan; itu halangan dosanya sendiri. Tuhan kelihatannya jauh. “Jangan tinggalkan aku, ya TUHAN, Allahku, janganlah jauh dari padaku!” (Psa. 38:21). Temannya merasakan hal ini dan menghindar darinya. “Sahabat-sahabatku dan teman-temanku menyisih karena penyakitku, dan sanak saudaraku menjauh” (Psa. 38:11). Daud menjalaninya hampir satu tahun. Dia mendapatkan Betsyeba, tapi jiwanya tidak tenang.

Kemudian suatu hari Tuhan mengirim nabi Natan dengan cerita yang menarik. “Ada dua orang dalam suatu kota: yang seorang kaya, yang lain miskin. Si kaya mempunyai sangat banyak kambing domba dan lembu sapi; si miskin tidak mempunyai apa-apa, selain dari seekor anak domba betina yang kecil, yang dibeli dan dipeliharanya. Anak domba itu menjadi besar padanya bersama-sama dengan anak-anaknya, makan dari suapnya dan minum dari pialanya dan tidur di pangkuannya, seperti seorang anak perempuan baginya. Pada suatu waktu orang kaya itu mendapat tamu; dan ia merasa sayang mengambil seekor dari kambing dombanya atau lembunya untuk memasaknya bagi pengembara yang datang kepadanya itu. Jadi ia mengambil anak domba betina kepunyaan si miskin itu, dan memasaknya bagi orang yang datang kepadanya itu” (2 Sam. 12:1-4). Saat Daud mendengar cerita itu, dia sangat marah pada orang itu dan berkeras kalau orang itu harus mati.

Rasa bersalah melakukan itu pada kita. Kita biasanya kasar dan kejam terhadap dosa orang lain tapi kita menyembunyikan punya kita. Kemarahan dibawa sadar kita meletus atas mereka.

Dengan takut dan gentar, Natan menyatakan perkataan berikutnya. Orang lain sudah kehilangan kepalanya karena mengatakan hal yang kurang keras dari ini, tapi dia diikat oleh panggilannya untuk membawa pesan Tuhan kepada telinga raja. Dia menunjuk ke Daud dan berkata, “Engkaulah orangnya!” Kemudian dia memberikan pesan pribadi Tuhan pada Daud: “Akulah yang mengurapi engkau menjadi raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul. Telah Kuberikan isi rumah tuanmu kepadamu, dan isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu. Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mata-Nya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon” (2 Sam. 12:7-9). Dan kesadaran dari Roh Tuhan menusuk kedalaman jiwa Daud.

Dosa biasanya membawa dampak tidak enak, dan Tuhan tidak selalu menghilangkannya. Dia tahu kalau dengan mengalami dampak dosa kita, akan menolong kita lebih peka terhadap kehendakNya. Akibat dosa Daud sangat luas dan lama. Pertama, pedang tidak akan menyingkir dari keturunannya (2 Sam. 12:10). Orang-orang diistana tahu apa yang sedang terjadi. Mereka bisa menghitung bulan, dan menyadari Uria tidak dirumah saat bayi dilahirkan. Itu pasti bayinya Daud. Kemudian mereka berpikir tentang kematian Uria, dan semua hal terlalu kebetulan. Anak Daud, Absalom mengetahui hal ini. Dan saat dia membunuh saudara tirinya Amnon karena memperkosa adik perempuannya (2 Sam. 13:28), dia mungkin membenarkan dirinya dengan pemikiran, “Ayah melakukan hal yang sama. Kenapa saya tidak?” Kapten Yoab mengetahui hal ini. Dialah yang menjalankan perintah berdosa Daud terhadap Uria. Dan dia mungkin menggunakan hal ini sebagai alasan saat dia membunuh kapten Absalom, Amasa (2 Sam. 20:9, 10). Pedang tidak pernah menyingkir dari keluarga Daud. Dosa kita juga memberi dampak pada mereka yang dekat dengan kita.

Akibat kedua dari dosa Daud adalah Tuhan akan menimpakan malapetaka atas keluarganya (2 Sam. 12:11). Baca kisah hidup Daud dan lihat pemenuhan janji Tuhan ini: Amnon memperkosa Tamar, Absalom membunuh Amnon, Absalom memberontak terhadap Daud, Adoniah mencoba merebut tahta saat Daud sudah tua. Ada malapetaka dikeluarga Daud.

Ketiga, istri Daud akan ditiduri orang lain disiang hari (2 Sam. 12:11). Daud diam-diam mengambil istri orang; sekarang istrinya diambil didepan umum. Selama pemberontakan Absalom, pendukungnya membangun tenda diatas atap istana, dan Absalom berhubungan dengan selir-selir ayahnya didepan semua orang Israel, memenuhi perkataan ini (2 Sam. 16:22).

Keempat, anak yang dilahirkan dari hubungannya dengan Betsyeba akan mati (2 Sam. 12:14). Bayi itu akan membawa olok-olok bagi Tuhan dihadapan musuh, jadi Tuhan mengambil anak itu. Kita berduka dengan Daud karena kehilangan anaknya, tapi kita bersyukur atas kepastian bayi itu saat mati. Daud berkata dia akan bersama dengan bayi itu, memastikan kita bahwa bayi masuk kehadapan Tuhan (2 Sam. 12:23).

Apakah anda memperhatikan kenapa Tuhan mengambil bayi itu? Hal ini perlu ditekankan kembali. Itu karena melalui perbuatan Daud, “memberikan musuh alasan untuk mengolok-olokan Tuhan.” Sekarang kita mengerti satu alasan penting dari disiplin ilahi. Itu dilakukan agar musuh Tuhan tahu bahwa Dia adalah kudus dan benar, bahwa Dia akan berurusan dengan dosa terutama dosa anakNya. Dia akan menjadi bahan tertawaan dunia jika hal ini terjadi. Daud harus menanggung akibat dosanya, dan demikian juga dengan kita. Beban itu berat, tapi ada waktu untuk memikirkannya sebelum kita melakukan.

Itu membawa kita kepada kemungkinan pengampunan. Cerita Natan terhadap dosa Daud dan pernyataannya akan kebenaran Tuhan membawa Daud berlutut, mengakui dosanya: “Aku sudah berdosa kepada TUHAN,” tangisnya (2 Sam. 12:13). Inilah perkataan yang ingin didengar Tuhan. Jiwa Daud hancur; hatinya penuh penyesalan (cf. Psa. 51:17). Dan hasilnya, kita mendengar perkataan paling indah, paling menguatkan dan menghibur manusia: “TUHAN telah menjauhkan dosamu itu” (2 Sam. 12:13). Seperti kata Daud dalam Mazmur, “Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku, dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku” (Psa. 32:5).

Alkitab tidak mengatakan pada kita, tapi saya percaya Betsyeba mengakui dosanya juga dan Tuhan mengampuni mereka berdua. Walau mereka tidak bisa menghilangkan dampaknya, mereka bisa hidup dalam kepastian pengampunan Tuhan yang penuh. Itu merupakan aib besar dalam hidup Daud, satu-satunya aib terbesar (cf. 1 Kgs. 15:5). Tapi baik dia atau Betsyeba tidak membiarkan hal ini menghancurkan hidup mereka selamanya. Tuhan mengampuni mereka, mereka mengapuni diri mereka, dan mereka mau hidup menghasilkan kemuliaan Tuhan. Itulah yang Tuhan inginkan kita lakukan. Dia tidak ingin kita menyiksa diri karena dosa kita. Dia ingin kita mengakuinya, meninggalkannya, dan melupakannya.

Batsyeba kelihatannya mendapat tempat terhormat diantara istri Daud. Tidak ada catatan dia mengambil istri lagi setelah Batsyeba. Sebagai indikasi pengampunan Tuhan, dia memberikan mereka anak yang diberi nama Absalom, yang berarti “damai.” Nabi Natan memanggilnya Jedidiah, yang berarti “dikasihi Tuhan.” Dan Tuhan menyakinkan Daud bahwa Salomo, anak Betsyeba, akan memerintah menggantikan tempatnya dan membangun Bait (1 Chron. 22:9, 10). Sebagai tambahan tentang anugrah Tuhan, Betsyeba dipilih menjadi salah satu wanita yang ada dalam silsilah Yesus Kristus (Matt. 1:6).

Penulis hymne berkata: “Siapa yang mengampuni seperti Dia? Atau yang kasih karunianya cuma-cuma dan berlimpah?” Kasih karuni Tuhan siap mengampuni anda. Dengarkan kata Nabi Yesaya: “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya” (Isa. 55:6, 7). Dengarkan Rasul Yohanes: “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (1 John 1:9). Tidak peduli betapa menyedihkan dosamu. Tuhan mengampuninya. Akui dosamu dihadapanNya, dan terima anugrah pengampunanNya.

Mari kita bicara

    1. Kenapa anda pikir Daud sampai disebut orang yang berkenan dihati Tuhan disamping dosanya yang besar?

    2. Tanggung jawab apa yang anda abaikan sehingga bisa menghancurkan kerohanian anda dimasa depan?

    3. Bagaimana anda bisa saling menolong menghidari cobaan terhadap lawan jenis?

    4. Bagi istri: Apakah cara berpakaianmu selaras dengan aturan Tuhan atau anda berpakaian seperti orang dunia?

    5. Apa artinya sopan? Bagaimana anda melakukan itu dalam hidup anda? Sebagai orangtua, bagaimana anda mengajar anak perempuan anda berpakaian dengan tepat?

    6. Bisakah anda ingat saat anda berdua sangat terganggu karena beban rasa bersalah? Masing – masing akui dengan jujur hal itu?.

Apakah dosa anda yang lama teringat kembali saat anda membaca bab ini, dosa yang anda coba abaikan? Kenapa tidak mengakuinya dihadapan Tuhan, minta pengampunan yang Dia janjikan dalam 1 John 1:9, kemudian keluarkan itu dari pikiran anda selamanya?

Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

7. Jalanku— Kisah Ahab dan Izebel

Raja Daud sudah tidak ada, dan kisah ini dumulai 135 tahun kemudian. Kerajaannya yang besar, diperluas dan dibuat lebih kaya oleh anaknya Salomo, sekarang terbagi menjadi 2 bagian. Kerajaan Yehuda diselatan yang diperintah oleh keturunannya, sementara kerajaan Israel diutara menderita dibawah pemerintahan orang yang jahat. Salah satu dari mereka adalah seorang suami yang akan kita bahas dalam pelajaran tentang hubungan perkawinan ini.

Dia diperkenalkan dalam Alkitab dengan kalimat mengejutkan ini: “Ahab bin Omri melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya” (1 Kgs. 16:30). Dia dibedakan sebagai orang yang paling jahat yang pernah memerintah atas Israel sampai saat ini. Kita bisa memperkirakan apa saja bisa terjadi dengan orang ini, dan kita membaca, “Seakan-akan belum cukup ia hidup dalam dosa-dosa Yerobeam bin Nebat, maka ia mengambil pula Izebel, anak Etbaal, raja orang Sidon, menjadi isterinya, sehingga ia pergi beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya” (1 Kgs. 16:31).

“Sidonians” adalah nama lain dari orang Phoenisian, orang yang berlayar dilaut Mediteran dan mendiami kota besar Tyre dan Sidon. Dengan adanya kejahatan Siria yang selalu ada dan semakin meningkatnya ancaman dari Asiria, Ahab memutuskan bahwa dia perlu bersekutu dengan bangsa tetangganya, jadi dia membuat perjanjian dengan raja Phenesia dan meresmikannya dengan mengawini anak perempuannya. Inilah alasan Izebel pindah ke Samaria, ibukota Israel, dan hanya satu cara menggambarkan hal itu — suatu badai besar menghantam Israel.

Raja Phenesia bukan hanya pemimpin politik dari bangsanya, tapi dia juga imam besar agama mereka, seperti arti namanya Ethbaal. Izebel bertumbuh mendalam dalam pemujaan baal dan istrinya, Asitoret. Baal merupakan alah dari tanah. Dia yang memilikinya, kata mereka, dan dia mengatur cuaca dan meningkatkan hasil tanaman dan ternak. Asitoret merupakan dewi kesuburan. Jadi berhala Baal dan Asitoret berdiri berdampingan dalam kuil mereka dan disembah oleh imam dan kuil pelacuran dengan pesta seksnya, dengan harapan alah dan dewi mereka akan mengikuti teladan mereka dan meningkatkan produktifitas tanaman, hewan dan anak mereka. Dalam masa sulit, mereka membunuh diri mereka dan bahkan mengorbankan anak mereka untuk memuaskan dewa-dewa dan memohon pertolongan mereka.

Izebel sangat fanatic dengan agamanya. Pemujan Yehova pastilah dilihat sangat bodoh dan tidak bisa diperbandingkan, dan dia bertekad untuk mengubahnya. Dia sangat keras kepala, berkeinginan kuat, dan dengan moral hewan yang melemahkan suaminya, dia hanya mendapat sedikit masalah dalam menjalani hal ini. Dia bisa menyuruh suaminya membangun rumah bagi Baal dalam Samaria, demikian juga dengan Asitoret, dewi kesuburan. Kemudian dia membawa 450 nabi Asitoret dari Phoenicia, menempatkan mereka dalam istana, dan memberi mereka makanan kerajaan. Tugas mereka adalah mempromosikan pemujaan Baal dan Asitoret diseluruh negeri ini.

Tidak puas hanya dengan menegakan agamanya di Israel, Izebel menghancurkan sisa penyembahan Yehova dan membunuh semua nabi Allah. Dia melakukan semaunya, dan hampir berhasil. Sebagian nabi selamat dengan mengkompromikan kesaksian mereka dan menjadi “yes” mennya Ahab. Kelompok lain berjumlah 100 orang bersembunyi di gua dan diberi makan secara rahasia oleh pelayan Ahab bernama Obaja. Tapi Elia merupakan satu-satunya yang menantang kejahatan Izebel secara terbuka. Tuhan memberikannya kemenangan besar saat dia memanggil api dari langit diatas gunung Karmel. Para nabi Baal dibantai dan kelihatannya seluruh bangsa akan berbalik pada Tuhan. Tapi Izebel belum selesai dengan pekerjaannya. Dia bersumpah dalam kemarahannya untuk membunuh Elia, dan Elia melarikan diri, kelelahan dipelarian dibawah pohon juniper, dan memohon agar Tuhan mengambil nyawanya. Itu merupakan titik terendah dalam karir nabi besar ini. Dan pemujaan Baal tetap berlangsung, menyeret bangsa kedalam jurang. Istri Ahab ini membawa kehancuran bagi Israel.

Menikahi orang yang keras kepala dan berkeinginan kuat bisa mendatangkan ketidakbahagiaan dalam semua hal. Kehendak diri mereka yang tidak pernah diserahkan pada kehendak Tuhan sering diserahkan pada mereka disekitarnya. Dengan gigih mereka menuntut cara mereka dan mencari cara apapun untuk mendapatkan keinginan mereka. Mereka tidak akan mendengarkan alasan; mereka tidak akan mempertimbangkan perasaan orang lain; mereka tidak akan menghadapi akibat tindakan mereka. Mereka percaya kalau yang lain salah dan hanya mereka yang benar, dan mereka bertekad menjalankan semuanya dengan cara mereka. Mereka jelas hanya sedikit mengenal kasih Tuhan yang “tidak mencari kepentingannya sendiri” (1 Cor. 13:5), tapi hanya kasih pada diri sendirilah yang memaksakan kepentingannya dan menuntut caranya. Mereka yang hidup dengan orang seperti ini umumnya menemukan diri mereka secara emosi mengalami kehancuran. Untuk menyelamatkan mereka yang disekitar kita, untuk kebahagiaan pasangan kita dan untuk keharmonisan pernikahan kita, kita harus menghadapi setiap kekerasan hati dan meminta kasih karunia Tuhan mengatasinya.

Tentu saja, Ahab juga sama seperti Izebel, tapi dengan tempramen yang berbeda. Disatu sisi, dia dengan keinginan sendiri masuk dalam pernikahan untuk kenyamanan politik, dan berlawanan dengan setiap perkataan Tuhan. Tapi kekerasan hati Ahab menjadi lebih jelas dalam peristiwa raja dan kebun sayurnya. Setelah dia menikahi Izebel, Ahab tidak hanya memperindah istana di Samaria sehingga disebut “istana gading” (1 Kgs. 22:39), tapi dia juga membangun istana kedua diJisreel, 25 mil keutara, daerah yang lebih hangat saat musim dingin. “Sesudah itu terjadilah hal yang berikut. Nabot, orang Yizreel, mempunyai kebun anggur di Yizreel, di samping istana Ahab, raja Samaria” (1 Kgs. 21:1). Ahab menginginkan milik Nabot, jadi dia menemuinya dan berkata, “Berikanlah kepadaku kebun anggurmu itu, supaya kujadikan kebun sayur, sebab letaknya dekat rumahku. Aku akan memberikan kepadamu kebun anggur yang lebih baik dari pada itu sebagai gantinya, atau jikalau engkau lebih suka, aku akan membayar harganya kepadamu dengan uang” (1 Kgs. 21:2). Naboth menolak tawaran itu, memang sudah seharusnya, karena Tuhan melarang orang Yahudi menjual warisan orangtuanya (Lev. 25:23-34). Naboth hanya menaati hukum Tuhan.

“Lalu masuklah Ahab ke dalam istananya dengan kesal hati dan gusar karena perkataan yang dikatakan Nabot, orang Yizreel itu.... Maka berbaringlah ia di tempat tidurnya dan menelungkupkan mukanya dan tidak mau makan” (1 Kgs. 21:4). Bisakah anda membayangkan seorang dewasa bisa bertindak kekanakan seperti ini? Sebagian ada yang begitu. Orang yang lemah dan bimbang seperti Ahab sering menginginkan cara mereka segigih orang yang suka mendominasi seperti Izebel. Tapi mereka bertindak berbeda saat mereka tidak mendapatkannya. Orang yang dominant akan membentak, memukul orang yang menghalanginya, serta melempar dan menghancurkan barang, tapi orang yang lemah akan merajuk, bersungut-sungut dan menjengkelkan seperti anak kecil yang manja. Mereka mungkin menolak keluar dari tempat tidur dan tidak mau makan. Mereka mengasihani diri sendiri dan memberitahu semua orang betapa menyedihkan hal itu. Mereka hanya menunjukan pada orang banyak bahwa mereka orang yang mementingkan diri sendiri dan belum dewasa.

Kekerasan hati dan variasinya, tindakan keras atau marah-marah bisa menghancurkan suatu pernikahan. Masalahnya sering bermula saat pasangan kita melanggar hak kita. Mungkin suaminya tidak mengijinkan istri membeli sesuatu yang menurut istrinya berhak didapatnya, atau istri menyiapkan makan malam yang buruk disaat sang suami mengharapkan makanan kesukaannya. Daripada membiarkan kasih dan anugrah Yesus Kristus mengontrol kita, nature berdosa kita mengambil alih dan kita masuk kedalam kemarahan atau sindrom merajuk, apapun yang kita pilih. Dan itu pelan tapi pasti menghancurkan hubungan kita. Dan kekerasan hati yang tidak diserahkan pada Tuhan akhirnya membawa kepada masalah yang lebih besar. Saya mendengar seseorang berkata, “Saya tidak mengasihinya lagi. Saya tidak menginginkannya lagi. Saya akan mencari orang lain untuk menemukan kebahagiaanku dan saya tidak peduli apa kata Alkitab.”

Tuhan ingin menghancurkan kehendak kita yang berdosa dan keras kepala. Dia ingin mengalahkannya dengan kasihNya. Langkah pertama untuk kemenangan dimulai dengan mengakui bahwa menuntut cara kita merupakan ketidaktaatan atas Firman Tuhan, dan itu adalah dosa. Katakan pada Tuhan. Jujurlah dihadapanNya. Katakan dengan jujur bahwa anda lebih ingin melakukan cara anda dari pada tidak egois, tapi akui kalau itu bertentangan dengan FirmanNya. Minta Dia menolong anda. Kemudian melalui tindakan, berusaha melakukan hal yang kasih. Langkah iman itu akan membuka saluran kuasa Tuhan. Dia tidak hanya memampukan engkau menjalankan keputusan anda untuk berjalan dalam kasih, tapi Dia akan memberikan anda sukacita dalam melakukan kehendakNya.

Tapi kembali ke Ahab dan kebuh sayurnya. Izebel menemukan Ahab merajuk ditempat tidur dan berkata, “Apa sebabnya hatimu kesal, sehingga engkau tidak makan?” (1 Kgs. 21:5). Kemudian dia menjelaskan penolakan Nabot untuk menjual kebun sayurnya. Izebel menjawab, “Bukankah engkau sekarang yang memegang kuasa raja atas Israel?” (1 Kgs. 21:7). Dalam pengungkapan modern, seperti ini, “Siapa kamu, pria atau tikus? Jangan takut! Bukankah kamu raja. Kamu bisa mengambil apapun yang kamu mau.” Dengan latar belakang Fenesianya, Izebel tidak mengerti bahkan raja Israel tunduk pada hukum Tuhan.

Kita menemukan betapa pria lemah ini begitu didominasi oleh istrinya, saat istrinya berkata, “Bangunlah, makanlah dan biarlah hatimu gembira! Aku akan memberikan kepadamu kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu” (1 Kgs. 21:7). Dia merencanakan kejahatan yang sangat; dia akan membayar 2 saksi palsu untuk bersaksi bahwa mereka mendengar Nabot menghujat Tuhan dan raja, sehingga baik dia dan anaknya harus dilempar batu sampai mati dan raja dengan bebas mengklaim tanah itu sebagai miliknya (cf. 2 Kgs. 9:26). Dia mengajar Ahab filosofi hidupnya: “Ambil apa yang kamu mau dan hancurkan semua yang menghalangi.” Dan Ahab tidak punya keberanian menghentikannya.

Seorang pria akan melakukan hal aneh saat dia dicemooh atau diejek oleh istrinya. “Kenapa kamu tidak melawan?” Seorang istri menertawakannya saat dia mendengar pertengkaran terakhir suaminya dengan boss. “Kapan kamu berlaku seperti laki-laki?” Sehingga dikesempatan berikut suaminya melakukannya, dan dia kehilangan pekerjaan dan semua orang menderita. Sehingga ronde berikutnya akan seperti ini: “Kamu bahkan tidak bisa mencukupi keluargamu. Pria macam apa kamu ini?” Jadi sang pria menyenangkan sang istri, melalui penipuan dan pencurian agar kebutuhannya terpenuhi. Dan sekali lagi, seluruh keluarga menderita. Seorang pria perlu dihargai istrinya, bukan dicemooh. Melalui peristiwa memalukan dalam hidup Ahab, Tuhan berkata, “Sesungguhnya tidak pernah ada orang seperti Ahab yang memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, karena ia telah dibujuk oleh Izebel, isterinya” (1 Kgs. 21:25). Sebagian pria perlu dikuatkan, diyakinkan, tapi bukan untuk melakukan kejahatan! Seorang istri didalam Tuhan akan menantang suaminya untuk mendengar Tuhan dan hidup bagiNya, bukan mendorongnya melakukan dosa.

Tapi ceritanya belum selesai. Kedua pasangan ini berkeras sampai akhir. Elia menemui Ahab dikebun Nabot dan menyatakan hukuman Tuhan bagi dia dan istrinya karena perbuatan jahat mereka. Tapi baru beberapa tahun kemudian hukuman datang pada Ahab, itu juga merupakan kisah kepala batu. Peristiwanya bermula dikota sebelah timur Yordan yang disebut Ramot-Gilead, yang menurut Ahab milik Israel tapi masih ditangan Siria. Saat Yehosafat raja Yudea, mengunjungi Ahab, dia meminta Ahab untuk bertempur bersamanya untuk mendapatkan Ramot-Gilead. Yehosafat setuju, tapi ingin bertanya pada Tuhan dulu. Ahab memanggil para “yes” mennya dan mereka meyakinkan dia bahwa Tuhan akan memberikan Ramot Gilead kedalam tangan raja. Tapi Yehosafat belum puas. Dia ingin pendapat lain: “Tidak adakah lagi di sini seorang nabi TUHAN, supaya dengan perantaraannya kita dapat meminta petunjuk?” (1 Kgs. 22:7). Dan Ahab menjawab, “Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla” (1 Kgs. 22:8). Demikianlah Mikha dipanggil, walau dia mengetahui hidupnya dalam bahaya, dia menyatakan apa yang dinyatakan Tuhan. Israel akan tercerai berai digunung seperti domba tanpa gembala (1 Kgs. 22:17). Seperti perkiraan kita, Ahab menolah nubuat Mikha dan membuangnya kepenjara. Dia akan melakukan kehendaknya sendiri, walau berlawanan dengan kehendak Tuhan.

Tapi itu tidak berjalan seperti rencananya. Ahab tahu kalau Siria akan mengejarnya, jadi dia meletakan jubah kebesaran dan menyamar seperti prajurit biasa. “Tetapi seseorang menarik panahnya dan menembak dengan sembarangan saja dan mengenai raja Israel di antara sambungan baju zirahnya” (1 Kgs. 22:34). Prajurit itu tidak tahu kalau sudah memanah raja, tapi panahnya menembus sambungan baju zirah Ahab. Hanya sedikit pemanah yang bisa melakukannya. Hal ini menunjukan Tuhan yang membimbing panah itu, dan kepala batu Ahab berakhir dalam kematiannya.

Izebel hidup lebih lama 14 tahun darinya. Yehu kapten Israel yang menjadi alat disiplin ilahi bagi perempuan ini. Setelah membantai Raja Yoram, anak Ahab, dia berkuda ke Izebel. Alkitab berkata, “Sampailah Yehu ke Yizreel. Ketika Izebel mendengar itu, ia mencalak matanya, dihiasinyalah kepalanya, lalu ia menjenguk dari jendela” (2 Kgs. 9:30). Dia tahu apa yang akan terjadi, tapi dia ingin mati seperti ratu, sombong, kepala batu dan tidak mau bertobat sampai akhir. Dia memaki Yehu dari jendela, tapi dengan perintah Yehu, beberapa pelayannya membuangnya dari jendela, “sehingga darahnya memercik ke dinding dan ke kuda; mayatnyapun terinjak-injak.” (2 Kgs. 9:33). Itu suatu kematian yang kejam, tapi itu juga menyatakan betapa serius dosa ini dihadapan Tuhan.

Tapi pengaruh mereka hidup dalam anak mereka. Dan ini sering merupakan akibat menyedihkan dari hidup Ahab dan Izebel. Kedua anak Ahab dan Izebel kemudian memerintah Israel. Pertama, Ahazia. Tentang dia Tuhan berkata, “Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan hidup menurut kelakuan ayahnya dan ibunya dan Yerobeam bin Nebat, yang telah mengakibatkan orang Israel berdosa. Ia beribadah kepada Baal dan sujud menyembah kepadanya dan dengan demikian ia menimbulkan sakit hati TUHAN, Allah Israel, tepat seperti yang dilakukan ayahnya.” (1 Kgs. 22:52, 53). Anak kedua yang memerintah adalah Yoram. Saat Yehu berkuda menuntut balas atas keluarga Ahab, Yoram berseru, “Apakah ini kabar damai, hai Yehu? Jawabnya: Bagaimana ada damai, selama sundal dan orang sihir ibumu Izebel begitu banyak!” (2 Kgs. 9:22).

Ahab dan Izebel juga mempunyai anak perempuan, Atalia, dan dia menikahi pria bernama Yehoram, anak Yosafat raja Yehuda. “Ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel seperti yang dilakukan keluarga Ahab, sebab yang menjadi isterinya adalah anak Ahab. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN” (2 Chron. 21:6). Jadi, demikianlah pengaruh jahat itu bergerak dari selatan. Dikematian Yehoram, anaknya melalui Atalia menjadi raja Yudea. “Ahazia berumur empat puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Atalya, cucu Omri. Iapun hidup menurut kelakuan keluarga Ahab, karena ibunya menasihatinya untuk melakukan yang jahat. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN sama seperti keluarga Ahab, sebab sesudah ayahnya mati mereka menjadi penasihat-penasihatnya yang mencelakakannya” (2 Chron. 22:2-4). Demikianlah pengaruh jahat itu tetap hidup!

Hanya Tuhan yang tahu betapa banyak generasi yang akan terpengaruh dosa kita ini, kekerasan hati kita melakukan cara kita daripada kehendak Tuhan. Kisah mengejutkan ini hendaknya memberikan dorongan yang kita perlukan untuk meletakan semua kepala batu kita dan menyerahkan diri kita sepenunya pada kehendak Tuhan.

Mari kita bicara

    1. Menurut anda bagaimana seharusnya Ahab mengatasi situasi saat Izebel ingin menghilangkan penyembahan Yehova dari Israel?

    2. Bagaimana cara seorang istri meningkatkan rasa hormatnya pada suami? Bagaimana suami menolongnya?

    3. Apakah anda merasa bahwa pasangan anda melanggar semua hak yang seharusnya anda dapat? Diskusikan berdua bagaimana situasi itu bisa diatasi.

    4. Melalui cara apa keegoisan anda muncul—dengan kemarahan atau merajuk? Petunjuk apa yang menolong anda mengenali kepala batu anda? Apa yang anda lakukan untuk memerangi itu?

    5. Apakah anda sering menuntut cara anda? Tanyakan pasangan anda apa pendapatnya, kemudian renungkan jawabannya.

    6. Apakah anda berdua sudah menyerahkan hidup anda pada Kristus Tuhan dan anda mau membiarkan Dia membuat perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan hubungan anda berdua? (Kemauan anda mendengar pasangan anda tanpa membela diri bisa menjadi ukuran penyerahan diri kita.)

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

8. Kasih yang Tidak Mati— Kisah Hosea dan Gomer

Kalender didinding menunjukan peristiwa ini terjadi 760 tahun sebelum Yesus dilahirkan. Yeroboam II sedang bertahta diIsrael, dan agresi militernya sudah mengembangkan batas Israel lebih jauh dari yang mereka rasakan sejak masa kerajaan Salomo. Upeti dari bangsa yang takluk masuk keibukotanya Samaria, dan orang Israel menikmati periode kemakmuran yang belum pernah terjadi.

Seperti umumnya terjadi, dari kemakmuran muncul penurunan moral dan rohani. Sekularisme dan materialisme memikat hati orang dan dosa menyerbu masuk. Daftarnya seperti yang terjadi diAmerika: bersumpah, berbohong, membunuh, mencuri, perzinahan, mabuk, murtad, sumpah palsu, penipuan, dan penindasan. Tapi dari semua itu dosa perzinahan sangat memilukan hati Tuhan (Hos. 4:12, 13; 13:2). Lembu emas yang dibuat Yeroboam I sekitar 150 tahun lalu membuka pintu bagi tindakan-tindakan berdosa orang Kanaan masuk kedalamnya seperti penyembahan berhala, mabuk, pelacuran agama dan pengorbanan manusia.

Tuhan melihat Israel sebagai IstriNya, Dia melihat pemujaan pada ilah lain sebagai perzinahan rohani. PL sering menyarakan persundalan Israel dengan ilah lain (e.g., Deut. 31:16; Judg. 2:17). Jehovah sudah memperingatkan Israel sejak awal agar mereka tidak mendua. “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” merupakan perintah pertama dari sepuluh hukum (Ex. 20:3). Tapi Israel mengabaikan perintahNya, dan melalui pemerintahan Yeroboam II situasinya tidak bisa ditolerir lagi. Tuhan harus bicara dengan keras dan Dia memilih seorang nabi bernama Amos. Mantan seorang penggembala dari Tekoa, menggunturkan peringatan Tuhan tentang penghakiman, tapi bangsa ini tidak mengindahkannya. Jadi Tuhan berbicara kembali, kali ini melalui nabi Hosea yang namanya berarti “Yehova adalah keselamatan.”

Hal pertama yang Tuhan katakan pada Hosea untuk kita adalah tentang pernikahannya yang tidak umum: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN” (Hos. 1:2). Perintah ini ditafsirkan secara beragam oleh orang yang mempelajari Alkitab. Sebagian percaya bahwa Tuhan memerintahkan Hosea untuk menikahi seorang wanita yang sebelumnya seorang pelacur. Orang lain berpendapat bahwa dengan mengambil seorang pelacur jadi istri hanyalah menunjukan kalau dia harus menikahi wanita dari kerajaan Israel, daerah yang berzinah rohani. Di kedua pendapat itu, jelas bahwa perempuan itu adalah seorang wanita yang sangat dipengaruhi oleh moral yang kendur dalam masyarakatnya, dan Tuhan ingin menggunakan hubungan pribadi nabi ini dengan wanita itu sebagai bahan pelajaran tentang hubungan Dia dengan umatNya yang tidak setia, Israel. Apapun masa lalunya, kelihatannya dimata Tuhan ada bukti pertobatan yang jujur dan iman pada Yehova. Mungkin perempuan itu berespon pada pelayanan Hosea yang penuh Roh, dan Hosea merasa hatinya tertarik pada perempuan itu dengan kasih yang tidak egois. Tuhan mengarahkan Hosea untuk mengambil perempuan itu sebagai istrinya, dan demikianlah Gomer, anak perempuan dari Diblaim, menjadi istri pengkhotbah muda yang sedang berkembang ini.

Hari-hari pertama pernikahan mereka merupakan saat indah, saat cinta mereka mulai bertumbuh. Dan Tuhan memberkati kesatuan mereka dengan memberi seorang anak. Hati Hosea pastilah dipenuhi dengan sukacita. Dia yakin kalau pernikahannya akan lebih baik dari sebelumnya dengan kehadiran sikecil untuk mencerahkan rumah mereka. Tuhan menamakan bayi itu, karena namanya merupakan nubuat penting bagi bangsa itu. Dia menamakannya Jesreel, karena kakek raja Yeroboam, Yehu naik tahta melalui kejahatan ambisi dengan menumpahkan darah dan kejahatan. Walau kerajaan ini makmur untuk sementara, kehancurannya sudah didepan mata dan itu akan terjadi dilembah Yesreel (Hos. 1:4, 5).

Setelah kelahiran Yisreel, Hosea melihat perubahan pada diri Gomer. Dia menjadi tidak tenang dan tidak bahagia, seperti burung terperangkap dalam sangkar. Hosea pergi berkothbah, mendorong bangsa yang tersesat ini untuk berbalik dari dosanya dan percaya Tuhan untuk keselamatan dari ancaman bangsa sekitar. “Marilah kita berbalik pada Tuhan!” merupakan tema dari pesan Hosea, dan dia menyerukannya berulangkali dengan kuasa (Hos. 6:1; 14:1). Tapi Gomer kelihatannya semakin kurang tertarik dalam pelayanan Hosea. Dia bahkan mungkin menuduh Hosea lebih memikirkan kotbahnya daripada dirinya. Dia mulai mencari kesibukan lain, dan menghabiskan lebih banyak waktu diluar rumah.

Bahaya besar saat suami dan istri hanya memiliki sedikit kesamaan perhatian. Kadang suami pergi kearah ini dan istri menuju kearahnya sendiri. Mereka memiliki kelompok teman sendiri, dan sedikit komunikasi untuk mendekatkan kedua dunia ini. Suami yang disibukan dengan pekerjaannya mungkin merupakan factor utama keterpisahan ini. Atau mungkin kegiatan istri diluar rumah mengakibatkannya melalaikan keluarga. Itu sebenarnya ketidaktertarikan keduanya terhadap Tuhan. Tapi itu mengakibatkan bencana besar. Para suami dan istri perlu melakukan sesuatu bersama dan tertarik pada kegiatan pasangannya. Dalam kisah ini, tanggung jawabnya jelas terletak pada Gomer daripada Hosea. Dia tidak membagi kasih suaminya pada Tuhan.

Hal ini membawa kita kepada, penderitaan batin yang tak henti-hentinya. Alkitab tidak memberi kita detil kejadiannya, tapi mengijinkan beberapa spekulasi menyangkut perkembangan gaya hidup yang membawa pada situasi tragis yang akan kita lihat kemudian. Ketidakhadiran Gomer dirumah mungkin menumbuhkan perasaan penyesalan akan kecurigaan tentang ketidaksetiaannya pada Hosea. Hosea terbangun dan bergumul dengan ketakutannya. Dia berkotbah dengan hati berat selama itu. Dan kecurigaannya diteguhkan saat Gomer mengandung lagi. Kali ini perempuan, dan Hosea yakin kalau anak ini bukan darinya. Melalui arahan Tuhan, dia menamakannya, Loruhamah, yang berarti “tidak dikasihi” menunjukan bahwa dia tidak akan menikmati kasih ayah sejatinya. Sekali lagi nama itu menyimbolkan ketersesatan Israel dari kasih Tuhan dan disiplin yang akan menimpanya. Tapi pesan rohani itupun tidak menenangkan jiwa nabi ini.

Tidak lama setelah sikecil Loruhamah, Gomer mengandung lagi. Kali ini laki-laki. Tuhan menyuruh Hosea menamakannya Lo-ammi, yang berarti “bukan umatku.” Itu menunjukan keterasingan Israel dari Yehova, tapi juga menunjukan petualangan dosa Gomer. Anak yang dilahirkan dirumah Hosea bukanlah anaknya.

Sekarang sudah terbuka. Setiap orang tahu perzinahan Gomer. Walau seluruh pasal kedua nubuha Hosea menggambarkan hubungan Yehova dengan Israel sebagai istri yang tidak setia, sulit untuk melepaskannya dari perasaan hubungan Hosea dan Gomer, diantara kedua pasal dengan jelas digambarkan tentang kisah menyedihkan itu. Dia memohon padanya (2:2). Dia mengancam mencabut hak warisnya (2:3). Tapi dia tetap lari dengan kekasihnya karena mereka menjanjikan hal materi yang berlimpah (2:5). Dia mencoba menghentikannya beberapa kali (2:6), tapi dia tetap mencari teman dalam dosanya (2:7). Hosea harus mengambil dia kembali dalam pangampunan kasih dan mereka akan mencoba kembali. Tapi pertobatannya berlangsung singkat dan dia bersundal lagi dengan kekasih baru.

Kemudian pukulan terakhir datang. Mungkin itu merupakan perkataan melalui seorang teman, tapi intinya berkata, “aku akan pergi untuk selamanya kali ini. Aku sudah menemukan kekasihku yang sejati. Aku tidak akan kembali lagi.” Betapa hati Hosea begitu menderita! Dia sangat mengasihinya dan berduka seperti dia sudah mati. Hatinya sakit karena Gomer memilih jalan hidup yang pasti menghancurkan diri sendiri. Temannya mungkin berkata, “Kepergiannya baik, Hosea. Sekarang kamu terlepas dari perzinahannya untuk selamanya.” Tapi Hosea tidak merasa seperti itu. Dia menantikannya pulang.

Kita tidak bisa terlepas dari kasih yang tidak mati. Hosea ingin melihat Gomer kembali kesisinya sebagai istri yang setia. Dan dia percaya Tuhan bisa melakukannya. Satu hari berita datang bahwa Gomer telah dibuang oleh kekasihnya. Gomer sudah menjual dirinya kedalam perbudakan ini dan menyentuh dasar. Ini adalah jerami terakhir. Pastilah sekarang Hosea sudah melupakannya. Tapi hatinya berkata “tidak.” Dia tidak bisa melepaskannya. Dan Tuhan berkata: “Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis” (Hos. 3:1).

Gomer yang terkasih bagi Hosea walau dia seorang pezinah, dan Tuhan ingin dia menemukannya dan membuktikan cintanya. Bagaimana bisa seorang mengasihi sampai begitu dalam? Jawabannya ada dalam perintah Tuhan pada Hosea, “seperti juga Tuhan mencintai.” Hanya seseorang yang mengenal kasih dan pengampunan Tuhan bisa mengasihi dengan sempurna. Dan orang yang sudah mengalami pengampunan kasihNya tidak bisa selain mengasihi dan mengampuni orang lain. Suami Kristen diperintahkan untuk mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gereja (Eph. 5:25), dan Hosea merupakan contoh luar biasa dari kasih seperti itu.

Jadi, dia mulai mencari,didorong oleh kasih ilahi, kasih yang menanggung semua hal, percaya semua hal, berharap pada semua hal, tahan menderita dalam semua hal, kasih yang tidak berakhir. Dan dia menemukannya, rombeng, terkoyak, sakit, kotor, lusuh, miskin, dirantai dipasar budak yang kotor, suatu bayangan yang cocok dengan dirinya sebelumnya. Kita heran bagaimana ada orang bisa mengasihinya sekarang. Tapi Hosea membawanya dari perbudakan dengan 15 shikal perak dan 13 homer jelai (Hos. 3:2). Kemudian dia berkata padanya, “Lama engkau harus diam padaku dengan tidak bersundal dan dengan tidak menjadi kepunyaan seorang laki-laki; juga aku ini tidak akan bersetubuh dengan engkau” (Hos. 3:3). Dia membayarnya, membawanya kerumah, dan mengembalikan kedudukannya sebagai istri. Walau kita tidak menemukan hubungan mereka dibagian Alkitab lain, kita berasumsi bahwa Tuhan menggunakan tindakan pengampunan Hosea untuk meluluhkan hatinya dan mengubah hidupnya.

Berapa kali suami atau istri harus mengampuni? Sebagian berpendapat, “Jika saya terus mengampuni itu hanya menguatkan kebiasaan dosanya.” Atau “jika saya tetap mengampuni, dia kira bisa meloloskan diri dari semua keinginannya.” Yang lain berkata, “jika saya tetap mengampuni, sepertinya memberikan persetujuan atas prilakunya.” Atau “saya tidak bisa mendapat sakit seperti itu lagi. Jika itu terjadi lagi, saya akan pergi.” Itu merupakan respon manusiawi. Dengarkan respon Tuhan Yesus. Anda lihat, Petrus pernah menanyakan hal yang sama pada Tuhan: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya: Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Matt. 18:21, 22). Itu pengampunan yang luar biasa. Sebenarnya, Kristus mau mengatakannya dengan cara memikat bahwa tidak ada akhirnya kita mengampuni.

Kadang kita hanya mengampuni hasutan dan sedikit salah paham, sedikit perkataan tajam atau tuduhan. Tapi kita membesarkannya, membiarkan itu menghancurkan kita, dan membangun kepahitan dan kepedihan yang menghancurkan hubungan kita. Mungkin itu suatu hinaan besar, seperti Gomer, dan kita tidak akan pernah bisa melupakannya. Kita menanam itu pelan – pelan, dan terus mengingatnya untuk menghukum pasangan kita karena sakit yang kita alami. Luka yang besar sering membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Itu akan datang kembali dalam pikiran kita. Tidak bisa menghindarinya. Tapi setiap kali itu datang, kita pertama kali harus mengingatkan diri kita bahwa kita sudah mengampuni, kemudian ingat betapa Tuhan telah mengampuni kita, dan minta Dia mengambil pikiran yang bisa menghancurkan dan tidak mau mengampuni dari kita.

Pengampunan tidak hanya berarti kita harus menderita dalam keheningan. Kebutuhan untuk terbuka dan komunikasi yang jujur menuntut kita berbagi apa yang kita pikir dan rasakan, kesalahan kita, dan bagaimana pasangan kita bisa menolong kita mengatasinya. Tuhan mengatakan betapa dosa kita mendukakanNya. Gomer jelas tahu betapa perzinahannya merobek-robek hati Hosea. Apa yang kita ucapkan harus diucapkan dengan kasih dan baik, tapi kita perlu dan bertanggung jawab membagikan apa yang ada pada hati kita.

Pengampunan juga tidak berarti kita tidak bisa mengambil langkah positif untuk berjaga terhadap dosa yang muncul kembali. Itu membutuhkan konseling lanjutan; itu menuntut penilaian kembali atas pribadi atau pola kebiasaan kita dengan jujur; itu mungkin berarti perubahan gaya hidup atau perpindahan. Tuhan mengambil langkah positif untuk menolong kita menyenangkan Dia. Itulah maksud dari disiplin ilahi. Kita tidak saling mendisiplin, tapi kita bisa membahas langkah-langkah yang akan menolong kita menghindari kejatuhan yang sama dimasa depan.

Pengampunan berarti, kita akan membayar kesalahan orang lain. Kita akan menolak membalas dengan cara apapun untuk membuat kesalahan orang lain terbayar. Kita akan membebaskan dirinya dari semua kesalahan. Tuhan bisa menggunakan pengampunan kasih itu untuk meluluhkan hati yang keras dan mengubah hidup lebih cepat dari semuanya dalam dunia. Inilah pelajaran dari kisah Hosea dan Gomer, pelajaran tentang pengampunan. Kasih Allah dan pengampunan meliputi semua nubuat Hosea. Tolong janga disalah mengerti. Tuhan membenci dosa; itu mendukakan hatiNya; Dia tidak bisa memaafkannya; Kebenaran dan keadilanNya menuntutNya belaku begitu. Tapi Dia tetap mengasihi pendosa dan dengan tekun mencari mereka dan menawarkan mereka pengampunan kasihNya.

Umat Tuhan Israel tetap terus kembali pada dosa mereka. “Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Efraim? Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Yehuda? Kasih setiamu seperti kabut pagi, dan seperti embun yang hilang pagi-pagi benar” (Hos. 6:4). Tapi Tuhan tidak pernah berhenti mengasihi mereka. “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu” (Hos. 11:1). “Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan, dengan ikatan kasih” (Hos. 11:4). “Masakan Aku membiarkan engkau, hai Efraim, menyerahkan engkau, hai Israel?” (Hos. 11:8). Dan karena Dia tidak pernah berhenti mengasihi mereka, Dia tidak pernah berhenti memohon pada mereka: “Bertobatlah, hai Israel, kepada TUHAN, Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu” (Hos. 14:1).

Kita membutuhkan kasih seperti itu. Kita membutuhkan pengampunan seperti itu. Kita membutuhkan pengobatan bagi hati kita yang sakit keatas salib Kristus—dimana kita meletakan beban kesalahan kita dan dimana kita menemukan pengampunan kasih Tuhan—dan kita harus meninggalkanya disana. Saat kita sepenuhnya diampuni, pikiran kita akan dibebaskan dari belenggu sakit hati yang sudah membangun tembok diantara kita, dan kita akan bebas bertumbuh dalam hubungan kita satu sama lain.

Mari kita bicara

    1. Menurut anda apa penyebab utama suami dan istri terpisah?

    2. Hal apa yang menarik bagi anda berdua? Hal apa lagi yang bisa anda lakukan bersama untuk memperkua kesatuan anda?

    3. Para suami dan istri tidak selalu sadar akan kasih mereka masing-masing. Mungkin lebih menolong anda dengan menyelesaikan pernyataan berikut: “Saya merasa dikasihi saat kamu …” atau “Saya berkata kalau saya mengasihi kamu saat …”

    4. Kesalahan apa yang anda derita dari pasangan anda sehingga menghalangi anda menyatakan kasih anda dengan bebas? Akui itu semua pada pasangan anda dan nyatakan pengampunan anda.

    5. Kenapa anda tetap mengingat kesalahan yang sudah anda ampuni sehingga masuk dalam pikiran anda dan menghancurkan kedamaian anda?

    6. Langkah positif apa yang bisa anda dan pasangan anda ambil untuk menghalangi dosa tertentu terulang dalam hidup anda?

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

9. Untuk Saat Seperti Ini— Kisah Ahasuerus dan Esther

Situasi hidup kita tidak selalu senang: tempat hidup kita, orang yang berhubungan dengan kita, atau masalah yang kita hadapi. Hal diatas tidak selalu dari kesalahan kita. Kita mungkin menjadi korban situasi, atau kita mungkin telah membuat keputusan yang menurut kita benar tapi tidak berjalan sebagaimana harapan kita. Sebagian orang merasakan hal seperti ini dalam perkawinan mereka—sebagai contoh, wanita yang mengira pria yang dinikahinya seorang percaya. Tapi dia menemukan kemudian bahwa pria itu telah menipunya. Tindakan pria itu terus menerus direfleksikan dalam ketidaktertarikannya tentang Tuhan dan menghasilkan kepahitan yang tiada akhir. Ini merupakan kisah Firman Tuhan yang akan menguatkan orang-orang yang ada dalam situasi seperti ini.

Pria itu tidak lain adalah seorang raja dari kerajaan terbesar dimasanya. Orang Yahudi memanggilnya Ahasuerus, bentuk Yahudi dari nama Yunaninya. Sejarah sekuler lebih mengenalnya dengan nama raja Xerxes I yang memerintah Persia dari 486 sampai 465 B.C. Kerajaannya membentang dari India sampai Ethiopia (Esth. 1:1). Tapi itu belum cukup baginya. Keinginan utama dalam hidupnya adalah melakukan apa yang ayahnya tidak bisa lakukan—yaitu menaklukan Yunani.

Firman Tuhan memberitahu kita bahwa “pada tahun yang ketiga dalam pemerintahannya, diadakanlah oleh baginda perjamuan bagi semua pembesar dan pegawainya; tentara Persia dan Media, kaum bangsawan dan pembesar daerah hadir di hadapan baginda. Di samping itu baginda memamerkan kekayaan kemuliaan kerajaannya dan keindahan kebesarannya yang bersemarak, berhari-hari lamanya, sampai seratus delapan puluh hari” (Esth. 1:3, 4). Pertemuan tingkat tinggi yang berakhir dalam 6 bulan, merupakan pesta yang besar. Itu mungkin strategi bagi serangan Xerxes keYunani. Sejarah sekuler mengatakan bahwa dia memulai serangan itu tidak lama setelah pesta besar ini, dalam tahun 481 B.C.

Untuk mengakhiri pertemuan ini, dia merencanakan 7 hari khusus perayaan dan pesta (Esth. 1:5). Saat dia sedikit terpengaruh anggur, dia memanggil ratunya yang cantik, Vasti, agar bisa ditunjukannya didepan para temannya (Esth. 1:11). Vasti menolak untuk menjadi tontonan umum, dan Ahassueros murka. Melalui nasihat konselornya yang dapat dipercaya, keputusan untuk mengeluarkan Vasti dituliskan dalam titah kerajaan—hukum media Persia yang tidak bisa ditarik kembali bahkan oleh raja sendiri (Esth. 1:19). Itu adalah keputusan yang tergesa-gesa yang akan disesalinya, tapi Ahasueros dikenal sebagai pria yang kepala batu dan impulsive.

Selain itu, dia memiliki hal yang lebih penting daripada mengkhawatirkan perempuan piaraannya. Dia sudah siap menaklukan Yunani. Tentaranya lebih kuat dari mereka dan momentum sejarah ada dipihaknya. Tapi dalam pertempuran yang dikenal oleh siswa sejarah (Thermopylae, Salamis, Plataea), tentaranya akhirnya akan hancur, dan dia kembali keibukotanya Susa sebagai orang yang kalah. Dia pasti merindukan penghibur dan ditemani oleh ratunya untuk meredakan malu dan mengembalikan egonya yang rusak. “Sesudah peristiwa-peristiwa ini, setelah kepanasan murka raja Ahasyweros surut, terkenanglah baginda kepada Wasti dan yang dilakukannya, dan kepada apa yang diputuskan atasnya” (Esth. 2:1). Tapi sudah terlambat. Keputusannya tidak bisa diubah.

Itulah mengapa kemudian diusulkan kontes kecantikan Persia untuk menemukan seorang ratu bagi Raja Ahasueros. “Hendaklah orang mencari bagi raja gadis-gadis, yaitu anak-anak dara yang elok rupanya; hendaklah raja menempatkan kuasa-kuasa di segenap daerah kerajaannya, supaya mereka mengumpulkan semua gadis, anak-anak dara yang elok rupanya, di dalam benteng Susan, di balai perempuan, di bawah pengawasan Hegai, sida-sida raja, penjaga para perempuan; hendaklah diberikan wangi-wangian kepada mereka. Dan gadis yang terbaik pada pemandangan raja, baiklah dia menjadi ratu ganti Wasti. Hal itu dipandang baik oleh raja, dan dilakukanlah demikian” (Esth. 2:2-4). Semuanya kelihatan seperti permainan bagi raja, jadi dia memberikan ijin, dan pencarian berlangsung. Kontes kecantikan bukan cara yang buruk untuk menemukan seorang istri, jika muka yang bagus yang anda cari. Tapi Allah kita memberikan Ahasuerus lebih daripada sekedar wajah bagus, apakah dia ingin atau tidak. Tuhan sudah memilihkan istri untuk raja tidak percaya ini, kedaulatan tanganNya jelas nyata, mengatur tindakan manusia.

Ahasuerus tidak tahu kalau ratu Persia berikutnya adalah gadis Yahudi. Gadis ini mungkin lebih memilih di Yerusalem bersama bangsanya, tapi karena alasan tertentu orangtuanya menolak kembali saat Raja Sirus memberikan ijin 50 tahun lalu. Yahudi dipembuangan diijinkan untuk menetap, membuka usaha, dan hidup normal, dan hanya 50,000 orang yang kembali ke Israel dikesempatan itu.

Orantua wanita ini sudah mati dan pamannya, Mordekai yang membesarkannya. Alkitab berkata, “Mordekhai itu pengasuh Hadasa, yakni Ester, anak saudara ayahnya, sebab anak itu tidak beribu bapa lagi; gadis itu elok perawakannya dan cantik parasnya. Ketika ibu bapanya mati, ia diangkat sebagai anak oleh Mordekhai” ( Esth. 2:7). Dia seorang wanita yang indah, dan tidak mungkin lolos dari mata pelayan raja. “Setelah titah dan undang-undang raja tersiar dan banyak gadis dikumpulkan di dalam benteng Susan, di bawah pengawasan Hegai, maka Esterpun dibawa masuk ke dalam istana raja, di bawah pengawasan Hegai, penjaga para perempuan” (Esth. 2:8).

Mordekai memeriksa keadaan Ester setiap hari, karena dia penjaga pintu istana. Dia menyuruh Ester tidak memberitahukan kebangsaannya pada siapapun, mungkin berjaga atas perlakuan yang tidak baik yang dialami mereka ditempat mereka tinggal, diseluruh sejarah mereka, dan dia mentaatinya. Kemudian saat dia diperhadapkan dengan raja, dia tidak meminta apapun yang khusus untuk menarik hati raja, seperti yang dilakukan para gadis lain. Keindahan yang diberikan Tuhan dan keberadaan dirinya menarik hati raja. “Maka Ester dikasihi oleh baginda lebih dari pada semua perempuan lain, dan ia beroleh sayang dan kasih baginda lebih dari pada semua anak dara lain, sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti” (Esth. 2:17).

Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa Ester ingin menikah dengan Ahaswerus. Itu merupakan tawaran yang membanggakan, tapi Ester tahu sang raja bukan suami idamannya, terutama melihat apa yang terjadi dengan Vasti. Tapi bagaimana anda bisa berkata “tidak” pada pemerintahan seperti ini tanpa kehilangan kepala anda? Jadi begitulah ceritanya gadis Yahudi sederhana menjadi ratu kerajaan Persia. Itu cerita tak terkalahkan mengenai orang miskin jadi kaya dalam sejarah manusia.

Kronologi kitab ini menunjukan masalah muncul 5 tahun kemudian dan kita menemukan suatu krisis terhadap umat Tuhan. Orang sesat yang menyebabkan masalah ini pastilah Hitlernya PL. Dia jahat, anti Yahudi bernama Haman, merupakan keturunan Agag, Raja Amalek, yang dibiarkan hidup oleh Saul walau bertentangan dengan perintah Tuhan (1 Sam. 15:8, 9). Saat Ahaswerus menjadikan dia mentri utama, setiap orang diistana membungkuk padanya kecuali Mordekai. Dia membungkuk hanya pada Tuhan saja, dan itu membuat Haman murka. Dia bersumpah tidak hanya menghukum Haman, tapi menghilangkan semua orang Yahudi dikerajaan Persia, dan kebetulan, itu juga termasuk tanah Israel, karena mereka juga bagian dari kerajaan. Haman menemui raja untuk menyetujui rencananya dan dicap dengan cincin raja, hukum Media Persia yang tidak bisa ditarik kembali. Ini satu lagi keputusan terburu-buru dari Ahaswerus yang disesalinya kemudian.

“Setelah Mordekhai mengetahui segala yang terjadi itu, ia mengoyakkan pakaiannya, lalu memakai kain kabung dan abu, kemudian keluar berjalan di tengah-tengah kota, sambil melolong-lolong dengan nyaring dan pedih. Dengan demikian datanglah ia sampai ke depan pintu gerbang istana raja, karena seorangpun tidak boleh masuk pintu gerbang istana raja dengan berpakaian kain kabung. Di tiap-tiap daerah, ke mana titah dan undang-undang raja telah sampai, ada perkabungan yang besar di antara orang Yahudi disertai puasa dan ratap tangis; oleh banyak orang dibentangkan kain kabung dengan abu sebagai lapik tidurnya” (Esth. 4:1-3).

Aneh juga, doa tidak pernah secara spesifik disebutkan dalam kitab ini, seperti kata Tuhan juga tidak pernah disebut, tapi anda bisa yakin kalau orang Yahudi disini berdoa. Berpuasa disebutkan, dan biasanya didalam Alkitab menunjuk pada doa. Ratap tangis menunjukan suatu permohonan sangat pada Tuhan. Orang Yahudi ini terpisah dari tanah mereka karena pilihan mereka sendiri, diluar tanah berkat, terpisah dari tempat beribadah, dan mungkin inilah alasan kenapa kata Tuhan dan doa tidak secara langsung disebut. Tapi mereka berdoa, dan Tuhan mengawasi mereka, mengatur keadaan mereka untuk memuliakan namaNya. Dia melakukan hal yang sama pada kita walau kita tidak menyadarinya.

Disini kita akan menemukan tujuan dari penunjukan Tuhan. Pernyataan ini didapat melalui komunikasi antara Ester dan Mordekai. Ester mengirim pelayannya untuk mencari tahu kenapa Mordekai berduka. Mordekai mengirim jawaban, menjelaskan rencana jahat, yang Ester sendiri tidak tahu dan mendorongnya untuk menghadap raja. Ester langsung menjawab, mengingatkan Mordekai kalau tidak ada yang bisa menghadap raja tanpa diundang kecuali dia memang cari mati, dan saat itu raja sudah tidak mengundangnya selama sebulan penuh. Ada sedikit kemungkinan—jika raja melihat Ester dan mengulurkan tongkatnya, dia bisa masuk.

Mordekai kehilangan hal terbaik dari Tuhan dengan tidak kembali keIsrael, tapi pengertian rohaninya meningkat sejak itu. Dia mulai mengerti tentang anugrah Tuhan dan pemeliharaan ilahi, bisa mulai melihat kalau Tuhan bahkan bisa menggunakan kesulitan hidup untuk mencapai tujuanNya. Dia mengirim pesan pada Ester, “Jangan kira, karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi. Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu?” (Esth. 4:13, 14). Esther jelas tidak lebih aman dari orang Yehudi lainnya. Saat diketahui dia Yahudi, hidupnya juga terancam. Mordekai yakin kalau Tuhan akan menjaga umatNya. Mereka mungkin jauh dariNya, tapi Dia tidak akan membiarkan mereka binasa, karena itu akan bertentangan dengan janjiNya. Jika Dia tidak menggunakan Ester untuk menyelamatkan mereka, Dia akan menggunakan cara lain. Dia adalah Allah yang berdaulat.

Anda lihat, Mordekai menangkap kalau Tuhan mengijinkan mereka tetap di Persia, dan mungkin sekarang siap membalikan keputusan mereka untuk tinggal bagi kemuliaan DiriNya dan keselamatan orang Yahudi. “dan siapa tahu kamu menerima penghargaan disaat seperti ini.” Betapa gambaran yang luar biasa tentang kebesaran Tuhan kita. Dia tidak hanya mengatur keadaan hidup yang diluar control kita, tapi Dia bisa memperbaiki keputusan kita yang salah, dan juga dosa yang kita perbuat, dan menjadikan itu semua jadi baik kembali. Pemazmur berkata, “Sesungguhnya panas hati manusia akan menjadi syukur bagi-Mu” (Psa. 76:10). Jika Tuhan bisa membuat kemarahan manusia jadi pujian, Dia jelas bisa membuat dosa dan kekurangan kita untuk memujinya.

Itu tidak berarti kita harus hidup tidak peduli akan kehendak Tuhan, dan mengharapkan Dia memperbaiki kekacauan yang kita buat. Ada banyak kesedihan dan kepahitan sepanjang jalan, dan diharapkan banyak orang Kristen bisa bersaksi tentang hal itu. Akibat dosa kita sangat besar. Itu berarti saat kita menyerahkan hidup kita ditangan Kristus dan menyerahkan semuanya pada Dia, kita bisa yakin Dia memiliki rencana hebat untuk kita mulai saat itu seterusnya. Dia bisa menggunakan apapun yang terjadi atas kita dimasa lalu dan setiap keadaan yang kita alami sekarang untuk menjalankan rencana itu.

Tuhan memiliki rencana bagi anda, sekarang ini, dimana anda berada, siapapun anda, dimana anda tinggal, siapa yang anda nikahi, apa yang anda alami dimasa lalu, atau yang akan anda hadapi dimasa depan. Kenyataannya, Dia mengijinkan anda sampai saat ini dalam kehidupan anda untuk rencana yang pasti, “untuk saat seperti ini.” Dia memiliki hal yang spesifik untuk anda capai dalam situasi anda sekarang, dan Dia ingin anda mencari kesempatan saat ini.

Anda lihat, orang percaya merupakan bagian dari rencana Tuhan dibumi; mereka harus hidup sebagai orang yang memiliki tujuan. Tuhan tidak ingin kita mengeluh dan melarikan diri. Dia akan dimuliakan saat kita meminta kasih karuniaNya untuk menjadi seperti kehendakNya dan melakukan apa yang dikehendakiNya dalam keberadaan kita sekarang. Kita harus mengambil keuntungan dari kesempatan yang diberikanNya pada kita sekarang. Dia mungkin akan membuka lebih banyak kesempatan dimasa depan, jika itu sesuai dengan tujuanNya. Tanggung jawab kita adalah membiarkan Dia menggunakan kita dimana kita berada.

Esther berespon secara positif terhadap nasihat Modekai. Dia menjawab, “Pergilah, kumpulkanlah semua orang Yahudi yang terdapat di Susan dan berpuasalah untuk aku; janganlah makan dan janganlah minum tiga hari lamanya, baik waktu malam, baik waktu siang. Aku serta dayang-dayangkupun akan berpuasa demikian, dan kemudian aku akan masuk menghadap raja, sungguhpun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati.” (Esth. 4:16). Permintaannya untuk berpuasan menunjukan keyakinannya akan kuasa doa, terutama hubungan antar orang percaya dalam doa. Jika kita menghadapi cobaan, lebih bijak meminta dukungan doa dari orang Kristen lain. Kita tidak perlu mengumumkan kebobrokan yang anda atau gossip tentang orang dalam masalah ini. Hal yang paling penting adalah mengakui kalau kita membutuhkan sesuatu dan teman kita berdoa bersama kita.

Dengan doa mengelilingi dan menjaga kita, langkah berikutnya adalah menentukan hati kita kalau kita harus melakukan kehendak Tuhan dalam situasi itu, apapun harga dan akibatnya. “Aku akan menghadap raja,” tegas Ester, “dan jika aku mati, aku pasti mati.” Tuhan mungkin ingin kita menjalankan tugas yang tidak menyenangkan. Itu mungkin berupa berurusan dengan seseorang yang ingin kita hindari seperti Ester. Tapi jika kita tahu itu adalah kehendak Tuhan, kita harus melakukannya. Dan Tuhan akan menghargainya. Dia melakukannya pada Ester.

Tuhan bekerja secara misterius. Dia melakukan mujizat untuk menguatkan anda. Pertama, Dia menggerakan hati raja untuk mengulurkan tongkat, dan Ester mendekati tahta. Ester bicara dengan berani bukan dengan kemarahan. Dan daripada menyemburkan masalah, dia mengundang raja dan Haman untuk makan malam. Saat makan, dia kembali tidak mengatakan masalahnya, tapi kembali mengundang mereka makan. Bukannya dia ingin meluluhkan atau memanipulasi raja. Dia menggunakan hikmat, dan para istri bisa belajar dari Ester mengenai bagaimana cara bicara dan kapan bicaranya. Anugrah dan budi bahasa merupakan kunci pendekatannya.

Tuhan bekerja dalam cara yang luar biasa. Dimalam sebelumnya, raja tidak bisa tidur. Dia meminta catatan pemerintahannya dibacakan. Itulah yang bisa membuatnya tertidur kembali. Catatan itu adalah kisah percobaan pembunuhan atas dirinya yang diketahui Mordekai sehingga tidak terjadi, dan tindakan itu belum diberi penghargaan (Esth. 6:1-3). Peristiwa itu menjadi latar belakang hari berikutnya.

Pertama, Hama dipaksa menghormati keberanian Mordekai. Dan sudah waktunya pesta makan malam Ester yang kedua. Saat mereka makan raja bertanya, “Apakah permintaanmu, hai ratu Ester? Niscaya akan dikabulkan. Dan apakah keinginanmu? Sampai setengah kerajaan sekalipun akan dipenuhi,” Jawaban Ester luar biasa: “Ya raja, jikalau hamba mendapat kasih raja dan jikalau baik pada pemandangan raja, karuniakanlah kiranya kepada hamba nyawa hamba atas permintaan hamba, dan bangsa hamba atas keinginan hamba. Karena kami, hamba serta bangsa hamba, telah terjual untuk dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan. Jikalau seandainya kami hanya dijual sebagai budak laki-laki dan perempuan, niscaya hamba akan berdiam diri, tetapi malapetaka ini tiada taranya di antara bencana yang menimpa raja.” Raja sangat terkejut. “Siapakah orang itu dan di manakah dia yang hatinya mengandung niat akan berbuat demikian?” Dan Ester menunjuk Haman, yang sangat takut (Esth. 7:1-6).

Hasil dari pesta makan malam itu luar biasa. Haman digantung ditiang yang dibuat untuk Mordekai, dan Mordekai dipromosikan menjadi mentri pertama Persia. Dan perintah membunuh Yahudi tidak bisa ditarik, mereka diberi ijin untuk membela diri. Sekitar 75,000 musuh mereka dibantai dan umat Tuhan selamat. Itu suatu mujizat! Tuhan melakukan mujizat bagi mereka yang berjalan dalam rencanaNya, yang melihat keadaan mereka sebagai bagian dari penunjukanNya, dan yang hidup melakukan kehendakNya dimana dia berada.

Tapi ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan dari cerita ini, ini diingat sepanjang waktu. Baik Mordekai dan Ester begitu bersyukur pada Tuhan akan kasih setiaNya dan mengirim surat pada semua orang Yahudi untuk merayakannya selama 2 hari. Mereka menyebutnya pesta Purim, dari kata Pur, berarti, “undi” atau “dadu”. Haman membuang undi untuk menetukan hari kematian orang Yahudi (cf. Esth. 3:7; 9:24, 26). Tuhan membalikan itu menjadi hari kemenangan, dan mereka bersyukur padaNya atas pembebasan ini. Orang Yahudi masih merayakan pesta Purim sampai sekarang. Itu merupakan peringatan seterusnya bagi kasih setia Tuhan.

Tuhan sedang bekerja dalam hidup kita sejelas dan sepasti Ester. Keadaan kita mungkin tidak seperti kehendak kita. Tapi kita bersyukur pada Tuhan karena hal itu. Itu menyediakan Dia kesempatan menunjukan kasih dan pemeliharaanNya, dan itu menyediakan kita kesempatan memuliakan Dia. Marilah kita percaya kalau Dia akan mengatur keadaan itu untuk kebaikan, dan carilah selalu cara melayani Tuhan didalamnya.

Mari kita bicara

    1. Menurut anda kenapa Tuhan meletakan kitab Ester dalam Alkitab?

    2. Hitung kembali beberapa masalah yang anda hadapi dimasa lalu yang sekarang anda sadari Tuhan bekerja didalamnya untuk kebaikan.

    3. Apa hal disaat ini yang anda harap bisa berbeda? Kesempatan apa yang disediakan situasi itu untuk memuliakan Tuhan? Bagaimana anda bisa melayani Tuhan didalamnya?

    4. Bagaimana anda bisa saling menolong mengatasi situasi hidup?

    5. Apa yang anda pelajari dari hubungan Ahasuerus dan Esther yang akan menguntungkan hubungan anda dengan yang lain?

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

10. Hal Mustahil Terjadi— Kisah Zakaria dan Elizabeth

Hampir disetiap budaya dalam sejarah memiliki perbedaan kelas, dan budaya Yahudi pada masa Yesus juga demikian. Kelas yang lebih tinggi terdiri dari keturunan Harun, bertugas sebagai imam. Mereka ada sekitar 20,000 orang dsekitar Yerusalem saat itu, dan sayangnya mereka sombong, fanatic, terlalu puas diri, mementingkan diri sendiri, mereka hanya rohani dalam hal eksternal untuk mengesankan orang. Imam dalam perumpamaan orang Samaria yang baik merupakan salah satu contoh. Dia menganggap dirinya terlalu tinggi untuk menolong korban perampokan.

Tapi ada beberapa orang yang berbeda diantara mereka dan diantaranya seorang imam tua bernama Zakarias, yang berarti “Tuhang mengingat” Karena Hukum Musa menuntut seorang imam hanya menikahi seorang wanita yang bereputasi baik, maka Zakarias memilih anak perempuan seorang imam menjadi istrinya. Perempuan itu tidak hanya keturunan Harun, tapi dia membawa nama istri Harun yaitu Elisheba atau Elisabet, yang berarti “janji Tuhan” Nama mereka akan nyata benar pada masa tua mereka.

Kita pertama akan melihat, teladan ketaatan mereka, “Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat” (Luke 1:6). Hidup Zakaria dan Elizabeth menyenangkan Tuhan. Mereka berserah pada kehendak Tuhan dan taat pada Firman Tuhan. Dan mereka melakukan itu “dihadapan Tuhan,” yaitu hanya meninggikan Tuhan saja tanpa memamerkannya dihadapan orang lain. Disitulah mereka berbeda dari sebagian besar kaum mereka. Mereka bahkan tidak peduli hal yang bisa mereka dapat dari status mereka. Mereka hidup didesa kecil diperbukitan selatan Yerusalem, sementara imam lainnya tinggal didaerah elit dikota. Kesederhanaan mereka bukanlah untuk pamer, itu hasil dari hubungan dengan Tuhan. Mereka lebih peduli terhadap apa yang dipikirkan Tuhan daripada manusia. Dan itu merupakan dasar penting untuk membangun hubungan perkawinan yang baik. Kualitas perjalanan kita dengan Tuhan menentukan kemampuan kita berjalan dalam harmoni dengan pasangan kita. Dan perjalanan dengan Dia hanya bertumbuh saat kita ingin menyenangkan Dia daripada mengesankan manusia.

Itu bukan berarti bahwa Zakarias dan Elizabeth tidak ada masalah sama sekali. Walau banyak masalah kita datang dari dosa kita, Tuhan bisa mengijinkan beberapa masalah untuk memasuki hidup kita yang bertujuan untuk menolong kita bertumbuh. Dia ingin hal itu ada, dan tidak ada ketaatan yang bisa membawa kekebalan pada mereka. Zakaria dan Elizabeth seperti itu, dan masalah yang mereka hadapi sangat besar. “Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya.” (Luke 1:7). Sulit bagi kita untuk membayangkan stigma yang melekat kalau tidak mempunyai anak. Sebagian besar Imam Yahudi berpendapat bahwa hal itu merupakan bukti Tuhan tidak berkenan. Walau Zakaria dan Elizabeth bisa benar dihadapan Tuhan, sebagian teman mereka mencurigai mereka melakukan dosa tersembunyi yang serius. Dan tidak ada cara menghapus aib itu. Perkataan “lanjut umurnya” berarti umur 60 tahun, kemungkinan melahirkan sudah kecil. Situasinya tidak ada harapan.

Zacharias bisa melepaskan diri dengan menceraikan Elizabeth. Dalam masyarakat mereka, kemandulan sudah jadi alasan umum untuk perceraian. Zakaria bisa menyingkirkannya, menikahi wanita muda, mendapatkan anak dari istri barunya, dan menyingkirkan kutuk atas dirinya. Itu merupakan jalur yang biasa dilakukan banyak pria. Tapi tidak Zakaria. Sebaliknya dia berdoa (cf. Luke 1:13). Dia menyerahkan situasi itu pada seseorang yang bisa melakukan sesuatu terhadap hal ini. Dan walau saya tidak bisa membuktikannya, saya bisa membayangkan dia berdoa tentang hal itu bersama dengan Elizabeth, dan melaluinya melayani kebutuhan rohani Alizabeth. Dia juga pria yang berpegang pada Firman, seperti yang kemudian dikatakan “Benediktus” (cf. Luke 1:67-79). Jadi Zakarias mungkin berbagi dengan istrinya bagian PL yang bisa menghibur Elizabeth dan mendorongnya dalam permohonan.

Itulah tanggung jawab suami sebagai pemimpin rohani dalam pernikahannya. Waktu yang singkat pengenalannya akan Tuhan pada awalnya menghalangi dia memenuhi perannya secara efektif, tapi saat dia bertumbuh dalam pengertian Firman, dia lebih nyaman mendorong istrinya melalui Firman. Istri terlalu sering menyeret suami jadi rohani; dia merayu, memohon, dan mengganggunya setiap sang suami segan mengambil langkah pertumbuhan iman. Tuhan tidak ingin setiap kita mencoba menyeret orang lain jadi rohani, tapi dia ingin para suami ada didepan, mengambil kepemimpinan rohani dan melayani para istri dan anak tentang Kristus.

Setelah Zakaria mengakui masalahnya pada Tuhan, dia meneruskan tugas yang telah Tuhan berikan padanya. Dia tidak berhenti berdoa dan mogok karena situasinya tidak ada harapan. Dan kita juga seharusnya begitu. Tuhan kita adalah Tuhan yang bisa merubah hal itu! Dia senang melakukan hal yang tidak mungkin bagi kita saat Dia tahu kita akan memuliakanNya. Lebih mudah berhenti dan melarikan diri dari keadaan, tapi itu umumnya menumpuk masalah. Tuhan ingin kita menghadapi kesulitan kita padaNya dalam doa, cari Firmannya bersama untuk penghiburan dan arahan, dan kemudian sabar menunggu karyaNya.

Hal berikut adalah hari yang paling diingat mereka. Hari itu dimulai dengan semangat oleh Zakaria. “Pada suatu kali, waktu tiba giliran rombongannya, Zakharia melakukan tugas keimaman di hadapan Tuhan. Sebab ketika diundi, sebagaimana lazimnya, untuk menentukan imam yang bertugas, dialah yang ditunjuk untuk masuk ke dalam Bait Suci dan membakar ukupan di situ” (Luke 1:8, 9). Saat itu gilirannya melayani sebagai imam. Imam dibagi kedalam 24 bagian oleh Raja Daud, dan kaum Abijah merupakan kaum Zakaria, diurutan 8. Setiap bagian akan dipanggil untuk melayani dalam bait hanya 2 kali selama setahun, setiap kesempatan lamanya 1 minggu. Dengan hampir seribu imam setiap bagian, menjadikan tugas masuk keruang maha suci dan menyalakan ukupan suatu pengalaman seumur hidup. Hari itu merupakan giliran Zakaria.

Pertama dia akan menunjuk 2 temannya untuk membantunya. Seorang akan membersihkan abu dari korban malam sebelumnya. Kemudian orang kedua akan masuk dan meletakan bara baru dialtar. Akhirnya, Zakaria masuk ketempat kudus sendirian, mengenakan jubah emas, dan saat diberi tanda menyebarkan ukupan diatas bara. Saat ukupan terbakar dan wewangian naik dari altar, doa penyembah diluar akan menaikan pujian pada Tuhan (cf. Luke 1:10). Itu merupakan simbolik pengalaman memuji yang indah.

Ritual selesai sekarang dan sudah saatnya meninggalkan Tempat Maha Kudus. Tiba-tiba malaikan Tuhan menampakan diri pada Zakaria, berdiri disebelah kanan altar. Kunjungan pribadi malaikan Tuhan jarang sekali dialami dalam sejarah manusia. Dan seperti anda bayangkan, itu suatu pengalaman mengerikan. Tapi malaikan langsung bicara: “Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu” (Luke 1:13, 14). Tuhan bisa melakukan hal yang tidak mungkin, dan itulah yang dilakukanNya saat menjanjikan sesuatu pada Zakaria dan Elizabeth. Dia akan menjadi pendahulu Mesias yang dijanjikan oleh nabi Maleaki (Luke 1:15-17; cf. Mal. 3:1; 4:5, 6).

Semua ini terlalu besar untuk ditangkap Zakaria. Dia sudah berdoa untuk mendapatkan anak, tapi harus mengakui kalau imannya melemah. Sekarang Firman dari Tuhan—terlalu bagus untuk dipercaya. Sebelum dia mendapat kesempatan untuk menyatukan pikirannya, dia sudah menyembur, “Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya” (Luke 1:18). Zakaria adalah orang yang didalam Tuhan, tapi dia seorang manusia, dan dia memiliki kelemahan manusia. Tuhan mengerti kelemahan seperti ini, yaitu iman yang melemah. Dia tidak senang dengan itu, tapi Dia mengerti, dan Dia mendorong dan menguatkan iman itu. Itulah salah satu alasan dia memberikan FirmanNya, dan alasan kenapa Dia memasukan peristiwa sejarah ini dalam FirmanNya. Firman Tuhan menimbulkan iman saat kita merenungkannya dan melakukannya dalam hidup kita. “jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rom. 10:17).

Zakaria mengenal PL. Dia mengetahui bagaimana Tuhan telah memberikan seorang anak pada Sarah dimasa tuannya. Tapi dia tidak berpikir kalau hal itu bisa terjadi padanya. Bahkan pria yang berpegang pada Firman bisa gagal mengerti hal ini. Tapi Tuhan melakukan kemurahan pada Zakarias untuk menolong dia percaya. Dia memberikannya suatu tanda. “Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya” (Luke 1:20). Tidak menyenangkan kehilangan suara, dan pendengarannya, dan dia mengalaminya (cf. Luke 1:62). Tapi menurut saya Zakarias tidak terlalu memikirkannya. Ketidakmampuannya bicara dan mendengar merupakan peneguhan Tuhan atas FirmanNya, dan itu bertujuan untuk menguatkan imannya terhadap janji Tuhan.

Saat Zakaria keluar dari tempat Maha Kudus, dia jadi orang yang berbeda. Dia sudah lama jadi manusia dalam Tuhan, tapi pertemuannya dengan malaikat Gabriel menimbulkan kesadaran baru akan kebesaran Tuhan, kepekaan baru akan ketidaklayakannya, dan iman yang kuat. Saat tugas seminggunnya selesai, dia buru-buru pulang dan membagikannya dengan Elizabeth setiap detil hari itu, dan mereka bersukacita bersama dalam anugrah Tuhan.

“Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri” (Luke 1:24). Mengandung itu sendiri suatu mujizat. Hal yang tidak mungkin terjadi! Dan Tuhan tetap sama selamanya (cf. Mal. 3:6; Josh. 1:17). Dia bisa menyelesaikan masalah kita, dan Dia menaruh kisah ini dalam Firman untuk membuktikannya dan menguatkan iman kita.

Pengatahuan akan mujizat ini menguatkan iman Maria. Tuhan mengatakan kalau dia akan mengandung seorang anak tanpa hubungan dengan seorang pria. Itu sulit dipercaya. Tapi mendengar pesan malaikat padanya: “Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil!” (Luke 1:36, 37). Dan terhadap berita luar biasa ini, Maria menjawab, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luke 1:38).

Sebagian orang akan protes, “Tapi anda tidak mengerti. Situasi saya benar-benar tidak memungkinkan.” “Suami saya tidak pernah berubah.” Istri saya tidak pernah belajar.” “Kita tidak pernah keluar dari hutang.” “Saya tidak akan bisa baik lagi.” “Kekasih saya yang belum percaya tidak akan mengenal Kristus.” “Pekerjaan ini tidak pernah berkembang.” Dengar Firman Tuhan: “Karena bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.. Taati Dia. Kemudian terus berjalan..

Peristiwa besar berikutnya, dalam hidup pasanagan ini adalah mendapat kunjungan Maria, sepupu muda Elizabeth dari Nazareth, dan melalui kunjungan itu kita mendapat pengertian tentang karakter Elizabeth. Saat itu kandungannya sudah 6 bulan, dan saat Maria menyapanya, bayi dalam kandungannya melompak seperti diarahkan Roh Kudus untuk menyalami Anak Allah. Kemudian, diiluminasikan oleh Roh yang sama, dia menyatakan perkataan ini: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luke 1:42, 43).

Perkataannya tidak umum dengan beberapa alasan. Satu, itu menunjukan dia mengerti siapa anak yang dikandung Maria. Dia menyebut Maria “ibu dari Tuhanku.” “Tuhanku” adalah sebutan mesias yang diambil dari Psalm 110:1: “Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku ....” Dia mengakuinya melalui pernyataan ilahi bahwa Maria akan melahirkan Mesias, Anak Allah. Tapi yang lebih luar biasa lagi prilakunya terhadap Maria. Walau dia tahu dirinya juga diberi kehormatan oleh Tuhan, dia sadar kalau Maria lebih diberi kehormatan; kenyataannya, lebih diberi kehormatan dari semua wanita dibumi. Dia bahkan tidak merasa layak dikunjungi Maria. Kerendahan hati seperti itu merupakan kualitas yang jarang. Dan walau dia lebih tua dari Maria dan memiliki hak untuk bertanya, “Tuhan, kenapa tidak memilih aku?” tidak ada catatan rasa iri atau mementingkan diri sendiri dalam rohnya. Kita mengerti kenapa Tuhan memberkatinya sangat limpah.

Iri hati merupakan emosi yang merusak. Itu menggerogoti jiwa kita, menciptakan suasana bermusuhan dalam rumah kita, dan menghancurkan hubungan kita dengan teman kita. Tapi tidak ada iri hari dalam hidup orang yang percaya dan berharap pada Tuhan, seperti Elizabeth. Jika kita percaya bahwa Tuhan melakukan yang terbaik dalam hidup kita, dan jika kita berharap Dia mengatasi masalah yang tidak mungkin menurut waktu dan caraNya, bagaimana kita bisa iri pada orang lain? Kita tahu bahwa kita adalah alat yang tidak layak yang dipilih Tuhan untuk memenuhi tujuannya bagi kita. Kita tahu bahwa Dia sedang berkarya dalam hidup kita untuk mencapai tujuanNya, dan tidak ada panggilan yang lebih tinggi dari melakukan kehendakNya. Keyakinan itu memberi kita kepuasan dalam diri, dan kepuasan menghilangkan iri hati. Belajar untuk percaya kalau Tuhan akan menghilangkan iri hati dari hidup kita.

Hal terakhir yang kita lihat dari hidup Zakaria dan Elizabeth adalah anak mujizat mereka. Saya yakin mereka menuangkan PL selama bulan-bulan kehamilan Elizabeth, membaca setiap bagian yang bisa memberikan mereka hal tentang Mesias dan pendahulunya. Bangsa ini sudah menantikan hal ini selama berabad-abad, dan Tuhan telah memilih pasangan ini untuk peristiwa itu. Perasaan mereka meluap setiap hari, sampai “genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki” (Luke 1:57).

Seperti kebiasaan masa itu, saudara dan tetangga mereka berkumpul bersukacita atas peristiwa luar biasa ini, dan itu berlangsung 8 hari, sampai saat anak mereka disunat, mereka mencoba menamainya Zakaria sesuai nama ayahnya. Tapi Elizabeth protes, “Jangan, ia harus dinamai Yohanes” (Luke 1:60). Kenapa Yohanes? Ini belum pernah didengar. Tidak ada yang bernama seperti itu dalam keluarga mereka. Mungkin ini hanya canda Elizabeth. Mereka lebih baik bertanya kepada Zakaria. “Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: Namanya adalah Yohanes. Dan merekapun heran semuanya. Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah” (Luke 1:62-64).

Yohanes berarti “Tuhan yang Pemurah.” Dan Dia begitu murah hati pada mereka. Mereka hanya meminta anak untuk meneruskan nama keluarga mereka serta keimaman mereka. Tuhan memberikan mereka pendahulu Mesias, anak yang atasnya tangan Tuhan nyata sejak awal hidupnya, seorang manusia yang Yesus Kristus sebut sebagai yang terbesar diantara manusia (cf. Matt. 11:11). Tuhan tidak selalu memberi sesuai permintaan kita, dan jelas tidak menurut kelayakan kita. Dia memberi menurut kekayaan kasih karuniaNya. Dia melakukannya “melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan” (Eph. 3:20). Dan dia senang melakukannya pada orang yang percaya dan taat padaNya, bahkan dalam situasi yang tidak memungkinkan.

Keagungan kasih karunia Tuhan membuat Zakaria menaikan lagu pujian pada Tuhan, Dia dipenuhi dengan Roh Kudus dan berkata, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, --seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus-- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita” (Luke 1:68-73). Sumpah yang diberikan Tuhan pada Abraham menunjuk pada Perjanjian dengan Abraham dimana Tuhan berjanji memberkati keturunan Abraham dan melalui mereka Dia memberkati seluruh bumi. Sebagian besar Yahudi mulai berpikir kalau Tuhan sudah melupakan janjiNya, dimana situasi bangsa mereka tidak ada harapan. Tapi Zakaria dan Elizabeth tidak berpikir seperti itu. Nama mereka berdua merupakan pengingat bahwa “Yehova ingat akan janjiNya.” Dan pengalaman luar biasa mereka membuktikan kebenaran itu. Tuhan tidak hanya ingat akan janjiNya, Dia memenuhinya!

Mungkin anda pikir Tuhan telah melupakan anda melihat situasi anda yang tidak ada harapan. Tidak. Dia bisa melakukan hal yang tidak mungkin setiap hari pada setiap orang, dan anda mungkin yang berikutnya. Jadi jangan marah-marah karena beban itu. Percayalah. Tetap setia hidup bagiNya dan dengan sabar menantikan karyaNya, seperti Zakaria dan Elizabeth. Walau nama mereka tidak disebut lagi setelah kelahiran Yohanes, mereka sudah meninggalkan kita warisan iman atas janji Tuhan, Tuhan atas hal-hal yang tidak mungkin.

Mari Kita Bicara

    1. Zacharias dan Elizabeth “benar dihadapan Tuhan.” Apa yang menghalangi anda mengaplikasikan pernyataan itu dalam hidup anda? Apakah anda berjanji dengan Tuhan untuk berhasil melakukannya?

    2. Menurut anda kenapa sangat sedikit suami Kristen yang mengambil kepemimpinan rohani dalam keluarga? Bagaimana seorang istri mendukung suami terhadap hal ini tanpa mengganggu?

    3. Apakah anda menemukan iri hari dalam hidup anda? Jika demikian, coba hitung hal tertentu yang Tuhan lakukan pada anda.

    4. Janji Tuhan apa yang sulit anda percaya? Ingatlah itu, renungkan, dan minta hal itu dari Tuhan.

    5. Apakah ada situasi dalam hidup anda yang kelihatannya tidak mungkin? Serahkan itu pada Tuhan dan doakan bersama serta minta kesabaran untuk menghidupinya sampai Dia mengubahnya.

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

11. Apakah Engkau Mempercayaiku?— Kisah Yusuf dan Maria

Nazareth merupakan kota kecil yang indah terletak dalam lembah didataran subur Esdraelon. Kotanya terdiri dari beberapa rumah batu putih yang kecil, sebuah sinagoge dibangun dibukit tertinggi, dan sebuah pasar dijalan masuk desa. Saat era PB dimulai, populasinya lebih dari 1.000 orang, kebanyakan petani, tapi ada juga beberapa pengrajin yang tokonya bisa ditemukan dalam pasar—tukang pot, tukang anyam, tukang besi, dan tukang kayu. Peristiwa paling bersejarah dalam sejarah manusia melibatkan orang-orang yang berhubungan dengan toko kayu di Nazaret.

Tukang kayu itu sendiri, pria yang kuat bernama Yusuf, sedang bertunangan dengan gadis bernama Maria, mungkin masih remaja. Dia seorang gadis yang mendapat anugrah yang besar (“yang dikaruniai,” Luke 1:28). Dia juga orang berdosa seperti kita semua, dan dia mengakui ketidaklayakannya dan butuh keselamatan dari Tuhan (cf. Luke 1:47, 48). Tapi dia berespon secara antusias terhadap tawaran pengampunanNya dan setiap hari bertumbuh dalam anugrah. Dia dikaruniai Tuhan dengan sangat. Dan dia hidup dengan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Tuhan bersama dengan dia (Luke 1:28). Dia menikmati waktu-waktu persekutuan dengan Tuhan.

Selain pengenalannya yang dalam dengan Tuhan, tetap pertemuan dengan malaikan merupakan pengalaman yang mengejutkan, dan Gabriel berkata: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (Luke 1:30-33). Dia bertanya pada malaikat : “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (Luke 1:34). Dan Gabriel menjelaskan fenomena supranatural yang akan terjadi. “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (Luke 1:35). Itu suatu yang luar biasa, keajaiban yang tiada tanding dalam sejarah manusia, tapi itu hanya bisa terjadi melalui kuasa supernatural dari Tuhan, dan kehamilah Elizabeth yang ajaib dinyatakan dengan pemunculan malaikat. Sekarang keputusan ada pada Maria: keputusan untuk menolak kehendak Tuhan, atau menjadi pelayan yang menyerahkan diri sehingga melaluinya Tuhan bisa menjalankan rencanaNya. Dan keputusan ini berdasar atas kepercayaan. Seperti yang dinyatakan cerita, kita melihat kalau Maria percaya pada Tuhan.

“Betapa suatu kehormatan,” kata anda, “dipilih sebagai ibu dari Mesias. Bagaimana dia bisa menolaknya?” Tunggu sebentar. Anda mengatakan itu karena anda sudah tahu akhir ceritanya, tapi coba meletakan diri anda ditempat Maria. Apakah anda kira orang akan percaya kalau anak ini dikandung dari Roh Kudus? Tidakkah anda pikir orang bisa mengira Maria sedang menutupi petualangannya dengan seorang prajurit Roma? Tempat pemerintahan Roma hanya 4 mil keutara Nazaret di Sepphoris, dan prajurit Roma sering terlihat dijalan Nazaret. Apakah anda tidak berpikir kalau orang lain bisa mencurigai Maria dan Yusuf sudah berhubungan terlalu jauh dan tidak mentaati hukum Tuhan? Dan, apakah tidak ada kemungkinan kalau Maria akan dilempar batu sampai mati karena perzinahan?

Dan bagaimana dengan Yusuf? Dia tahu kalau dia tidak bertanggung jawab atas kondisi Maria. Apa yang harus dikatakannya? Apakah dia tetap mau menikahinya? Apakah Maria mau merelakannya jika dia melakukannya? Dan bagaimana dengan anak itu? Bukankah dia nantinya membawa stigma anak haram diseluruh hidupnya? Dalam waktu yang singkat dengan malaikat, semua mimpi Maria dimasa depan lewat dipikirannya, dan dia melihat semuanya hancur.

Sebuah pertanyaan dalam diri Maria: “Bisakah saya percaya Tuhan mengatasi setiap masalah yang saya hadapi jika saya menyerahkan diri kepada kehendakNya?” Maria telah menikmati kasih karunia Tuhan yang berlimpah. Dia telah menyatakannya dalam hubungan pribadinya dengan Tuhannya. Tapi sekarang Dia memintanya menghadapi pertanyaan terbesar dalam hidup sebagai orang percaya untuk berjalan dalam hubungan denganNya: “Maria, apakah engkau mempercayaiku?”

Maria seorang wanita yang perenung. Dua kali dikatakan dia menyimpan dan merenungkannya dalam hati (cf. Luke 2:19, 51). Tapi dia tidak butuh waktu lama untuk memutuskan hal ini. Dia langsung menjawab, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luke 1:38). Keputusan yang diambilnya adalah tunduk pada kehendak Tuhan dan mempercayakan semua akibat padaNya. Tunduk pada kehendak Tuhan hampir selalu berisiko. Tapi Tuhan berjanji akan mengerjakan semua hal untuk kebaikan, dan kita tidak ada pilihan lain selain percaya jika kita ingin menikmati kedamaian dan kuasaNya.

Keinginan untuk taat pada Tuhan dan percaya padaNya dengan semua akibatnya merupakan betu dasar pernikahan. Setiap pria yang mengabaikan istrinya dan berkumpul dengan temannya, mengejar gaya terbaru, atau memainkan akusisinya yang terbaru. Tapi Tuhan menghendaki suami Kristen untuk meletakan istri diatas semuanya kecuali Kristus dan mengasihinya seperti kasih Kristus pada gererja, mempercayakanNya untuk membuat konsekuansinya lebih memuaskan daripada hobi atau rekreasi apapun. Suasana hati wanita bisa terasa seharian, tapi Tuhan menginginkan istri Kristen untuk tunduk pada suaminya, percaya kalau Tuhan akan memperkaya pernikahannya dan memenuhi hidupnya melaluinya. Tuhan mungkin menanyakan hal yang sama seperti Maria: “Apakah engkau mempercayaiku?”

Percaya pada Tuhan hanyalah permulaan dari pernikahan yang baik. Harus ada kepercayaan diantara mereka, dan tidak ada pria yang diminta mempercayai gadis yang dinikahinya lebih daripada pria dalam kisah ini. Kita kemudian melihat, kepercayaan Yusuf pada Maria. Urutannya disini tidak jelas. Apakah Yusuf sudah tahu atau tidak kehamilan Maria sebelum Maria pergi ke Elizabeth diYudea, tidak terlalu jelas. Tapi setelah Maria kembali 3 bulan kemudia, rahasia ini tidak bisa disembunyikan lagi (cf. Luke 1:56 and Matt. 1:18). Apakah Maria mengatakan pada Yusuf tentang kehamilan ajaib ini? Apakah Yusuf sulit mempercayai cerita Maria walau dia mengasihinya ? atau apakah dia sudah menerimanya? Apakah keputusannya untuk memutuskan pertunangan karena meragukan perkataan Maria, atau apakah karena dia melihat dirinya tidak layak menikahi ibu dari Mesias, atau apakah karena dia pikir Maria harus membesarkan anak dalam Bait? Motivasinya tidak pasti.

Tapi ada satu hal yang pasti. Ada konflik yang berkecamuk dalam jiwa Yusuf, apakah dia mempercayai cerita Maria atau tidak, orang lain dipastikan tidak percaya, dan dia akan hidup dengan gossip tentang istrinya yang tidak setia seumur hidup. Tapi Yusuf pria yang ada dalam Tuhan dan murah hati. Apapun yang diputuskannya akan mencerminkan hikmat dari Tuhan dan pertimbangan atas diri Maria. Dan walau hatinya pecah, dia diam-diam ingin memutuskan hubungan dan menghindarkan Maria dari dipermalukan masyarakat (Matt. 1:19). Setidaknya dia terbuka terhadap arahan Tuhan, dan saat malaikan muncul dia masih sedang memikirkan arah tindakannya, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Matt. 1:20, 21). Ingat malaikat ini lain dari yang muncul didepan Maria, muncul dalam mimpi. Apakah itu suatu mimpi yang didapat dari harapan atau itu benar-benar pesan dari Tuhan? Bagi kita jelas pesan dari Tuhan, karena Alkitab mengatakan itu. Tapi Yusuf tidak mengetahui hal itu. Pertama kali mungkin dia meragukannya. Tapi kepastian yang berkembang mulai menyadarkan dirinya dan kepercayaan memperkukuh pencarian jiwanya. Masalahnya selesai—tidak penting apa kata lidah; Yusuf percaya! “Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus” (Matt. 1:24, 25). Itu mungkin suatu tindakan percaya terbesar antara pria dan wanita.

Kenyataannya memang, setiap pernikahan adalah hubungan saling percaya. Saat kita berdiri dialtar dan mendengar pasangan kita berjanji setia, kita percaya, Saat kita mendengar janji pasangan kita untuk mengasihi kita disaat baik maupun buruk sampai kematian memisahkan kita, kita percaya. Dan karena kita percaya, kita membuat janji yang sama sebagai balasannya dan menyerahkan diri kita untuk hubungan seumur hidup. Saling percaya merupakan batu dasar lainnya dalam pernikahan, dan itu harus bertumbuh dalam waktu.

Percaya berarti mampu menyatakan pada pasangan kita pemikiran dan perasaan kita terdalam, percaya mereka tidak akan berkhianat, percaya mereka akan mengasihi dan menerimanya, karena kejujuran kita. Percaya adalah perasaan tanpa marah atau iri hati saat kita melihat pasangan kita bicara dengan orang lain yang berlawanan jenis. Percaya berarti mempercayai pasangan kita saat mereka mengatakan dari mana atau saat mereka menjelaskan maksud dari perkataan mereka sebelumnya.

Percaya meletakan kita diatas belas kasihan suami atau istri. Itu benar-benar membuat kita rentan, dan kita bisa disakiti dalam keadaan ini! Saat kita benar-benar percaya pada seseorang dan kemudian mengetahui sudah dicurangi, itu membuat kita merasa bodoh dan dipermalukan. Tapi pilihan apa lagi yang kita miliki? Tanpa kepercayaan kita tidak punya hubungan. Jadi minta Tuhan anugrah untuk tetap saling percaya, dan kita percaya Tuhan akan menggunakan kepercayaan kita untuk membuat pasangan kita lebih bisa dipercaya jika diperlukan. Anda bisa lihat, tidak hanya Tuhan yang menanyakan itu, tapi juga pasangan kita, “Apakah engkau mempercayaiku?”

Malaikat Tuhan muncul dihadapan Yusuf dua kali lagi, dan pemunculan itu menunjukan elemen percaya dalam kisah kelahiran ini—Kepercayaan Maria terhadap Yusuf. Yusuf dan Maria telah menyelesaikan perjalanan keBetlehem, dan ujian melahirkan dikandang sekaran sudah sejarah. Hari kedelapan setelah kelahiran Yesus, mereka menyunatNya sesuai hukum. Empat puluh hari setelah kelahiranNya, Maria memberi korban penyucian diBait. Setelah itu kelihatannya mereka menetap di Betlehem, mungkin merencanakan rumah baru mereka. Beberapa waktu sebelum kedatangan orang majus dari Persia untuk menyembah raja yang baru lahir; dan mereka menemukannya dalam rumah, bukan dipalungan seperti kebanyakan cerita kelahiran Yesus dimainkan (Matt. 2:11).

Orang Majus berhenti diYeursalem dan untuk mencari dimana Mesias sudah dilahirkan, dan itu membuat Raja Herodes waspada akan potensi ancaman terhadap tahtanya. Atas kejadian itulah pesan dari malaikat Tuhan datang keYusuf dalam mimpi: “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia” (Matt. 2:13). Walau saat itu masih malam, Yusuf mengumpulkan barang milik mereka, mengantar Maria dan Yesus pergi keMesir, dan menetap disana sampai kematian Herodes. Ini tidak ada artinya. Maria merupakan figure utama dalam kisah Natal, tapi Yusuf yang mendapat perintah Tuhan. Yusuf adalah kepala keluarga, dan dia diperintahkan untuk melindungi Yesus dari kemarahan Herodes. Maria mempercayai keputusannya.

Tolong, ini bukan liburan kedaerah selatan. Ini merupakan perjalanan sejauh 200 mil dengan kaki atau keledai, melewati gunung, belantara, dan padang dengan seorang bayi dibawa 2 tahun. Kebanyakan ibu bisa menerima ketidaknyamanan yang ada. Saya ragu apakah Maria benar-benar ingin pergi. Jika mereka pergi dari Betlehem, kenapa tidak keNazaret? Bukankah mereka aman disana? Tapi tidak ada indikasi dalam Alkitab kalau Maria meragukan keputusan Yusuf. Dan itu terjadi lagi. Setelah Herodes meninggal, malaikat bicara pada Yusuf diMesir: “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya dan berangkatlah ke tanah Israel, karena mereka yang hendak membunuh Anak itu, sudah mati.” (Matt. 2:20). Sekali lagi, Yusuf langsung taat; dan sekali lagi, Maria percaya kalau Yusuf melakukan hal yang benar.

Seperti yang telah kita lihat dalam hidup Abraham dan Sarah, ketaatan istri berarti percaya Tuhan bekerja melalui suaminya melakukan apa yang terbaik baginya. Dan itu termasuk percaya pada keputusannya. Tapi itu tidak begitu sulit kalau istri mengetahui suaminya bertindak untuk kebaikannya dan mentaati arahan Tuhan, seperti Yusuf. Terlihat bahwa Yusuf ingin kembali keBetlehem, tapi takut karena mendengar anak Herodes memerintah menggantikannya. Sekali lagi Tuhan memberikannya arahan, dan dia kembali keNazaret dimana orangtua Maria tinggal (Matt. 2:22, 23). Yusuf membuat keputusannya selaras dengan kehendak Tuhan.

Para pria, kita tidak punya hak meminta istri kita untuk tunduk saat kita semaunya menyatakan pendapat sendiri, menyatakan keinginan egois kita, atau melakukan apa yang baik untuk kita sendiri. Tapi saat kita memiliki kejelasan arah dari Tuhan kalau itu terbaik untuk semua maka kita bisa membagikan semuanya pada istri kita, dan mereka akan tunduk tanpa keraguan. Kita memiliki tanggung jawab mengarahkan mereka kejalur yang Tuhan pilih, bukan kita. Kita harus belajar bertanya pada Tuhan tentang setiap keputusan kita, memberi waktu dalam doa meminta hikmatNya, mencari dalam FirmanNya, prinsip yang bisa membimbing kita, dan menanti kepastian kedamaianNya. Dan jika ada keraguan melakukan kehendak Tuhan, lebih memilih keinginan kita, Dia akan melindungi kita agar tidak membuat keputusan menyakitkan yang akan membawa ketidakbahagiaan dalam keluarga. Kalau itu terjadi maka istri akan dengan bebas mengikuti kepemimpinan kita dengan kepercayaan. Percaya bukan respon yang mudah dan otomatis. Itu butuh dikembangkan, terutama dengan mereka yang dilukai sangat dalam. Kita bisa menolong orang lain membangun kepercayaan yang kuat dalam kita melalui komitmen kita pada kehendak Tuhan. Saat mereka melihat kita berserah padaNya, mereka bisa mempercayai kita.

Mari kita bicara

    1. Coba letakan diri anda ditempat Maria, menghadapi kehamilah ajaib dengan semua akibatnya. Apa yang anda rasakan?

    2. Apakah dalam hidup anda sudah memberikan masa depan dan mimpi anda untuk digunakan sesukaNya? Apakah anda perlu meneguhkan kembali keputusan itu?

    3. Apakah ada bagian dalam hidup anda yang tidak diserahkan pada Tuhan karena takut akan akibatnya? Maukah anda menyerahkan itu padaNya dan minta Dia menolong anda percaya padaNya?

    4. Coba letakan diri anda ditempat Yusuf, menghadapi pernikahan dengan gadis yang mengandung bayi yang katanya dikandung oleh Roh Kudus. Apa perasaan anda?

    5. Biasakah anda memikirkan bagian yang tidak saling percaya dalam hubungan anda dengan orang lain? Bagikan itu dengan mereka secara jujur,tapi baik. Apakah anda merasa bersalah menghianati kepercayaan pasangan anda? Apa yang bisa anda lakukan untuk meningkatkan saling percaya?

    6. Bagi suami: apakah anda pernah merasa bersalah menyatakan pendapat sendiri dan berharap istri tunduk? Apakah anda sudah belajar bertanya pada Tuhan tentang semua keputusan anda?

    7. Apakah anda membantu yang lain membangun kepercayaan yang lebih kuat terhadap anda melalui penyerahan yang lebih kuat pada kehendak Tuhan? Bagaimana anda meningkatkan hal itu?

Biblical Topics: 
Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

12. Jujurlah— Kisah Ananias dan Safira

“Kami saling mencintai, dan itulah yang penting,” kata pasangan yang sedang jatuh cinta setelah kawin. Tapi mereka menemukan kalau hal itu tidak pernah seperti itu. Tidak ada pasangan Kristen yang berdiri sendiri. Mereka bagian dari unit yang lebih besar disebut Tubuh Kristus (Eph. 1:22, 23), pemilik rumah yang beriman (Gal. 6:10), Rumah Tuhan (Eph. 2:19). Keluarga Tuhan lebih luas dari satu keluarga, dan kita akan belajar kalau hubungan kita terhadap keluarga rohani yang lebih besar ini mempengaruhi hubungan kita dengan suami atau istri. Hal ini tidak pernah lebih jelas dari kisah Ananias dan Saphira.

Mereka hidup dimasa gereja mengalami kemurnian dan kuasa terbesarnya. Pertama, kita melihat keadaaan gereja dalam era kerasulan, “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” (Acts 4:32). Ini sangat luar biasa. Jumlah orang percaya mungkin sudah 5.000 saat itu, dan mereka satu hati dan jiwa. Hati sering digunakan dalam Alkitab untuk menunjuk bagian manusia yang tidak materi, termasuk roh dan jiwa. Tapi berbeda dari jiwa, mungkin hanya menunjuk pada roh, bagian paling dalam manusia, pusat keberadaannya dimana Tuhan menyatakan diriNya dan tempat dimana Tuhan berdiam. Orang Kristen mula-mula ini saling terikat satu sama lain. Roh mereka bersatu dalam kehidupan Kristus dan kasih Kristus. Mereka tahu kalau mereka semua bersaudara dalam Kristus.

Tapi Alkitab berkata kalau mereka juga satu jiwa, dan itu sesuatu yang berbeda. Jiwa adalah kekeuatan kesadaran hidup dalam manusia, kepribadiannya, terdiri dari pikiran, emosi, dan kehendak. Inilah tingkatan dimana manusia berpikir, merasa, dan membuat pilihan. Ini wilayah pengalaman. Orang Kristen mula-mula tidak hanya satu karena kedudukan mereka dalam Kristus, tapi mereka juga satu dalam pengalaman. Mereka sehati, mereka saling memperhatikan, dan keputusan mereka mencerminkan perhatian mereka. Mereka tidak hanya duduk bersama selama kebaktian, kemudian pulang rumah dan melupakan saudara mereka. Karena jemaat mereka sangat besar, saat mereka bertemu ditempat ibadah, mereka juga berkumpul dalam unit yang lebih kecil dalam rumah untuk lebih saling mengenal, untuk bertumbuh dalam kasih, untuk saling memperhatikan masalah dan melayani kebutuhan (cf. Acts 2:46).

Perhatian kasih mereka begitu dalam sehingga melibatkan dompet mereka, dan itu baru perhatian! Mereka sadar bahwa apapun yang mereka dapat dari Tuhan, diberikan pada mereka bukan untuk digunakan sendiri tapi untuk dibagikan dengan orang percaya lainnya. Tidak ada paksaan. Setiap orang percaya bebesa memiliki harta dan tidak ada yang memandang rendah hal itu. Tapi sebagian besar dari mereka menjual miliknya dan memberikan uang itu pada para rasul untuk dibagikan pada mereka yang, dari semua kemungkinan, kehilangan pekerjaan karena iman mereka. Mereka mengorbankan kenyamanan untuk kebaikan semuanya.

Hasil dari ketidakeogisan ini adalah kuasa dan berkat yang besar diseluruh gereja. “Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah” (Acts 4:33). Jemaat yang saling memperhatikan merupakan jemaat yang kuat, karena energi dinamis ini merupakan pernyataan kasih Tuhan yang asli. Yesus mengatakan kalau hal ini menjadi tanda muridnya yang sejati (John 13:35), dan dimanapun itu ada, akan menarik orang seperti mata air dipadang gurun.

Itu menarik pasangan bernama Ananias dan Safira. Mereka terhitung diantara yang orang percaya yang kuat. Nama Safira berarti “indah” atau “menyenangkan” nama yang sama diberikan kebatu mulia, Safir. Ananias berarti “Yehova murah hati,” dan Tuhan jelas murah hati padanya. Dia memberikannya istri yang cantik, memberkatinya dengan harta, mengampuni dosanya, dan membawa dia kedalam persekutuan dengan orang yang benar-benar peduli padanya. Seorang pria tidak bisa minta lebih dari itu.

Tapi Ananias ingin lebih, demikian juga Safira. Mereka ingin lebih dari penerimaan; mereka ingin pengakuan. Mereka ingin lebih dari sekedar anggota Tubuh; mereka ingin menjadi anggota Tubuh yang penting. Mereka ingin dipuji manusia. Dan itu membawa kita kepada dosa Ananias dan Safira. Orang percaya yang berdedikasi dan tidak egois sering mendapat pujian dan penghormatan dari orang Kristen yang lain. Jika mereka orang yang benar-benar rohani, tidak akan termotivasi oleh keinginan dipuji manusia, tapi mungkin mereka tetap mendapatkannya. Orang-orang digereja mula-mula yang menjual harta mereka dan memberikan uang kegereja mungkin diterima dengan sangat baik diseluruh jemaat. Barnabas merupakan salah satu yang menyumbangkan semuanya (Acts 4:36, 37). Itu pasti disambut sangat baik. Tidak ada petunjuk kesombongan didadalamnya. Pikirannya hanyalah kebutuhan orang Kristen yang lain dan kemuliaan Tuhan. Tapi pengakuan atasnya ada. Ananias dan Safira melihat hal itu dan menginginkannya, dan disitulah masalah mereka berawal.

Menginginkan pujian manusia sudah merupakan bukti yang cukup kalau motivasi mereka dari kedagingan bukan dari Roh. Tapi itu menjadi lebih jelas bagi kita saat kita belajar bahwa kepastian masa depan mereka ada pada jumlah uang dibank daripada dalam Tuhan. Mereka tidak bisa menanggung apa yang dilakukan orang lain—memberikan seluruhnya pada Tuhan dan sepenuhnya percaya pada kesetiaanNya memenuhi kebutuhan mereka. Mereka harus memiliki uang itu. Dan pernyataan kedagingan yaitu, keinginan dipuji, dan pengangan mereka pada harta, meletakan mereka dalam dilemma. Bagaimana mereka bisa dipuji atas apa yang mereka beri pada jemaat tanpa meletakan semuanya dialtar korban? Mereka akhirnya mendapat solusi. Menipu!

“Ada seorang lain yang bernama Ananias. Ia beserta isterinya Safira menjual sebidang tanah. Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul” (Acts 5:1, 2). Mereka bekerjasama merencanakan untuk menyimpan sebagian uang dari penjualan milik mereka dalam kotak deposit dan sisanya diberikan pada para rasul. Mereka tidak akan mengatakan kalau mereka memberikan semua uang dari penjualan; mereka membiarkan orang mengira seperti itu. Dan, mereka pasti langsung dikenal sebagai orang percaya yang rohani, mengorbankan diri yang sudah menyerahkan semuanya pada Yesus Kristus.

Apa yang salah dengan rencana mereka? Mereka tidak benar-benar berbohong kan? Mereka hanya memberikan uang dan tidak berkata apa-apa tentang persentase yang diberikan. Bukankah mereka tidak tahan dengan apa kata orang? Tapi mereka bisa. Petrus, melalui pengertian dari Tuhan, membuka rencana mereka sebagai rencana dari Setan dan menyebutnya berbohong pada Roh (Acts 5:3). Dia menjelaskan bahwa mereka tidak diharuskan menjual milik mereka. Dan bahkan setelah mereka menjualnya, mereka tidak diharuskan memberikan seluruhnya kegereja. Tapi mereka diharuskan untuk jujur (Acts 5:4). Dosa utama dari Ananias dan Safira adalah ketidak jujuran, penipuan, berpura-pura, memberikan kesan yang salah tentang diri mereka, menunjukan kerohanian yang lebih besar dari sebenarnya, membiarkan orang lain berpikir lebih dari yang sebenarnya. Mereka lebih tertarik dalam apa yang kelihatan dari pada yang sebenarnya. Petrus berkata, “Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah” (Acts 5:4).

Pernakah anda bertanya hubungan seperti apa yang terjadi antara Ananias dan Safira? Walau mereka menunjukan kebersamaan yang hebat dalam perencanaan penipuan mereka, kebohongan mereka pasti mempengaruhi perkawinan mereka. Saat bagi kita penampakan luar lebih penting dari kenyataan, orang-orang yang hidup dengan kita biasanya menderita karena itu. Kita dengan cermat menutupi kebanyakan kedagingan kita dihadapan yang lain, tapi menyimpannya dibelakang keluarga kita, kita cenderung menggantung semua itu—semua kemarahan, sifat, ketidakbaikan dan tidak peka, tuntutan egois, kesombongan, dan kekanakan. Dan sebagai hasilnya, banyak keluarga Kristen diwarnai dengan perselisihan dan pertengkaran. Tapi saat orang Kristen lain yang mungkin bisa menolong kita bertanya tentang keluarga, kita langsung menjawab, “Oh, baik-baik saja. Kita semakin baik dari sebelumnya.” Dan kita menutupi kebohongan kita dengan alasan semua yang terjadi dalam keluarga merupakan hal pribadi. Tapi kebohongan meningkatkan beban rasa bersalah, dan rasa bersalah membawa kita lebih mempertahankan diri dan terganggu, dan rasa terganggu menghasilkan lebih banyak ketidakcocokan dalam keluarga. Itu merupakan salah satu jebakan favorit setan.

Keinginan daging untuk dipuji dan jadi yang utama seperti ditunjukan Ananias dan Safira bisa mempengaruhi hubungan pernikahan. Itu menyebabkan setiap pasangan mencari kepentingannya sendiri dalam hubungan itu. Dia memberi untuk mendapat balasan, dan dia biasanya menghitung apa yang sudah didapatnya. Jika dia pikir bertemu dengan jalan buntu, dia akan bertengkar dan mengeluh sampai mendapat apa yang menurutnya dia layak dapatkan. Setiap pasangan terus menghitung siapa yang memberi paling banyak, mendapat perhatian paling banyak, yang paling banyak mendapat pujian, yang paling banyak salah, atau hal-hal lainnya. Kebutuhan setiap pasangan untuk lebih baik dari pasangannya menyebakan mereka menyembunyikan kepribadian mereka yang sebenarnya, dan itu membawa dia lebih kedalam kemunafikan.

Marilah kita jujur. Marilah kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada kejujuran dan transparansi. Itulah satu-satunya cara menghancurkan jebakan iblis. Saat kita mengakui perasaan dan motivasi kita yang sebenarnya pada orang lain, saat kita mengakui kesalahan yang sebenarnya dan minta orang lain mendoakan kita, itu menyediakan pertolongan untuk meminta kuasa Tuhan mengubahnya. Kita tahu bahwa suatu hari orang itu akan bertanya apa yang terjadi dan kita harus mengatakan dengan jujur. Kita ingin siap ketika waktu itu datang, karena dengan kejujuran, kita akan lebih memperhatikan kehormatan Tuhan dan kesaksian atas gereja Kristus. Jadi kita harus mengijinkan Roh Yesus Kristus untuk membawa kita lebih serupa denganNya. Maka kita mampu berhenti bermain-main dengan kebohongan. Kita akan jadi yang sebenarnya!

Para suami dan istri bisa mulai jujur. Mereka bisa mengakui satu sama lain apa yang ada didalam mereka, kemudian saling menguatkan dan mendoakan kelemahan masing-masing. Mereka juga perlu jujur dengan Tuhan. Jika prilaku mereka salah, mereka harus mengakuinya secara terbuka pada Tuhan dan menolak untuk beralasan. Hanya dengan itu mereka mampu bertumbuh secara rohani. Ananias dan Safira bekerjasama menyetujui rencana jahat itu, tapi mereka tidak pernah mengakui dosanya kepada yang lain dan Tuhan. Saat seorang suami dan istri bekerjasama dalam menipu, itu akan menghancurkan mereka.

Akhirnya kita melihat pada, pentingnya pendisiplinan mereka. Petrus tidak meminta penghukuman dari surga. Dia hanya membuka kebohongan Ananias melalui pengertian dari Tuhan. “Ketika mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya” (Acts 5:5). Itu merupakan tangan disiplin Tuhan. “Lalu datanglah beberapa orang muda; mereka mengapani mayat itu, mengusungnya ke luar dan pergi menguburnya” (Acts 5:6). Kita tidak tahu bagaimana mereka bisa mengubur Ananias tanpa diketahui Safira, tapi tubuh orang mati harus dikubur secepatnya pada masa itu dan mungkin itulah sebabnya mereka tidak bisa menemukan Safira saat itu. Dia mungkin sedang keluar belanja, menghabiskan uang yang sudah disalahgunakan.

Tiga jam kemudian dia datang mencari suaminya, tidak sadar apa yang terjadi. Petrus memberikannya kesempatan untuk jujur. “Katakanlah kepadaku, dengan harga sekiankah tanah itu kamu jual? Jawab perempuan itu: Betul sekian” (Acts 5:8). Dan Petrus menyatakan bahwa dia akan mengalami hal yang sama seperti Ananias.

Kita ciut melihat gambaran pendisiplinan ilahi ini. Kita mungkin merasa Tuhan berlebihan terhadap hal ini. Kenapa Dia melakukannya? Dia kelihatan tidak berlaku seperti itu sekarang. Dan kita bisa bersyukur untuk itu! Tapi masa itu berbeda. Itu adalah masa pembentukan gereja. Sampai masa itu tidak ada hal yang berlebihan, dan Tuhan melakukan itu agar dilihat gereja. Dari kejadian itu, Tuhan ingin semua mengetahui betapa Dia membenci kebohongan, dan Dia ingin semua mengetahuinya sepanjang masa. Itulah alasan Dia meletakan kisah ini dalam FirmanNya.

Kerohanian yang palsu sangat menular. Itu menyebar. Saat seorang Kristen meliha orang Kristen lain terbawa, dia menemukan lebih mudah mencobanya sendiri. Dan setiap anggota yang berada dibawa kuasa kedagingan daripada Roh, dan setiap orang yang hidup untuk dipuji manusia daripada kemuliaan Tuhan, maka efektifitas gereja sangat dikurangi. Jika Tuhan mengijinkan Ananias dan Safira melanjutkan kebohongan mereka, itu akan menghancurkan kesaksian gereja mula-mula. Dia harus bertindak tegas.

Sayangnya, waktu telah melemahkan kemurnian gereja, dan kita semakin jauh dari keunikan masa kerasulan, kita bahkan sulit mengenali kepura-puraan kita. Kita mengerti kemunafikan adalah usaha untuk menipu seperti Ananias dan Safira, dan kita mungkin tidak secara sadar melakukannya. Kita mungkin hanya jatuh pada kebiasaan melindungi nama baik, menutupi kedagingan kita, menjaga agar orang lain tidak mengetahui apa yang terjadi dalam hati dan keluarga kita. Itu lebih mudah daripada menyerahkan diri kita sepenuhnya pada Kristus dan membiarkan Dia hidup melalui kita dan membuat perubahan yang diinginkanNya. Bentuk kemunafikan seperti ini menjadi cara hidup gereja Yesus Kristus masa kita, dan mungkin itulah alasan kita tidak bisa memberi dampak bagi masyarakat kita yang sudah tidak dalam Tuhan.

Suatu pertanyaan berkepanjangan dalam pikiran kita setelah melihat hidup Ananias dan Safira. Apa yang lebih penting bagi kita—menjaga agar terlihat rohani, atau dengan murni ingin menjadi seperti apa yang Tuhan kehendaki? Membangung penampakan luar saja membawa kematian—kematian pertumbuhan rohani, kematian dalam keluarga Tuhan, dan kematian pertumbuhan hubungan dengan pasangan hidup, sebagai suami atau istri. Tapi Roh Tuhan bisa menggunakan keterbukaan, untuk menghasilkan kita hidup Kristus, dan itu berarti hidup berkelimpahan, sukacita, dan berkat yang berlimpah.

Mari kita bicara

    1. Bagaimana Ananias dan Safira bisa menghindari perangkap penipuan, agar tidak jatuh??

    2. Apa yang paling sering disembunyikan orang Kristen dari orang percaya lain?

    3. Apakah ada hal yang anda setujui bersama tapi tidak benar dihadapan Tuhan? Apa yang Tuhan inginkah anda perbuat terhadap hal itu?

    4. Hal apa yang paling sering disembunyikan istri dan suami dari pasangannya?

    5. Apa resiko suami dan istri saling terbuka?

    6. Seberapa baik anda bisa didekati? Tanyakan pasangan anda, mudah atau tidak jujur pada anda. Kenapa atau kenapa tidak ??

    7. Apakah ada tanda anda berusaha bersaing untuk lebih tinggi dalam hubungan anda? Bagaimana anda menghindari kecenderungan ini?

Passage: 
Taxonomy upgrade extras: 

13. Saling Membantu— Kisah Aquila dan Priskila

Dalam tahun 52 A.D. Kaisar Roma Claudius mengeluarkan perintah mengeluarkan semua orang Yahudi dari kota Roma. Kelihatannya, dari sejarawan Roma, mereka menyiksa orang Kristen dan menyebabkan kekacauan dalam kota. Claudius hanya sedikit perhatian pada alasan masalah itu, dan lebih lagi pada siapa yang salah. Dia tahu mereka Yahudi, dan itu sudah cukup; jadi semua orang Yahudi dikeluarkan dari Roma, baik yang bersalah dan yang benar.

Pada saat itulah seorang Yahudi bernama Aquila, yang dulu pindah keRoma dari Pontus melalui laut hitam, mengepak barangnya, mengucapkan selamat tinggal pada teman-temannya, dan pergi keKorintus. Bersama dengan istrinya yang setia, Priskila. Kita tidak bisa memastikan apakah istrinya Yahudi atau Roma, demikian juga apakah mereka sudah Kristen atau belum saat itu. Tapi satu hal kita tahu—mereka bersama-sama. Kenyataannya, mereka selalu bersama-sama. Nama mereka selalu disebutkan bersamaan.

Satu sisi, mereka melakukan pekerjaan bersama-sama. “mereka sama-sama tukang kemah” (Acts 18:3). Setiap anak Yahudi dalam PB diajarkan satu jenis perdagangan. Karena tenda merupakan bagian penting dalam hidup orang Ibrani, orangtua Akuila memilih mengajarkan anak mereka cara membuat tenda sebagai cara menghidupi dirinya. Tenda mereka dibuat dari kulit kambing yang harus dipotong seorang ahli dan dijahit dengan tepat. Akuila mendapatkan keahlian itu dan kemudian mengajarkan itu pada istrinya, dan dia dengan senang membantu suaminya dalam pekerjaan itu.

Tidak setiap suami dan istri bisa bekerja sama seperti ini. Itu membutuhkan hubungan yang dewasa agar bisa bekerja sama dibawah tekanan pekerjaan. Tapi itulah hubungan yang terdapat pada Akuila dan Priskuila. Mereka tidak hanya pasangan yang saling mengasihi tapi teman baik dan rekan bisnis. Mereka bersedia saling memberi lebih dari yang mereka dapat. Mereka harus mampu menerima usulan yang diberikan. Mereka menikmati kebersamaan dan bekerja bersama. Mereka tidak terpisahkan, dan mereka setara.

Jadi, saat mereka tiba diKorintus, mereka mencari pasaran untuk membuka toko tenda, dan kemudian membuka usaha pembuatan tenda. Waktunya jelas dari Tuhan, karena tidak lama setelah mereka menetap sebagai toko tenda, orang Yahudi lain yang juga pembuat tenda baru datang dari perjalanan penginjilannya diAtena, yaitu Rasul Paulus. Kapanpun dia masuk kekota yang baru, dia akan mencari pasar untuk kesempatan bicara tentang Yesus, mencari petunjuk arahan Tuhan untuk pelayanan berikut, dan tentu bekerja untuk menunjang pelayanannya. Merupakan hal yang tidak bisa dihindari kalau dia ikut toko tenda milik Akuila dan Priskuila. Alkitab mengisahkan seperti ini: “Kemudian Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah” (Acts 18:1-3).

Keakraban mereka sangat dekat, dan persahabatan yang dalam dan berlangsung lama dimulai hari itu. Paulus bekerja ditoko mereka, dan hidup bersama mereka selama dia tinggal diKorintus. Jika mereka belum mengenal Kristus sebelum ini, mereka pasti mengenalnya sekarang, karena tidak ada yang tinggal dengan Paulus tanpa tertular kasihnya pada Juruselamatnya. Mereka hidup bersama-sama, bekerja bersama-sama, dan menderita pengusiran bersama-sama, dan juga mengenal Kristus bersama-sama, dan itulah yang membuat pernikahan mereka lengkap. Sekarang mereka satu dalam Kristus, dan kasihNya membuat pernikahan mereka lebih baik lagi. Itulah yang dibutuhkan pernikahan anda. Jika anda berdua belum meletakan iman anda pada Kristus yang berkorban bagi dosa anda, pernikahan anda tidak bisa jadi lengkap. Kesatuan sejati hanya ditemukan dalam Kristus.

Sejak Akuila dan Priskuila bertemu Juruselamat, mereka bertumbuh dalam Firman bersama. Jelas mereka pergi dengan Paulus ke sinagoge setiap hari Sabat ketika dia berkotbah pada orang Yahudi dan Yunani agar mereka percaya pada Kristus untuk selamat (Acts 18:4). Tidak setiap orang menerima kesaksian ini. Sebagian menolak dan menghujat. Jadi, dia mengundurkan diri dari sinagoge dan mulai mengajar dalam rumah Titus Yustus dirumah sebelah. Dan Tuhan memberkati pelayanannya. Bahkan kepala sinagoge jadi mengenal Kristus. “Maka tinggallah Paulus di situ selama satu tahun enam bulan dan ia mengajarkan firman Allah di tengah-tengah mereka” (Acts 18:11). Pikirkan ini, 18 bulan belajar Alkitab secara intensif oleh pengajar Alkitab terbesar dimasa gereja mula-mula. Betapa pesat pertumbuhan Akuila dan Priskila!

Dan setelah pelajaran berakhir, mereka pulang kerumah dan duduk membicarakan tentang Tuhan dan FirmanNya.

Mereka bertumbuh mengasihi Firman Tuhan. Dan walau mereka bekerja keras ditoko, membuat dan memperbaiki tenda, memelihara keluarga dan memperhatikan tamunya, mereka selalu meluangkan waktu untuk mempelajari Alkitab secara serius. Membagikan Firman untuk memperkuat kasih mereka dan kebersamaan mereka.

Inilah hal yang kurang dalam pernikahan Kristen. Para suami dan istri perlu mempelajari Firman bersama-sama. Itu tidak sulit dilakukan dalam keluarga pendeta. Saat saya menyiapkan kothbah, saya sering membicarakannya dengan istri saya tentang hal itu dan mendapatkan pendapatnya tentang penyelidikan saya. Jika dia menyiapkan suatu pelajaran, dia akan meminta pertolongan untuk mengerti ayat tertentu, dan kita melakukannya bersama. Mengajar sekolah Minggu dan berbagi persiapan masing-masing merupakan cara yang abik untuk memulainya. Membaca dan mendiskusikan Alkitab bersama akan mengijinkan Tuhan berbicara dalam hidup kita. Bagaimanapun kita menggunakannya, Firman Tuhan merupakan hal yang diperlukan untuk memperkaya hubungan kita masing-masing.

Peristiwa selanjutnya menyatakan betapa Akuila dan priskila telah belajar Firman Tuhan. Saat Paulus meninggalkan Korintus ke Efesus, mereka menemaninya, dan Paulus meninggalkan mereka menuju keAntiokia (Acts 18:18-22). Perpindahan merupakan suatu yang penting, karena saat Paulus sedang tidak ada “Sementara itu datanglah ke Efesus seorang Yahudi bernama Apolos, yang berasal dari Aleksandria. Ia seorang yang fasih berbicara dan sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci. Ia telah menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan. Dengan bersemangat ia berbicara dan dengan teliti ia mengajar tentang Yesus, tetapi ia hanya mengetahui baptisan Yohanes. Ia mulai mengajar dengan berani di rumah ibadat” (Acts 18:24-26).

Akuila dan Priskila mendengar dia dan terkesan dengan ketulusannya, kasihnya pada Tuhan, pengetahuannya tentang PL, dan kemampuan bicaranya. Dia bisa digunakan untuk melayani Kristus, tapi pesannya kurang. Semua yang diketahui selain PL adalah tentang pesan Yohanes Pembaptis, yang hanyalah penantian Mesias. “Tetapi setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah” (Acts 18:26). Mereka mengajar dengan kasih tentang hidup dan pelayanan Yesus Kristus dibumi, kematiannya sebagai pengganti dosa kita di Kalvary, kebangkitannya dan kenaikannya kesurga, perlunya percaya secara pribadi pada karya keselamatanNya, kedatangan Roh Kudus dihari Pentakosta, dan kelahiran baru, dan pengajaran PB lainnya.

Akuila dan Priskila mungkin bukan pembicara umu, tapi mereka pelajar Firman yang tekun, dan mereka senang membagikannya dengan yang lain. Mereka bahkan mau memberikan waktu yang dibutuhkan oleh orang muda ini, untuk diperhatikan kerohanian dan menuangkan hal tentang Kristus dalam hidupnya. Apollos memiliki pemikiran yang tajam dan cepat mengerti. Dia menyerap kebenaran yang mereka ajarkan dan membuat itu jadi bagian dalam pelayanannya. Dan sebagai hasil pertemuannya dengan Akuila dan Priskuila, dia menjadi pelayan Tuhan yang efektif dan bagi beberapa orang di Korintus menempatkannya setara dengan Petrus dan Paulus (1 Cor. 1:12).

Sebagian dari kita tidak akan pernah jadi pengkhotbah yang hebat, tapi kita bisa jari pelajar Firman yang setia, dan keluarga kita bisa terbukan bagi hati yang lapar akan Firman. Kita bisa mendapat keistimewaan membesarkan orang muda seperti Apollos yang kemudian hari berdampak besar bagi pelayanan Yesus Kristus.

Akuila dan Priskila tidak hanya melakukan pekerjaan bersama-sama dan bertumbuh dalam Firman bersama, tapi mereka juga melayani Tuhan bersama-sama. Kita mengetahui itu dari apa yang kita bacam tapi ada satu tingkatan pelayanan Kristen yang butuh diperhatikan. Saat Paulus meninggalkan Antiokia dalam perjalanan misinya yang ketiga, dia menjelajah Asia Kecil melalui darat dan kembali ke Efesus, diaman dia tinggal memberitakan Firman Tuhan sekitar 3 tahun (cf. Acts 26:31). Selama masa itu, dia menulis surat pertamanya kepada jemaat Korintus dan berkata, “Salam kepadamu dari Jemaat-jemaat di Asia Kecil. Akwila, Priskila dan Jemaat di rumah mereka menyampaikan berlimpah-limpah salam kepadamu” (1 Cor. 16:19).

Saat mereka baru memulai usaha diKorintus, rumah mereka mungkin tidak cukup besar untuk menampung semua orang Kristen, jadi digunakan rumah Titus Yustus. Tapi kelihatannya Tuhan memberkati mereka secara materi, dan mereka menggunakan keuangan mereka diEfesus untuk kemulaiaanNya. Rumah mereka menjadi tempat pertemua bagi gereja Efesus.

Dan itu bukan terakhir kali rumah mereka digunakan untuk itu. Saat Paulus meninggalkan Efesus ke Yunani, rupanya mereka percaya Tuhan menuntun mereka untuk kembali ke Roma. Claudius sekarang sudah mati, jadi perpindahan itu aman, dan Roma jelas membutuhkan kesaksian Injil. Jadi mereka langsung berangkat! Paulus menulis surat Romanya dari Yunani diperjalanan misi ketiga, dan dia berkata, “Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus. Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi. Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. Salam kepada Epenetus, saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus” (Rom. 16:3-5). Mereka belum lama diRoma, sudah mengadakan pertemuan gereja dirumah mereka. Gereja dalam PB tidak mampu membeli tanah dan bangunan, juga tidak bijak kalaupun mereka mampu, melihat tekanan dan penyiksaan terhadap mereka. Mereka berkumpul dirumah. Dan rumah Akuila dan Priskuila selalu terbuka bagi orang yang ingin belajar lebih banyak tentang Kristus, dan bagi orang Kristen yang ingin bertumbuh dalam Firman.

Walau kita memiliki gedung gereja, rumah tidak bisa digantikan sebagai pusat penginjilan dan pemupukan rohani dalam komunitas. Sebagian orang Kristen melakukan makan malam penginjilan, dimana mereka mengundang teman yang belum percaya untuk mendengar kesaksian pribadi. Sebagian wanita menggunakan saat minum kopi sebagai kesempatan menginjili, membangun persahabatan dengan tetangga dan membagikan Kristus dengan mereka dimeja makan. Kelas Alkitab rumah bisa menjadi alat yang baik untuk menjangkau yang hilang atau membuat orang percaya lebih bertumbuh dalam Firman. Orang muda sangat diuntungkan oleh orang dewasa yang membuka rumahnya untuk kelompok pemuda. Kemungkinan menggunakan rumah kita untuk melayani Tuhan tidak terbatas. Ini bisa menjadi hal baik untuk dibicarakan oleh suami dan istri dan mendoakannya bersama.

Ada pernyataan singkat dalam sala diKitab Roma yang tidak bisa kita lewatkan: “Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi.” Kita tidak tahu siapa yang Paulus maksudkan, atau kapan itu terjadi, tapi kemungkinan Akuila dan Priskuila yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan Paulus. Dan untuk itu kita bersyukur pada Tuhan. Pengetahuan kita akan kebenaran ilahi tidak akan lengkap tanpa surat yang diinspirasi Tuhan padanya. Kedua temannya mau memberikan segalanya untuk melayani Tuhan, bahkan nyawa mereka.

Akuila dan Priskuila disebutkan lebih dari satu kali dalam PB, dalam pasal terakhir surat Paulus. Sudah 16 tahun sejak pertemuan pertama mereka di Korintus, dan sekarang dia tawanan di Roma untuk kedua kalinya. Kematiannya ditangan Kaisar Nero sudah pasti, dan dia menulis paragraph terakhir dari hidupnya. “Salam kepada Priska dan Akwila dan kepada keluarga Onesiforus” (2 Tim. 4:19). Dia memikirkan temannya yang sudah kembali ke Efesus dimana Timotius melayani, mungkin meninggalkan Roma untuk melarikan diri dari Nero. Itu hanya salam yang singkat, menggunakan bentuk nama pendek Priskila yang juga kita lihat dibagian lain. Tapi Paulus ingin mengingat mereka dalam waktu-waktu terakhir hidupnya.

Ada pengamatan yang menarik dari ayat pendek itu. Nama Priskila disebut sebelum Akuila. Kenyataannya, namanya diletakan pertama dalam 4 dari 6 ayat dalam Alkitab. Dan itu tidak biasa! Kebanyakan menyebut pasangan dalam Alkitab selalu meletakan suami didepan. Kenapa tertukar? Beberapa penjelasan dikemukankan, tapi yang paling masuk akal adalah, kelihatannya Priskila lebih terampil daripada keduanya dan mengambil peranan yang lebih penting. Tapi itu tidak pernah mempengaruhi kasih keduanya, saling pengertian, juga kemampuan mereka dalam bekerja sama.

Itu tidak selalu terjadi demikian. Sebagian suami merasa terancam karena istri mereka lebih pintas dari mereka, dan untuk menghindari dipermalukan dan menyelamatkan muka mereka, mereka kadang turun kerohaniannya. Bagi mereka lebih mudah tidak menunjukan sama sekali daripada istri mereka lebih dari mereka. Sebagian lain menjadi sombong dan bermusuhan dalam menjaga kedudukan mereka.

Dalam beberapa kasus, istri yang salah. Mereka kelihatan ingin membuktikan sesuatu, bersaing dengan suami didepan umum, mencari otoritas dan yang utama. Tidak heran suami mereka terancam. Tingkatan otoritas dari Tuhan dalam pernikahan tidak pernah berubah. Walau istri lebih pintar dari suami, Tuhan tetap ingin istri melihat suami sebagai pemimpin. Itu tidak selalu mudah bagi wanita yang sangat berkemampuan, tapi Priskila bisa. Dia tidak berkompetisi dengan Akuila. Dia hanya menggunakan kemampuan yang diberikan Tuhan, sebagai penolong bagi suaminya untuk kemuliaan Tuhan. Saya yakin Akuila bersyukur pada Tuhan atas Priskila dan menerima pendapatnya diberbagai kejadian. Priskila merupakan salah satu wanita yang dimerdekakan, karena tidak ada sukacita dan kepuasan daripada kebebasan mentaati Firman Tuhan.

Mari kita bicara

    1. Apakah anda mencari kesempatan membagikan Kristus dimanapun anda pergi, seperti Paulus? Apakah mereka yang bersama anda menjadi tertular kasih Kristus yang anda miliki? Bagaimana anda meningkatkan hal ini?

    2. Kontribusi rohani apa yang anda buat bagi hidup orang lain? Apa lagi yang bisa anda perbuat untuk membagikan Firman Tuhan kepada orang lain?

    3. Bagaimana anda menggunakan rumah anda lebih efektif melayani Tuhan?

    4. Apakah anda saling membagikan Firman Tuhan ? Diskusikan penyelidikan Alkitab bersama yang anda pikir bisa berjalan, kemudian berjanji melakukannya bersama.

    5. Untuk suami: apakah anda risih kalau istri anda melebihi anda? Apa yang Tuhan ingin anda berlaku terhadap hal itu?

    6. Untuk istri: apakah anda mengancam suami anda melalui usaha membuktikan superioritas anda dibagian tertentu? Bagaimana anda menghindari hal ini?

    7. Apakah ada saat dimana anda merasa pasangan anda meremehkan anda didepan umum? Bagikan hal ini dengannya dan bicarakan bagaimana menghindarinya.

    8. Jika anda dan pasangan anda mempertimbangkan melakukan usaha bersama, maslaah apa yang bisa muncul? Apa yang bisa anda lakukan untuk menghindarinya?

    9. Bagaimana anda bisa menunjukan kualitas dalam Kristus pada suami atau istri anda?

Living In Love was originally published by Tyndale House in 1978, and has also been published under the title, Famous Couples In the Bible. This book is used by permission.

Taxonomy upgrade extras: