Kepercayaan Diri Anak dan Bagaimana Mereka Bertumbuh

Translated by Stevy from English.

Series ID: 
206
/assets/foreign/confkids-in.zip

Sebelum anda membaca...

Anda harus tahu bahwa saya sebenarnya ingin menunggu sampai semua anak kami bertumbuh sebelum saya menulis buku ini. Mungkin saat itu (jika mereka tumbuh dengan baik) anda bisa melihat saya sebagai seorang ahli dalam hal pengasuhan anak. Tapi saya putuskan saya tidak bisa menunggu selama itu. Saya butuh buku ini sekarang. Anda bisa lihat, ini merupakan penyelidikan dan penjelasan buku lainnya, buku terbaik yang pernah ditulis tentang hal membesarkan anak, adalah Buku Petunjuk Tuhan untuk Memelihata Anak, Alkitab.

Saat saya memulai penyelidikan ini anak-anak saya ada dalam tingkatan pendidikan yang berbeda-beda –satu di college, satu di sekolah menengah, satu diSMP, dan satu lagi di sekolah dasar. Istri saya dan saya mulai menyadari betapa cepat waktu berlalu dan betapa sedikit hal yang sudah kita tinggalkan yang kemudian akan mempengaruhi hidup mereka. Kami memutuskan kalau kita membutuhkan pengertian aplikasi aturan Tuhan yang lebih dalam dan lebih konsisten untuk mendidik anak dengan berhasil sehingga anak kita bisa menjadi anak yang baik. Itulah buku ini! Penyelidikan ini membuat perbedaan besar dalam rumah kami. Doa kami agar itu bisa sedikit menolong anda..

Tapi saya harus menambahkan, kita jauh dari sempurna. Dan dengan membaca buku ini tidak mentransformasi anda menjadi orangtua yang sempurna dalam semalam. Prinsip Tuhan harus dipraktekan. Saat kita mengerti FirmanNya kita harus mentaatinya, dan itu membutuhkan beberapa perubahan cara berpikir dan cara hidup kita. Saat Tuhan menunjukan hal yang perlu diubah, ubahlah. Minta padanya untuk memberikan anda komitmen dan keberanian untuk melakukan itu. Anda akan cenderung terus melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Itu cara termudah. Itu membutuhkan keinginan yang dalam dan determinasi untuk berubah. Tapi Tuhan sedang bekerja untuk membangun motivasi itu kedalam hidup mereka yang menginginkan dan mencarinya. “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Phil. 2:13, TLB).

Itu mengandung arti bahwa Roh Kristus yang hidup berdiam dalam hidup anda. Alkitab berkata dia hidup dalam kehidupan setiap orang Kristen sejati. “Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu” (Rom. 8:9b, TLB). Buku ini untuk orang tua Kristen yang ingin membangun rumah Kristen yang benar.

Mungkin kata “rumah Kristen” menuntut penjelasan. Itu tidak langsung berarti suatu rumah dimana gambar Yesus tergantung didinding dan sebuah Alkitab keluarga terletak dimeja. Itu juga bukan suatu rumah dimana kasih karunia selalu dikatakan sebelum makan dan anggota keluarga pergi kegereja secara rutin, walau itu sangat baik. Itu suatu rumah dimana orang-orangnya mengakui dosa mereka dan memiliki kepercayaan pada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka kesalahan dan hukuman dosa. Atau seperti kata Yesus, mereka sudah dilahirkan kembali (John 3:3, 7). Mereka telah menerima karunia hidup kekal melalui iman dalam Dia (John 3:16), dan kasih Tuhan sekarang memenuhi dan membentuk hidup mereka (Rom. 5:5).

Bagi orang tua Kristen yang mencoba untuk membangun suatu keluarga Kristen, bimbingan ilahi dan pertolongan supernatural tersedia. Alkitab menyediakan bimbingan dan Roh Kudus menyediakan kekuatan. Jika pikiran kita terbuka terhadap Firmannya dan kehendak kita diserahkan untuk diatur olehNya, akan ada hari-hari sukacita didepan bagi keluarga kita. Jadi jika masalah itu selesai, kita siap memulai penyelidikan kita.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

1. Berkat atau Gangguan

Bagaimana saya bisa melupakan kelahiran anak pertama kami? Itu terjadi dipagi hari dan saya sedikit grogi, tapi walau hal itu sudah lama berlalu saya masih bisa mengingat kejadian itu sejelas dulu. Saya masih ingat menyuruh Mary untuk tidur. Bayinya masih belum lahir. Dia tidak mau bekerja sama! Saya masih bisa melihat dokter berjalan kearah saya dilorong rumah sakit, seperti kacang polong besar dengan alat operasinya, mengumumkan suatu kegembiraan, “anaknya laki-laki!” Dia tahu apa yang saya harapkan.

Saat itu saya sedikit menyadarinya, tapi saya akan mendengar pengumuman seperti itu 3 kali lagi, masing-masing dengan sedikit kurang gembira. Lagi pula, variasi merupakan bumbu kehidupan, dan siapa yang tidak ingin seorang gadis kecil melingkarkan tangannya dileher kita dan berkata, “saya sayang papa.” Saya belajar, bahwa Tuhan lebih mengenal kebutuhan saya daripada saya sendiri. Sejak dia memberikan saya anak-anak itu, dan sejak itu sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan berkat rohani saya, tidak ada manusia yang bisa membuat saya memberikan kehendak saya. Selain istri yang luarbiasa yang Tuhan berikan pada saya, mereka merupakan hal paling berharga dalam dunia ini bagi saya. Perkataan puisi indah dari Israel membawa makna baru:

Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu.(Psalm 127:3-5a, KJV).

Sangat jelas puisi itu ditulis seseorang diwaktu lalu. Tidak banyak orang diabad 20 ini memiliki cara pandang yang sama dengan pemazmur. Versi modernnya mungkin berbunyi seperti ini:

Sesungguhnya anak-anak adalah suatu beban dari Tuhan; dan buah kandungan merupakan cara dia menguji kita. Sebagai sumber kerja yang tidak habis-habis dan kejengkelan terus menerus, demikianlah anak-anak pada masa muda. Suramlah manusia yang mendengar tetangganya berkata, “Apakah itu anak-anak mu?”

Kita bisa mengerti kenapa pasangan merasa seperti itu. Sebagian anak pemberontak, tidak taat, tidak hormat, dan tidak punya prilaku yang baik –tidak enak dibawa pergi. Tidak heran beberapa orang memutuskan tidak mau memiliki satupun. Apa yang salah? Apakah kita sudah kehilangan cara pandang Tuhan? Ayat pertama dari Mazmur 127 mungkin bisa menyediakan petunjuk bagi kita. “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Keluarga yang berhasil dibangun oleh Tuhan. Dia arsitek dan kontraktor umumnya. Dia yang mengambar denahnya, dan dia ingin menyediakan arahan dan memberikan perintah. Dia hanya membutuhkan pekerja—suami, istri dan anak –yang akan mempelajari denah yang disediakan dalam Firmannya, kemudian mengikuti arahannya. Semua prosedur yang lain dari itu akan menghasilkan frustrasi dan kegagalan.

Masalah dasar dalam sebagaian besar rumah adalah kita telah menjauh dari rancangan Tuhan dan telah menggantikannya dengan rancangan manusia. Tuhan tidak lagi menjadi arsitek dan pembangun. Kita mengikuti rancangan yang dibangun oleh psikiatris, psikolog, dan pendidik modern, dokter, dan bahkan penulis kolom. Banyak nasihat dari orang-orang ini baik. Tapi jika sebagian rancangan baik dan yang lain buruk, hasilnya adalah bangunan yang lemah. Alkitab tetap merupakan teksbook yang terbaik yang pernah ditulis mengenai mendidik anak. Kita perlu menemukan apa yang dikatakannya dan mentaati itu. “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.”

Sangat menyenangkan untuk memperhatikan peringatan yang bertambah mengenai situasi tersebut. Surat kabar dan artikel majalah, bersama dengan buku yang makin banyak membahas tentang hal ini, memperingatkan orang-orang bahaya dari rumah yang tidak bahagia dan mencoba untuk menolong mereka memperbaiki kerusakan. Informasinya mungkin menolong, tapi selain orang-orang mau membalikan hatinya dan keluarganya kepada Tuhan, itu mungkin sudah sedikit terlambat. Dengarkan kata pemazmur lagi. “jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” Tidak ada kota masa lalu yang aman dari serangan walau setebal apapun temboknya atau penjaganya tanpa Tuhan yang menjaganya. Demikian juga, tidak ada keluarga yang aman dari serangan setan selain mereka secara sadar berkomitmen pada Tuhan, selain dia yang menjaganya. Keluarga dimana Yesus Kristus yang memerintah sebagai Tuhan dalam hidup setiap anggotanya adalah keluarga yang berdiri dalam kasih, ketenangan, kebahagiaan, saling memperhatikan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan orang diluar.

Sebagian orang berpikir ada jalan lain untuk menghasilkan keluarga yang bahagia. Sebagai contoh, “bekerja, bekerja, bekerja sekeras mungki. Sediakan semua hal didunia ini untuk anak anda. Mungkin itu akan membuat mereka jadi bahagia.” Jika ayah tidak menghasilkan uang yang cukup, ibu akan bekerja juga. Baca hal itu dalam Mazmur 127. “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.” Roti dukacita merupakan roti yang diperoleh melalui susah payah dan masalah. Makan itu penting, tapi Tuhan bisa menyediakannya tanpa membuat ayah dan ibu jauh dari anak mereka siang dan malam mengejar uang. Tuhan tidak ada waktu untuk kemalasan. Dia memberkati kerja yang jujur, tapi dia bisa menyediakan hal-hal yang kita butuhkan tanpa kekhawatiran dan kerja yang tanpa henti. Pemazmur mengatakan bahwa Tuhan menyediakan kebutuhan orang yang dikasihinya, secara literal, “dalam tidur” berarti tenang, keyakinan penuh dalam dia.

Lingkungan dimana kita hidup sudah membelokan cara pandang kita. Kita telah menjual barang, teori sesat yang mengatakan bahwa kita berhutang kepada anak kita semua hal yang mereka inginkan. Kita mendengar para orangtua berkata, “tapi kita ingin mereka mendapatkan semua hal yang kita tidak pernah dapatkan.” Jadi mereka mendapatkan barang, tapi mereka tidak tahu siapa mereka, atau kenapa mereka disini, atau apa yang harus mereka capai dalam hidup ini. Pemberontakan paling tidak bisa diperbaiki dalam lingkungan kita bukanlah kekurangan. Mereka anak-anak yang memiliki semua hal yang bisa dibeli dengan uang tapi tidak pernah dikasihi, dihargai, dan diterima. Mereka kosong dan sendiri didalam diri mereka karena tidak ada orang yang benar-benar perhatian pada mereka atau mencoba untuk mengerti mereka. Mereka tidak pernah mendapat hubungan yang hangat dan saling mengasihi dengan orangtua. Sebagian besar dari mereka tidak mengenal orangtua mereka, dan mereka juga tidak peduli. Orangtua mereka juga tidak mengenal mereka. Mereka terlalu sibuk mencari uang dan bersenang-senang dengan mendengar perkataan anak-anak mereka. Dan dengan demikian, generasi muda menghadapi krisis identitas. Mereka minta perhatian, mencari suatu bentuk hubungan yang berarti dengan seseorang yang peduli. Hal yang paling menyedihkan adalah ini terjadi dalam keluarga Kristen dan juga yang bukan. Apa jawabanya?

Jawabannya dimulai dengan mempercayai bahwa apa yang Tuhan katakan dan lakukan dalam mazmur ini. “sesungguhnya anak-anak adalah milik pusaka dari Tuhan.” Kata milik pusaka menunjukan suatu penurunan pusaka, tidak menurut hak keturunan tapi menurut kehendak dan keinginan pemberi. Setiap anak yang baru lahir dalam keluarga Kristen merupakan karunia pemberian dari Tuhan, suatu pusaka yang dipercayakan pada kita untuk dikasihi, disayangi, dipenuhi kebutuhannya dan dibentuk dengan baik untuk kemuliaannya. “Buah dari kandungan adalah upah.” Sekali lagi, kata upah tidak berarti sesuatu yang didapat atau layak, tapi sesuatu yang diberikan cuma-cuma melalui keputusan kemurahan pemberi. Untuk itu ketidakmampuan mendapat anak bukanlah suatu stigma. Itu tidak berarti Tuhan marah terhadap kita atau tidak tersenyum pada kita. Itu hanya berarti bahwa dia tahu yang terbaik bagi kebutuhan kita. Dan dia juga tahu ada banyak anak kecil yang terlantar tidak dikasihi dimana orangtua yang tidak memiliki anak bisa mencurahkan hidup mereka untuk itu. Dia selalu memberi yang terbaik.

Tapi saat dia mengijinkan kita memiliki anak, mereka merupakan karunia pemberian dariNya. Tidak ada keraguan tentang itu saat kita berada disamping tempat tidur bayi dan melihat buntelan indah, yang dengan tenang sedang tidur. Kita mungkin mulai sedikit bertanya tentang itu selama menyuapi pertama kali jam 2.00 Dan keraguan mulai meningkat jika buntelan kecil yang indah itu menjadi tamu asing yang menakutkan yang mengacaukan jadwal kita, membatasi kebebasan kita untuk melakukan kesenangan kita, memonopolo waktu kita, atau kelihatannya menghilangkan rasa sayang pasangan kita. Saat itulah kita perlu datang pada Tuhan, dan kepada Firman Tuhan, untuk mendapatkan kekuatan dan cara pandang kita disesuaikan. Anak adalah milik pusakan Tuhan.

Mungkin anda sedang dalam perjalanan menjadi orangtua. Saat anda melihat anak anda, apa yang anda lihat? Mesin penghancur pikiran, atau pusaka dari Tuhan? Penghancur rumah, atau pusaka dari Tuhan? Sumber rasa malu dihadapan teman anda, atau pusaka dari Tuhan? Maukah anda meminta Tuhan menolong anda membetulkan cara pandang anda? “Tuhan, tolong saya agar bisa melihat anak saya sebagai karunia pemberianmu.” Anda mungkin perlu mendoakan itu berkali-kali dalam sehari, tapi itu bisa menjadi awal suatu perubahan yang menyenangkan dalam keluarga anda, gerbang masuk kepada sukacita hubungan anda dengan anak anda.

Anak-anak lebih peka akan prilaku kita terhadap mereka daripada yang kita bayangkan. Dan mereka sering berespon sama seperti prilaku yang mereka terima. Mereka bertindak seperti kita berlaku atas mereka, dan disitulah disiplin terutama dimulai. Oh, kita mengasihi mereka, tapi mereka punya banyak sekali tuntutan sehingga itu sangat mengganggu kita. Jadi kita memberontak dan kita membiarkan mereka mengetahui secara tidak langsung kalau mereka itu merupakan gangguan bagi kita. Maka mereka akan lebih menjadi suatu gangguan. Mereka tidak mendapatkan kasih dan rasa sayang dengan cara itu, tapi setidaknya mereka mendapat perhatian, dan itu lebih baik dari tidak sama sekali. Tapi mereka akan bertumbuh dalam permusuan, kompleks dan dendam..

Dengan cepat suatu hari kita menyadari mereka sudah tidak ada, dan kita tidak mengingat sepatu kotor, ruang yang berantakan, kejadian memalukan yang mereka sebabkan atau kekacauan yang mereka buat. Kita hanya ingat waktu bahagia bersama mereka. Dan kita berharap hal itu ada lagi. Itu bisa terjadi jika kita melihat mereka sebagai berkat dari Tuhan daripada suatu beban atau gangguan.

Anak bukan hanya pusaka berharga. Mereka juga seperti panah. Ada perbedaan pendapat tentang metafora Alkitab ini. Panah merupakan sumber perlindungan, dan mungkin pemazmur menunjuk pada pemeliharaan dan perlindungan yang bisa diberikan orangtua kepada anaknya. Tapi panah, tidak seperti pedang, bisa pergi ketempat dimana pejuang itu sendiri tidak bisa jangkau. Begitu juga dengan anak kita. Dari sebagian besar panah keluarga dalam Tuhan telah mencapai ujung bumi, membawa berita injil kepada hati yang gelap berdosa.

Saat saya melayani di Fort Worth, Texas, merupakan suatu keistimewaan bisa mengenal seorang pejuang tua untuk injil bernama W. E. Hawkins. Dia yang membangun gereja yang sekarang saya layani, dan saat itu sedang terlibat dalam pelayanan radio di Dallas. Banyak jiwa dibawa kepada Kristus melalui pelayanannya, tapi dia hanya terbatas di Southwest United States. W. E. Hawkins dan istrinya memiliki 3 anak, semua pergi keladang misi. Melalui pelayanan anak-anak mereka, Indian Amerika Selatan yang tidak pernah terjangkau oleh ayah mereka bisa mengenal Yesus Kristus. Mereka seperti panah ditangan ayah mereka.

Tapi panah harus dibuat. Mereka tidak jadi begitu saja. Tuhan memberikan kita seorang anak seperti sepotong kayu, dan meminta kita untuk membentuknya. Jadi kita merautnya, membersihkannya, membentuk kayu itu menjadi panah, lurus dan kuat. Anak bukan hanya suatu milik pusaka; mereka pemberian yang kudus. Tuhan meminjamkan mereka pada kita untuk sementara untuk mempersiapkan mereka agar bisa digunakanNya. Mereka berasal dari dia, dan saat kita mengetahuinya, kita lebih bersemangat terlibat dalam proses pembentukannya. Salah satu cara dramatis untuk mengetahui hal itu adalah mendedikasikannya untuk Tuhan. Jika mereka memang dari Tuhan, marilah kita mengakui itu dengan menguduskan mereka agar dikuduskan untuk dipakai bagi kemuliaanNya seperti Hannah dan Elkanah lakukan pada anak mereka, Samuel (1 Sam. 1:9-28). Marilah kita berjanji pada Tuhan bahwa dengan pertolongannya kita akan membentuk hidup masa muda mereka menjadi seperti manusia yang diinginkanNya.

Seorang suami dan istri harus memberikan anaknya pada Tuhan sebelum dilahirkan. Dan mereka harus berdoa bersama setelah kelahiran anak itu, mendedikasikan diri mereka untuk melatih dia sesuai arahan Tuhan. Sebagian gereja melakukan pelayanan dedikasi anak. Digereja lain, pastor ikut mendedikasikan diri. Hal yang penting adalah orangtua itu sendiri berjanji dihadapan Tuhan untuk memperlakukan anak mereka sebagai milik pusaka, panah yang harus dibentuk bagi kemuliaan Tuhan.

Membesarkan anak jelas merupakan tanggung jawab yang serius. Dan itu tidak aneh—karena hampir semua pekerjaan membutuhkan pelatihan tertentu. Tapi bagi usaha paling penting dalam hidup, membentuk anak bagi kemuliaan Tuhan, kita bisa berhenti kapanpun jika kita mau. Untuk alasan itulah sebagian orang sampai pada kesimpulan yang sesat bahwa menjadi orangtua yang baik itu bisa secara alami. Sebaliknya, itu membutuhkan penyelidikan dan perhatian terus menerus. Tapi buku panduan Tuhan tersedia, dan kita akan menyelidikinya untuk mendapat pertolongan yang kita perlukan. Karena kita tidak bisa berhenti dari pekerjaan ini, kita bersama-sama harus terus belajar apa yang Tuhan katakan tentang menjadi orangtua yang baik.

Sebelum kita melakukannya, maukah anda memperhatiakan ayat terakhir dari mazmur ini? “Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.” Berapa banyak anak dalam satu tabung penuh? Itu mungkin berbeda di setiap pasangan tergantung berapa banyak anak yang Tuhan berikan. Tabung penuh saya berjumlah 4, tapi punyamu tergantung antara anda dan Tuhan. Apakah sudah jelas dalam ayat siapa yang tidak mendapat malu, orangtua atau anak. Tapi dalam keluarga yang diatur oleh Tuhan dimana Tuhan sebagai pembangun dan orangtua bekerja untuk dia, baik orangtua maupun anak tidak akan mendapat malu. Tapi setan musuh umat Tuhan, akan dikalahkan dan kehendak Tuhan dimuliakan. Bukankah itu yang anda inginkan buat keluarga anda? Dedikasikan diri anda dan anak anda pada Tuhan. Minta dia menolong anda melihat mereka sebagai milik pusaka yang berharga, panah yang harus diasah, hidup yang harus dibentuk. Minta dia untuk meletakan perhatian anda pada potensi daripada masalah dan memberikan anda hikmat yang anda perlukan bagi tugas besar didepan.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

2. Model Orangtua

Kenapa Tuhan memberikan kepada anak orangtua? Dengan masalah keluarga yang meningkat, masalah disiplin meningkat, dan pertumbuhan orang yang secara psikologi cacat dilingkaran keluarga tradisional, kita bertanya kenapa Tuhan tidak memakai cara lain untuk membawa anak menjadi dewasa daripada menggunakan orangtua dalam lingkungan keluarga.

Dan dia membuat mereka disana sangat lama, kira-kira hampir 18 tahun. Sebagian besar burung dan binatang sudah melepaskan diri dalam seminggu atau sebulan. Tapi kegagalan perkawinan masa remaja secara dramatis menggambarkan kalau usia 15, 16 atau bahkan 17 tahun tidak cukup untuk mempersiapkan manusia membangun suatu keluarga sendiri yang berhasil. Kenapa?

Karena, kehidupan bagi seekor binatang hanya masalah insting yang dibawa dari lahir. Hidup bagi manusia lebih dari itu. Itu melibatkan intelektual dan karakter emosional, pilihan kehendak, nilai moral dan keindahan. Hal ini tidak didapat begitu saja; mereka dikembangkan, dan membutuhkan waktu. Tuhan memberikan orangtua bagi anak untuk membantu mereka membangun kualitas itu sehingga mempersiapkan mereka bagi kehidupan yang memuaskan dan berguna.

Organisasi dan agen juga berkontribusi dalam membentuk karakter dan kepribadian anak, tapi tidak ada yang memiliki pengaruh seperti orangtua mereka. Ini tidak hanya keunikan dan intensitas hubungan orangtua-anak, tapi juga jumlah waktu yang dihabiskan dirumah. Sebelum masuk sekolah, hampir seluruh waktu anak-anak dihabiskan dirumah. Bahkan selama masa sekolah mereka, sebanyak 60 jam ada disekitar rumah, jauh melebihi waktu yang dihabiskan ditempat lain. Apa yang dicerminkan selama waktu-waktu itu akan sangat menentukan jenis manusia dewasa apa anak kita nanti, dan dampak dari tahun-tahun itu akan tercetak dalam kepribadian mereka. Tuhan mengatakan bahwa hidup seorang nanti ditentukan oleh pengalaman dan pelatihan sebelumnya (Prov. 22:6). Psikolog modern, sosiolog, dan pendidik setuju. Anak kita terbentuk sebagaimana kita bentuk. Mereka hasil dari semua hal yang kita lakukan dalam hidup mereka. Pelatihan yang kita sediakan akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk bergaul dengan orang lain, ketulusan kesaksian dan pelayanan Kristen mereka, kualitas kerja mereka, kualitas keluarga yang mereka bentuk, dan hampir semua sis kehidupan mereka.

Itu suatu pemikiran yang mengejutkan. Berhasil membesarkan anak terdengar seperti tugas yang luar biasa. Memang seperti itu, membesarkan anak menuntut lebih dari kemampuan manusia. Itu membutuhkan hikmat dan kekuatan supernatural. “Tapi saya bukan Tuhan” anda mungkin berkata demikian. Benar! Anak anda mungkin sudah lebih dulu mengetahui hal itu. Tapi Tuhan berjanji menyediakan apa yang anda butuhkan (Phil. 4:19). Dan Dia tahu pasti apa yang anda butuhkan untuk menjadi orangtua yang baik, karena dia sendiri adalah Model Orangtua.

Suatu hal yang sangat menarik kalau saat Yesus berdoa dia menyebut Tuhan sebagai “Allah Bapa. Dan pemazmur menyatakan, “Adapun Allah, jalan-Nya sempurna” (Psa. 18:30, TLB). Jelas konklusinya bahwa Tuhan itu seorang bapak yang sempurna. Melalui penyelidikan FirmanNya dan belajar bagaimana dia berfungsi sebagai orangtua, kita bisa belajar menjadi orangtua seperti apa. Kemudian saat kita mengkomitmenkan diri kita sepenuhnya kepada dia dan membiarkan dia mengatur hidup kita, dia bebas menyatakan kuasa dan kekuatannya sebagai Model Orangtua melalui kita. Dia menyediakan teladan dan kekuatan, baik arahan dan dinamika bagi kita untuk menjadi orangtua yang berhasil.

Ada beberapa bagian Alkitab yang membandingkan Allah sebagai orangtua dan kita sebagai orangtua. Sebagai contoh, pemazmur menulis, “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Psa. 103:13, TLB). Salomo membuat penyelidikan ini yang kemudian dipinjam oleh penulis Ibrani: “karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Prov. 3:12, NASB; cf. Hebrews 12:6). Yesus menambahkan hal ini: “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Matt. 7:11, TLB).

Maksud hal ini sangat jelas terdapat diAlkitab. Tuhan sebagai orangtua dan kita sebagai orangtua sangat mirip—setidaknya memang begitu seharusnya. Tapi apakah anda memperhatikan bahwa didalam seluruh ayat ini arahnya adalah dari manusia kepada Allah. Setiap ayat menggunakan orangtua dan cara mereka memperlakukan anak mereka untuk mengajarkan siapa itu Allah. Konselor Kristen menemukan memang seperti itu. Pandangan seseorang tentang Allah sering merupakan gambaran orangtuanya sendiri, terutama bapaknya. Jika orangtuanya bahagia, mengasihi, menerima, dan mengampuni, dia lebih mudah mengalami hubungan yang positif dan memuaskan dengan Tuhan. Tapi jika orangtuanya dingin dan tidak peduli, dia mungkin merasa Tuhan terasa jauh dan tidak tertarik terhadapNya secara pribadi. Jika orangtuanya marah, kasar, dan menolak dia, dia sering merasa bahwa Tuhan tidak akan pernah menerima dia. Jika orangtuanya sulit dipuaskan, dia umumnya memiliki pengertian bahwa Tuhan tidak begitu senang dengannya.

Kita perlu merenungkan hal itu, sebagai orangtua Kristen. Konsep Tuhan seperti apa yang dibentuk anak kita melalui hubungannya dengan kita? Apakah dia belajar bahwa Tuhan itu pengasih, baik, sabar, dan pengampun ? atau kita tidak sengaja membangun pengertian Tuhan yang salah dalam hidupnya, menunjukan melalui tindakan kita bahwa Tuhan itu kasar, cepat marah, dan tidak puas, bahwa dia akan berteriak, memarahi atau menendang kita saat kita salah? Seluruh kehidupan kerohanian anak kita dipertaruhkan disini. Disini sangat penting bagi kita mempelajari orangtua seperti apa Tuhan itu, kemudian mengikuti teladannya agar anak kita bisa melihat pelajaran hidup tentang Tuhan yang kita miliki.

Setidaknya ada satu bagian dalam Alkitab, yang bergerak dari Tuhan kemanusia, menasihati kita untuk mengikuti teladan Tuhan dalam membesarkan anak kita. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Eph. 6:4, NASB). Ketiga kata kesimpulan dalam ayat ini selanjutnya akan menentukan arah buku ini. Pelatihan yang kita berikan pada anak kita haruslah pelatihan dari Tuhan. Tuhan harus menjadi prinsip pengarah dalam pelatihan itu. Itu milik dia dan harus diatur olehnya. Itu merupakan pelatihan yang sama dengan kita, dan kita akan memberikannya pada anak kita melalui arahan, kuasa dan dibawa otoritasNya serta bertanggung jawab pada dia. Tuhanlah inti semua hal ini. Saat kita masuk secara spesifik kedalam prinsip pelatihan anak, Alkitab tidak memiliki banyak hal yang dikatakan secara langsung. Tapi saat kita mengerti prinsip dasar yang dibangun dalam ayat ini, Alkitab menjadi suatu buku petunjuk yang tidak habis-habisnya dalam melatih anak dengan berhasil.

Hal itu berarti—kita memperlakukan anak kita seperti Tuhan memperlakukan kita. Dia model kita. Dan pengertian kita tentang bagaimana dia memperlakukan kita tidak semata datang dari orangtua kita, karena pengertian mereka bisa salah, seperti sudah kita lihat. Itu harus datang dari FirmanNya. Kita butuh menyelidiki Alkitab untuk menemukan bagaimana Tuhan memperlakukan anaknya, kemudian melakukan hal yang sama kepada anak kita.

Paulus menggunakan 2 kata dalam Efesus 6:4 untuk meringkas metode Tuhan dalam membesarkan anak--discipline dan perintah. Hal pertama merupakan kata umum bagi pelatihan anak. Itu meliputi penentuan tujuan bagi anak kita, mengajarkan mereka tujuan itu, kemudian dengan sabar tapi tekun membimbing mereka kearah tujuan itu. Walau kata aslinya tidak berarti koreksi, tapi dalam penggunaannya memasukan arti itu dan dalam Ibrani 12:5-7 (KJV) diterjemahkan “menghajar”. Tapi disiplin, berlawanan dengan pendapat umum, itu lebih dari sekedar koreksi. Itu berarti menentukan arah bagi anak kita, membimbing mereka disepanjang arah itu, dan dengan tegas namun penuh kasih mengembalikan mereka jalur itu saat mereka tersesat.

Pikirakan tentang menentukan arah. Apakah anda sudah pernah berdoa untuk menentukan tujuan bagi pelatihan anak kita ? Ini mungkin waktu yang tepat untuk itu. Kita tidak bisa mengharapkan anak kita menjadi baik jika kita tidak yakin “baik” itu apa. Seperti kata salah satu professor seminari saya, “Jika anda tidak menargetkan apa-apa, itulah target anda.” Karena kita belum memiliki target, mari buat sekarang. Target anda mungkin lebih luas dari saya, tapi ini setidaknya tempat yang baik untuk memulainya. Ini beberapa daftar dasar dari tujuan Alkitab yang ingin kita capai bersama anak kita.

1. Memimpin mereka untuk Mengetahui Keselamatan dalam Yesus Kristus. Hal ini terjadi diwaktu Tuhan, tapi kita tidak bisa benar-benar mengharapkan mereka menjadi seperti keinginan Tuhan sampai mereka memiliki nature baru yang diberikan dari atas.

2. Memimpin mereka kepada Komitmen Hidup secara Total untuk Kristus. Kita ingin agar mereka membuat keputusan yang sesuai dengan kehendaknya, berbagi setiap detil kehidupan dengan dia dalam doa, dan belajar untuk bersandar padanya dalam setiap pengalaman hidup yang mereka hadapi. Pertama, tanyakan pada Tuhan pola prilaku apa yang harus dibangun. Waktu untuk memulai adalah diawal kehidupan anak.

3. Memasukan Firman Tuhan dalam Hidup Mereka. Kita akan mengajarkan itu dengan setia, mengkaitannya dengan hidup, dan membuat suatu teladan untuk meneguhkannya.

4. Mengajarkan mereka Ketaatan, dan Menghormati Otoritas. Dengan mengembangkan kemauan mereka untuk tunduk pada otoritas kita, kita memasukan pelan-pelan rasa hormat pada peraturan, seperti sekolah minggu, pemerintah, dan yang terutama otoritas Tuhan sendiri. Tunduk pada otoritas merupakan dasar hidup bahagia dan damai dalam lingkungan kita.

5. Mengajarkan mereka Disiplin Diri. Hidup yang paling berbahagia adalah hidup yang terkontrol, khususnya dalam hal makan, tidur, seks, menjaga tubuh, penggunaan waktu dan uang, dan keinginan hal materi.

6. Mengajar mereka untuk Menerima Tanggung jawab—tanggung jawab untuk dijalankan dengan sukacita dan dengan efisien menyelesaikannya, tanggungjawab dalam menjaga milik mereka, dan tanggung jawab terhadap akibat tindakan mereka.

7. Mengajarkan mereka Prilaku dasar Karakter Kristen, seperti kejujuran, ketekunan, kebenaran, tidak egois, kebaikan, berbudi, pertimbangan, ramah, keadilan, murah hati, kesabaran, dan rasa terima kasih.

Sekarang kita tahu kemana tujuan kita. Tapi ingat, tujuan kita tidak hanya menekankan hal ini saat anak kita dibawa perawatan kita. Itu merupakan satu paket sehingga saat mereka tidak lagi bersama kita itu akan terus membimbing mereka. Itu seperti kata Salomo, “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu. Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya, jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya, jikalau engkau bangun, engkau akan disapanya. Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan” (Prov. 6:20-23, TLB).

Membuat hal ini mendarah daging, yaitu membuat hal ini menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka, seperti kata kedua yang digunakan Paulus dalam Ephesians 6:4 untuk menggambarkan pelatihan yang Tuhan berikan pada kita. Kata ini secara literal berarti, “meletakan dalam pikiran.” Penekanannya pada kata kerja pelatihan—memperingatkan, mengajar, menguatkan, memberi perintah, atau menegur. Tapi itu jauh dari ajaran orangtua. Itu menggambarkan orangtua yang setia dengan lembut menanamkan prinsip Firman Tuhan kedalam jiwa anak sehingga itu menjadi bagian penting dalam hidup mereka. Standar tidak hanya menjadi milik orangtua. Sekarang juga telah menjadi milik anak itu. Dia siap masuk dalam dunia, tidak tergantung pada orangtua, dengan prinsip Firman Tuhan dalam hidupnya sehingga dia menemukan kebahagiaan dan keberhasilan dalam melakukan kehendak Tuhan, bahkan saat tidak orang yang mengawasi mereka. Mungkin ini sebabnya sebagian orangtua berat melepas anaknya saat mereka harus dilepas. Jika orangtua mencurigai mereka belum berhasil memasukan cara hidup Tuhan dalam hidup anak mereka, mereka mungkin ragu-ragu melepaskan mereka, tapi mencoba mempengaruhi dan memanipulasi hal itu dengan berbagai cara lama setelah mereka sudah menika dan meninggalkan rumah. Tuhan ingin kita mulai membangun kemandirian itu sejak anak kita baru dilahirkan.

Aturan orantua, peraturan lainnya, dan batasan hanyalah sementara. Tujuannya adalah menyiapkan anak untuk kebebasan, jenis kebebasan yang bisa membawa dia kepada kepuasan sejati, kebebasan untuk hidup dalam keselarasan dan kebahagiaan dengan Penciptanya. Saat dia belajar dan dewasa, pembatasan dikurangi dan kemandirian ditingkatkan sampai dia meninggalkan kita untuk membangun keluarganya sendiri, disiplin diri, kedewasaan yang dikendalikan Roh, mampu melakukan tanggung jawab yang diberikan Tuhan dalam hidupnya.

Keseluruhan proses ini digambarkan dengan indah melalui cara Tuhan memperlakukan manusia diseluruh sejarah. Disaat kerohanian manusia masih anak-anak, Tuhan memberikan mereka Hukum -- 613 perintah, peraturan, dan penghukuman yang mengatur hampir setiap detil kehidupan. Itu bukan cara hidup yang umumnya dipilih manusia, tapi itu berhasil. Paulus berkata, “Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman” (Gal. 3:24, 25, KJV, cf. Gal. 4:1-7). Dia kemudian mengambarkan kepenuhan iman, kebebasan hidup dalam Kristus, dan sukacita kedewasaan dalam Anak. Siapa yang memerlukan semua hukum diatas saat kita memiliki Roh Kudus didalam diri kita (Rom. 8:14)?

Itulah yang harus dilakukan orangtua. Selama masa kecil kita mengatur tindakan mereka dengan standar Alkitab. Saat anak mengembangkan disiplin dan control diri, pembatasan luar semakin dikurangi sampai dia mencapai kemandirian yang Tuhan inginkan disaat dia berkata, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Gen. 2:24, KJV).

Hanya ada sedikit bandingannya dalam dunia ini dengan sukacita yang kita rasakan saat melihat anak kita hidup dalam persekutuan bersama Tuhan atas keinginan mereka sendiri. Rasul Yohanes berkata, “Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.” (3 John 1:4, KJV). Dia mungkin bicara tentang anak rohaninya, tapi maksudnya bisa diaplikasikan pada anak kita. Yakub juga merasakan sukacita itu saat dia mendengar cerita perseteruan anaknya dengan istri potifar. Dia menawarkan Yusuf tubuhnya dan sulit menolaknya. Ayahnya berada beberapa ratus mil dari dia dan saat itu tidak jelas apakah Yusuf masih bisa bertemu dengannya lagi. Tapi prinsip Tuhan sudah menjadi bagian dari jiwanya selama tahun-tahun masa kecilnya sehingga itu menjauhkannya dari berbuat dosa (Gen. 39:7-20).

Orangtua Daniel mengalami sukacita yang sama jika mereka mendengar anak mereka dengan setia berbakti pada Tuhannya di Babylon. Dia berada hampir 600 mil dari rumah. Dan semua anak-anak yang lain memakan makanan raja yang sudah dipersembahkan pada dewa. “Semua orang melakukannya” dan “tidak ada yang bisa tahu” sudah cukup alasan bagi banyak anak lain kedalam kegagalan rohani. Tapi “Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja” (Dan. 1:8, TLB).

Bukankah akan menjadi hal yang indah mengetahui anak kita berjalan dengan Tuhan saat mereka jauh dari kita ? Dengan teladan Model Orangtua membimbing kita dan kuasa Roh yang ada dalam diri kita untuk menguatkan kita, kita bisa menolong anak kita melalui tahun-tahun pembentukan mereka dan membentuk mereka menjadi pria dan wanita Tuhan, diperlengkapi untuk melakukan kehendakNya.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

3. Selimut Keamanan Tuhan

Kita sekarang, diperhadapkan dengan tanggungjawab yang sangat besar untuk membentuk anak kita kepada kerohanian yang dinamis, menjadi orang dewasa yang akan membawa kesukaan bagi hati Tuhan dan kita. Bagaimana kita melakukannya? Kita akan mencoba menjawab itu didalam seluruh buku ini, satu hal terpenting dari semua. Ini mungkin mewakili kebutuhan terbesar anak kita, dan sesuatu yang hanya bisa dipenuhi oleh orangtua. Anak membutuhkan kasih sayang orangtua. Itulah cara Tuhan memperlakukan kita. “sebab Bapa sendiri mengasihi kamu” (John 16:27, TLB). “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita . . .” (1 John 3:1, TLB). Dan itulah cara yang diinginkannya dalam memperlakukan anak kita.

Ada banyak nasihat Alkitab mengenai mengasihi. Sebagai contoh, “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.. . . .” (1 John 4:7, TLB). Bersama dengan hal itu ada banyak aplikasi lainnya, ayat itu jelas memasukan kasih orangtua bagi anak-anak. Tapi ada nasihat yang lebih spesifik. Rasul Paulus berkata pada Titus bahwa wanita tua mengajar wanita yang lebih muda untuk mengasihi anak mereka. (Titus 2:4). Dan ayah agar melakukan tanggung jawabnya dalam hal-hal yang Tuhan perintahkan. “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Psa. 103:13, KJV). Kata “pitieth” 2 kali diterjemahkan dengan “kasih” dalam King James Version (Psa. 18:1; Daniel 1:9). Itu menunjukan kasih orangtua yang mendalam, kelembutan, belaskasih, dan pengampunan; dan hal itu ditujukan pada bapak. Ibu dan bapak keduanya harus mengasihi anak mereka.

Sebagian orang sekarang mungkin bertanya, “kenapa kita harus diingatkan tentang hal itu? Bukankah alami bagi orangtua mengasihi anak mereka?” Meledaknya bisnis aborsi, menunjukan contoh pembuangan anak, dan suatu jumlah penganiayaan anak yang memprihatinkan menunjukan hal itu. “Itu mungkin kondisi orang duniawi,” ada yang menjawab. “tapi kita orang Kristen. Kita tahu kalau anak kita merupakan karunia dari Tuhan. Mereka bagian dari kita. Mereka hasil dari kasih kita. Kita mengasihi mereka!” Itu benar, tapi apakah mereka mengetahuinya? Apakah mereka benar-benar merasakan kasih kita sepanjang waktu, atau ada waktu ketika mereka memiliki alasan untuk meragukannya?

Mari kita kembali keawal saat saya mencoba menjelaskan maksud saya. Setiap anak memiliki hak untuk dipelihara dalam kasih, diperlakukan dengan kasih selama 9 bulan kehamilan, dan dengan hangat disambut kedunia ini seperti hadiah yang diberikan pada orangtua yang mengasihinya. Para ahli mengatakan bahwa lingkungan yang tidak ada kasih selama kehamilan bisa sangat mempengaruhi perkembangan anak dikemudian hari. Setelah bayi lahir, lingkungan yang mengasihinya makin penting; dia perlu dipeluk, disayang dan dielus. Sebagian bayi yang tidak diperlakukan seperti ini akhirnya mati. Penyelidikan menunjukan bahwa bayi mungkin bisa mendeteksi kurangnya kasih melalui nada yang kasar atau perlakuan yang tidak baik, banyak mempengaruhi emosi mereka dikemudian hari.

Saat seorang anak bertumbuh dia tetap butuh diyakinkan bahwa dia dikasihi, bukan atas apa yang dia lakukan atau tidak, tapi atas dirinya. Dia perlu diyakinkan dengan perkataan yang lembut dan dengan kedekatan fisik. Dengan itu dia akan mengembangkan pola emosi yang sehat yaitu penerimaan dan keamanan. Tanpa itu, dia menjadi tidak nyaman, kasar, atau neurotic. Sebagian dokter menemukan bahwa kekurangan kasih sayang bisa menghentikan pertumbuhan anak. Sebagian lain menyimpulkan bahwa kurangnya kasih dari orangtua bisa menyebabkan homoseksual, mati rasa, dan kelainan lainnya.

Seorang ayah yang berdedikasi berkata pada saya bahwa anak perempuannya yang berusia 10 tahun telah menjadi dingin dan tidak peduli padanya. Saat dia mengevaluasi keadaan itu dia menyadari bahwa dia memeluk dan membawa adik laki-lakinya yang cacat, tapi menolak dia dengan berkata, “kamus sudah besar. Kamu bisa mengurus diri sendiri.” Saat dia mulai menyatakan kasihnya secara terbuka kepada anak perempuannya, dia menjadi hangat dan suka mendekat pada ayahnya. Itu menjadi kesimpulan kita, baik dari Firman Tuhan maupun dari pengalaman manusia, bahwa seorang anak diberikan hak untuk merasa aman dalam kasih orangtuanya. Itulah cara Tuhan membuat dia menjalani pertumbuhan emosi yang sehat. Itulah selimut keamanan Tuhan bagi anak.

“Tapi nanti anak kita berpikir mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau jika mereka merasa tidak nyaman dalam kasih kita?” Itulah salah satu kebohongan setan. Dia menggunakan hal itu untuk merampok sukacita anak Tuhan dari kasih Bapa mereka, dan dia menggunakan itu untuk merampok kepastian kasih itu dari anak kita. Dalam kedua kasus diatas, kebalikannya juga benar. Hampir semua kekuasaan setuju bahwa penyebab prilaku anti social, pemberontakan, ketidaktaatan, dan masalah disiplin hasil dari kurangnya kasih sayang. Anak-anak yang tahu mereka dikasihi dan diterima, yang tidak takut ditolak atau dibuang oleh orangtua mereka, tidak perlu bertingkah untuk mendapat perhatian atau membangun nilai diri mereka sendiri. Mereka bernilai bagi seseorang dan mereka mengetahui itu. Mereka diterima, dan keyakinan itu membawa kepuasan batin dan rasa aman. Kasih yang mereka rasakan dari orangtua mereka membangkitkan kasih dalam hati mereka, seperti kasih Tuhan membangkitkan kasih kita untuk mengasihi (1 John 4:19). Dan kasih mereka kemudian mendorong mereka untuk mentaati kita seperti kasih kita pada Tuhan mendorong kita untuk mentaatinya (1 John 5:3). Karena mereka dikasihi, mereka ingin taat. Daripada pemberontakan dan ketidaktaatan, kasih mengekang hal itu.

Setelah saya membagikan kebenaran ini dengan beberapa orantua dalam suatu pertemuan, seorang guru TK datang pada saya dan menceritakan tentang anak yang paling sulit yang pernah dia hadapi – egois, bermusuhan, dan kasar terhadap anak lain. Sang guru minta Tuhan agar dia diberi kemampuan untuk mengasihi anak ini dan menolong anak itu merasakan kasih. Dengan perlakuan dan tindakannya yang baru ada perubahan yang terjadi, dan anak itu menjadi seorang murid yang kooperatif dan taat. Konselor kamp menceritakan pada saya tentang anak laki-laki yang sangat kurang kasih sayang, yang berespon sangat indah saat dia merasa seseorang memperhatikan dia dan menunjukannya. Sayangnya, sebagian besar anak seperti itu datang dari keluarga Kristen dan itu membuktikan masalah disiplin dalam gereja yang percaya Alkitab. Mungkin kita harus menyimpulkan bahwa anak-anak dari orangtua yang Kristen tidak selalu merasakan kasih Tuhan. Dan jika itu masalahnya, mungkin kita harus menyelidiki suatu cara untuk mengkomunikasikan kasih kita sehingga anak-anak kita menikmati hak penting ini yang diberikan Tuhan.

Bagaimana kita seharusnya menyatakan kasih pada anak kita? Salah satu cara melalui perkataan. Sebagian orangtua, mungkin terhalang oleh kasih yang mereka rasakan dulu, menjadi sulit mengatakan kasih pada anak mereka. Mereka ingin, tapi perkataan itu tidak mau keluar. Memaksakan itu berlawanan dengan kenyataan. Jika itu masalah anda, maukah anda bersyukur pada Tuhan untuk perkataan kasihNya pada anda dalam FirmanNya, dan maukah anda meminta padaNya untuk menolong anda mengatakan pada anak anda bahwa anda mengasihi mereka? Anda mungkin melihat perkembangan dalam prilaku mereka.

Tapi dengan perkataan saja tidak cukup. Perkataan itu harus ditunjang oleh tindakan. Anak-anak sangat peka. Mereka tahu kalau perkataan kita kosong dan tidak berarti. “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (1 John 3:18, TLB). Dan itu lebih daripada sekedar memberi mereka makan, memakaikan baju, dan membelikan materi pada mereka. Itu merupakan tanggung jawab kita untuk menyediakan kebutuhan materi, tapi mereka bisa merasakan itu saat kita mencoba untuk menggantikan rasa bersalah karena gagal menunjukan kasih kita dengan memberikan mereka hadiah.

Kita perlu mendukung kata-kata kita dengan waktu yang kita berikan pada mereka. Tuhan melakukan itu. Dia selalu bersama dengan kita (Matt. 28:20). Kita benar-benar mengasihi anak kita, tapi betapa kita sering menyatakan hal yang berlawanan dengan berkata “saya tidak punya waktu untuk itu. Pergi dan tinggalkan saya sendiri.” Kita bisa memiliki waktu lebih banyak jika kita mau memberikan mereka perhatian penuh selama beberapa menit sekarang. Itu tidak berarti kita harus meletakan semuanya dan setiap saat melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka bisa diajarkan untuk menunggu saat itu diperlukan. Tapi untuk beberapa anak, perhatian yang mereka minta dan tunggu tidak pernah datang. Jadi mereka semakin kurang mengharapkan hal itu, karena kurangnya waktu yang diberikan orangtua mereka. Setiap kali kita mengabaikan anak kita karena mereka menggangu saat kita ingin melakukan sesuatu, kita menambah satu luka pada jiwa mereka, dan halangan baru dalam pertumbuhan kedewasaan emosi mereka dan penyesuaian diri didunia sekitar mereka.

Itu bukan hanya waktu. Itu suatu waktu yang tepat. Kualitas lebih penting dari kuantitas. Sepuluh menit perhatian penuh terhadap apa yang ingin mereka lakukan lebih bernilai dari 10 jam perhatian yang terpecah karena memarahi, menguliahi, atau mengkritik. Menunjukan ketertarikan pada hal yang mereka suka akan membangun rasa persahabatan dan percaya diri sehingga membuat mereka lebih mudah bicara pada kita dalam 10 tahun pertama yang kritis. Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk membangun kepercayaan diri, bahkan saat waktu kita terbatas. Ayah saya seorang pastor yang sibuk. Tapi saat saya 6 tahun dia menggantung foto dirinya didinding tempat saya belajar. Disitu dia menulis dengan huruf besar, “Man to man.” Itu merupakan harta paling berharga bagi saya. Saya ingat saat pergi keruang belajarnya saat dia tidak ada dan hanya melihat-lihat. Itu membuat saya merasa ayah sebagai teman baik saya.

Memberikan waktu untuk anak kelihatannya telah menjadi resiko pelayanan. Ditahun-tahun pelayanan saya ada waktu dimana banyak sekali yang harus dikerjakan sehingga saya merasa bersalah dimalam hari saat bersama keluarga. Tuhan telah menolong saya mengubah prioritas saya selaras dengan rencanNya. Tapi itu juga bisa terjadi pada orang ‘awam’. Kita bisa saja terlibat penuh dalam pekerjaan Tuhan sehingga melupakan tanggung jawab kita terhadap anak kita. Itulah sebabnya seorang Kristen super anaknya punya masalah disiplin paling berat digereja. Kenyataannya mereka sangat disibukan dengan hal rohani sehingga mereka tidak punya waktu untuk dikenal dan dikasihi oleh anak mereka. Investasi terbaik adalah investasi waktu berkualitas dengan anak kita. Tuhan Yesus memberikan teladan indah dalam hal ini. Muridnya mencoba mengusir anak-anak untuk melindungi waktu Tuhannya. Alkitab berkata dia tidak suka dengan prilaku mereka. Dia memanggil anak-anak itu dan memperikan perhatian penuh (Mark 10:13-16).

Rencana rekreasi keluarga akan menolong anda keluar dari jebakan waktu. Dan itu harus direncanakan. Jika anda berharap itu akan terjadi secara spontan, itu tidak pernah terjadi. Ayah harus mengambil waktu libur secara teratur dan merencanakannya untuk keluarga. Keluarga yang berhasil harus direncanakan. Sedikit pemikiran yang kreatif bisa membuka cara-cara bersenang-senang bersama sebagai keluarga.

Untuk permulaan, mainkan beberapa permainan bersama. Kami menghitung sudah 63 kali melakukannya, akumulasi keseluruhannya. Hobi bisa membuat kebersamaan menjadi menarik. Memasak pop corn, membaca buku dengan suara keras, memainkan alat musik, atau bermain dilantai rumah bisa membangun ikatan kasih yang kuat. Dan itu baru permulaan. Memberikan waktu untuk bermain dihalaman belakang seperti Bulu tangkis, ping pong, etc. Pergi keluar untuk olahraga lain agar seluruh keluarga bisa menikmatinya seperti bowling, tennis, mincing, golf, ski, atau bersepeda. Piknik, mendaki, dan lainnya akan memperbanyak acara anda.

Membuat waktu makan menjadi waktu berbagi. “tidak ada keluhan di meja makan” merupakan aturan yang baik untuk diikuti. Belajar tertawa bersama sebagai keluarga, bahkan tertawa pada diri sendiri. Saat anak anda bertumbuh, waktu-waktu itu akan menjadi ingatan dasar mereka tentang keluarga. Belum lama ini saya bicara dengan teman saya seorang misionaris yang memiliki 8 bersaudara, hanya satu yang tidak bekerja diladang Tuhan, dan yang satu itu masih sekolah saat ini. Saya bertanya apa yang dilakukan orangtuanya sehingga sangat mempengaruhi hidup mereka. “Satu hal yang menempel dalam pikiran saya adalah waktu kita bersama,” katanya. “Mama kadang-kadang menolak pekerjaan digereja karena berbenturan dengan pekerjaannya menjadi ibu yang baik. Kita semua bekerja bersama dengan ayah tapi kadang-kadang dia mengusulkan untuk istirahat sebentar dan kita pergi main basket atau permainan lainnya. Kita bermain bersama.” Waktu bersama keluarga itu mau berkata, “kami mengasihi kamu. Kami bahagia bersama kamu. Kamu harta kami paling berharga didunia ini.”

Satu cara lain untuk menunjukan kasih adalah melalui pujian dan apresiasi. Kenapa kita sangat mudah memarahi anak kita kalau mereka salah, tapi sangat sulit memuji mereka kalau mereka melakukan hal yang baik? Setiap kali kita memberitahu mereka kalau kinerja mereka tidak sebaik seharusnya, kita mengambil kepercayaan diri mereka tentang kemampuan mereka. Kritik paling merusak ditujukan pada karakter anak daripada tindakannya. Kita mengatakan mereka kaku, bodoh, jelek, dan hal buruk lainnya, dan dia mulai memikirkan dirinya seperti itu, mengembangkan rasa rendah diri sehingga menyebabkan kepedihan diseluruh hidupnya. Kadang-kadang memang perlu menunjukan kelemahan yang harus dikoreksi, tapi komentar kita harus diarahkan pada tindakan anak daripada pribadinya. Dan kita selalu perlu mencari hal yang berhasil dilakukannya, memuji hal itu. Itu akan membangun rasa percaya diri dan menolong dia mengatasi kata-kata “saya tidak bisa melakukan apapun dengan benar” yang bisa mempengaruhi semua pekerjaannya. Dan itu bisa meyakinkan dia bahwa kita benar-benar peduli padanya, menerima dia, dan senang kalau dia anak kita.

Kita juga bisa menolong anak kita merasakan kasih kita melalui pengertian. Setiap anak unik, berbeda dengan anak lain dalam hal rupa mereka, kepribadian, kepintaran, kecakapan, dan respon emosi mereka. Setiap anak memiliki hak untuk diterima seperti itu dan tidak dipaksa kedalam suatu bentuk tertentu. Jim mungkin seorang yang suka membaca, sementara Jack tangannya terampil. Dorong setiap anak kedalam bidang yang mereka tertarik. Tidak adil membandingkan seorang anak dengan anak lain, seperti “kakakmu jelas nilainya lebih baik dari ini.” Perbandingan seperti itu hanya membangun kebencian terhadap anda karena kurangnya pengertian, tapi juga terhadap kakaknya karena menyebabkan dia menderita. Selain itu, itu menunjukan keberpihakan. Kasih Tuhan tidak membedakan (Acts 10:34), dan dia berharap kita juga melakukan hal yang sama (James 2:9). Salah satu contoh tragis keluarga diAlkitab adalah, “Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan, tetapi Ribka kasih kepada Yakub” (Gen. 25:28, TLB). Sakit hati dan penderitaan dari pembedaan dalam keluarga bisa terjadi saat salah seorang anak merasa dia dinomorduakan dalam hal kasih sayang orangtua.

Agar kita bisa mengerti, kita perlu mendengar perkataan anak kita. Kita sering langsung menyimpulkan, menawarkan saran, atau memberi kuliah tanpa mendengar anak kita bicara. Kemudian kita bertanya kenapa mereka berhenti bertanya pada kita. Kita perlu mendengar, berpikir, mencoba mengerti apa yang mereka rasakan saat itu, kemudian menyatakan suatu perkataan yang menunjukan kalau kita mengerti. Mari saya ilustrasikan. Misalkan anak anda kehilangan sesuatu yang berharga seperti baseball yang baru. Bagaimana reaksi anda? “ya, jika kamu lebih hati-hati, kamu tidak akan menghilangkannya.” “kamu akan kehilangan kepalamu kalau kamu seperti itu.” “kapan kamu belajar menjaga barang?” “baseball tidak tumbuh dari pohon.”Jangan keluhkan itu pada saya. Bukan saya yang menghilangkannya kan.” Dan ada banyak perkataan untuk meyakinkan sang anak bahwa kita tidak peduli tentang dia, dan baseball yang hanya 2 dollar lebih penting daripada dirinya. Kita perlu mengajarkannya nilai dari uang dan menjaga barangnya. Tapi kenapa tidak mencoba suatu yang simpatik seperti, “bukankah itu baseball kesukaanmu?” atau suatu yang lebih menolong seperti, “ayo, kita cari bersama. Kamu ingat kapan terakhir kali itu berada?” Atau suatu yang menguatkan seperti, “mungkin kita bisa menemukannya saat kita membersihkan gudang.” Maka anda akan meyakinkan dia bahwa anda benar-benar peduli, bahwa anda temannya daripada pengkritik.

Kita menyatakan kasih pada anak kita melalui rasa hormat kita. Mereka pribadi yang Tuhan buat dengan nilai dan harga kekal, dan mereka harus diperlakukan sepadan dengan itu. Itu berarti kita tidak menertawakan kelemahan atau mengejek kebiasaan mereka. “George, kamu melempar seperti perempuan.” “jadi, bagaimana kabar beckyku sekarang?” itu hanya gurauan, kita berkata, tapi itu menghancurkan jiwa mereka yang sensitive, menghancurkan citra diri mereka, dan membuat halangan baru dalam pergumulan kearah kedewasaan. Rasa hormat juga berarti kita tidak boleh bicara merendahkan mereka. Pesan yang tidak sadar masuk dalam telinga mereka bisa bertanda permanent dalam jiwa mereka, membuat hidup mereka salah arah. Ayah berkata, “saya khawatir jack tidak pernah bisa berarti untuk apapun.” Jika Jack sering mendengar ayahnya mengatakan itu, dia akan percaya kalau itu benar. Dan dia mungkin tidak mau berarti untuk apapun. Tidak ada alasan untuk mencobanya. Ayahnya, yang lebih tahu dari dia, telah menyimpulkan bahwa dia tidak mampu mencapai sesuatu dalam hidup.

Kasih bisa juga dikomunikasikan melalui nada suara kita. Anda mungkin berkata kalau anda mengasihi anak anda, tapi mereka tidak merasakan kasih saat anda berteriak, “hentikan itu sekarang juga,” atau rengekan, “kamu semua membuat saya bingung.” Kadang kita perlu diingatkan kalau anak-anak adalah manusia yang memiliki hak untuk dibicarakan secara baik dan menyenangkan seperti kita bicara pada orang yang kita cintai. Kemarahan tidak pernah menjadi ekspresi kasih. Kasih “….sabar menanggung segala sesuatu” (l Cor. 13:5, TLB). Mungkin kita perlu mengevaluasi kemarahan kita saat kita melihat anak kita berespon pada kita dengan kasar.

“Tapi mereka bisa sangat menjengkelkan.” Ya, dan kita perlu mengakui kalau kasih kita tidak cukup, itu bisa menipis dan akhirnya meledak. Maka itu kita perlu menyerahkan kehendak kita pada Kristus dan membiarkan RohNya menyatakan kasihnya melalui kita. Produk alami dari hidup yang dipenuhi Roh adalah kasih dari Tuhan (Gal. 5:22). Setelah itu kita dimampukan untuk menyatakan kasih kita pada anak kita bahkan saat mereka bertingkah seperti anak kecil. Dan mereka akan mampu tenang dalam kasih kita dan bertumbuh daripada membuang tenaga mereka untuk mendapat perhatian kita atau membangun nilai diri mereka dengan hal lain. Dan kita akan mulai mengalami sukacita Tuhan terhadap anak kita.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

4. Lakukan Seperti yang Aku Lakukan

Kenapa sebagian anak yang dibesarkan dalam keluarga Kristen benar-benar berbalik pada Yesus Kristus, benar-benar hidup dalamnya, dan membagikannya dengan orang lain, sementara anak lain dilingkungan yang sama jatuh kerohaniannya selama masa remaja mereka? Semua rutinitas gereja menjadi candu bagi mereka dan mereka tidak bisa peka tentang Tuhan. Ini pertanyaan yang kompleks dan sudah lama merupakan pergumulan pemimpin Kristen. Tentu saja ada banyak factor yang terlibat disetiap kasus. Tidak ada satu jawaban untuk semua masalah. Tapi ada satu hal yang terus muncul dalam hubungan saya dengan keluarga Kristen dan pemimpin pemuda, dan saya tidak bisa melarikan diri dari pentingnya hal itu. Itu merupakan kebenaran yang dinyatakan dalam Galatians 6:7-8: “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu” (TLB).

Menuai apa yang kita tabur berlaku dalam setiap kehidupan kita, tapi salah satunya adalah hubungan kita dengan anak kita. Kita akan menuai apa yang kita tabur dalam mereka. Dan sayangnya, apa yang kita tuai dalam mereka tidak hanya bagaimana kita memperlakukan mereka atau apa yang kita katakan pada mereka, tapi bagaimana kita belaku dihadapan mereka. Dengan kata lain, kita tidak bisa mengharapkan anak kita melampaui kita dalam hal rohani atau menjadi lebih daripada kita. Itu menjadi tanggung jawab kita untuk menjadi teladan dihadapan mereka sesuai dengan harapan kita pada mereka.

Inilah cara Model Orangtua memperlakukan kita. Saat dia mengatakan apa yang seharusnya kita lakukan, dia membuat standar dari teladannya sendiri. “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.’” (1 Peter 1:15-16, TLB). Kekudusannya memberikannya hak untuk memerintahkan hal yang sama pada kita. Kita mungkin sedikit tidak mau jika dia memerintahkan sesuatu yang lebih dari yang ditunjukannya. Tapi sebaliknya, dia membuat pola yang sempurna bagi kita untuk diteladani. Tuhan Yesus menggunakan pendekatan yang sama terhadap muridnya. “sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (John 13:15, TLB). Dia menetapkan suatu standar yang tinggi karena dia tahu kita tidak bisa melampaui yang sudah ditetapkan. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya” (John 13:16a, TLB). Jika kita memperlakukan anak kita seperti Tuhan memperlakukan kita, kita harus menetapkan suatu teladan untuk semua yang kita inginkan mereka lakukan.

    Teladan yang buruk dihadapan anak kita akan berdampak pada generasi mendatang. Tuhan pengampun dan belas kasih, tapi dia memperingatkan bahwa anak-anak akan merasakan dampak dosa orangtuanya 3 sampai 4 generasi (Num. 14:18). Apakah itu berarti bahwa Tuhan meletakan kutuk pada 3 sampai 4 generasi, atau itu sesuatu yang diberikan melalui keturunan sehingga mengutuk mereka? Saya pikir tidak demikian. Tapi dosa menciptakan suatu keadaan tertentu dalam keluarga, secara psikologi dan rohani, suatu keadaan yang berdampak pada karakter anak kita. Saat mereka menikah, mereka mungkin akan menciptakan lingkungan keluarga yang sama seperti yang mereka alami saat mereka bertumbuh dan melihat dosa yang kita perbuat, bersama dengan akibat-akibat tidak baik lainnya.

Sebenarnya, keluarga yang mereka buat mungkin lebih buruk dari kita. Saya bisa melihat itu sebagai keluarga Kristen dimana orangtua bertengkar setiap waktu. Hanya sedikit sekali kasih seperti Kristus yang ditunjukan pada anak mereka. Tuhan Yesus tidak diijinkan memainkan peran yang penting dalam kehidupan keluarga mereka dan hal dimana Kristus sering disebut adalah saat mereka mengkritik orang Kristen lain. Tapi didepan teman-teman Kristen, orangtua mereka menjaga muka “orang Kristen yang baik” Anak mereka melihat kemunafikan itu, memutuskan itu bukan untuk mereka, menolak Kekristenan, dan membangun keluarga sekuler saat mereka menikah. Saya bertanya berapa banyak generasi yang akan terkena dampak dosa orangtua itu? Tuhan berkata setidaknya 3 sampai 4 generasi. Dan tidak ada jaminan bahwa walaupun ada seseorang kemudian mengenal Kristus dan membalikan hal itu. Jika itu terjadi, itu seluruhnya anugrah Tuhan.

Sekarang waktunya untuk menghentikannya, waktu untuk menyerahkan diri kita untuk dikontrol oleh Roh Kudus dan menjadi seperti apa yang dikehendaki Tuhan, waktu untuk mulai membentuk teladan seperti Kristus didepan anak kita dan memperbaiki setiap kerusakan yang mungkin sudah terjadi. Nabi Yesaya berseru pada orang-orang dimasanya agar hati mereka kembali pada Tuhan. Dia membuat janji yang indah ini jika mereka mau berbalik: “Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan yang memperbaiki tembok yang tembus, yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni.(Isa. 58:12, KJV). Dia terutama menunjuk pada membangun kembali tembok dan jalan Yerusalem, tapi kita tidak boleh kehilangan aplikasi rohaninya. Jika orangtua yang percaya mau menyerahkan dirinya pada Tuhan dan melakukan kehendakNya, mereka dan anak mereka akan mampu memperbaiki kerusakan banyak generasi dan mendapat sebutan “yang membetulkan keturunan,” dan “yang membetulkan jalan supaya itu dapat dihuni.”

Kita tidak bisa menyelesaikan penurunan keluarga Kristen. Keluarga kita bisa berbeda. Tuhan tidak akan menerima alasan seperti, “tapi itu cara saya dibesarkan,” atau “itu cara ayah dan ibu memperlakukan saya.” Jika apa yang kita lakukan itu salah, kita perlu mengubahnya. Saat kita berbalik pada Tuhan dalam penyerahan dan kepercayaan, dia akan menolong kita memperbaiki apa yang sudah hancur dan memperbaiki jalan supaya itu dapat dihidupi. Generasi yang berikutnya akan berterima kasih pada kita untuk itu.

Ada beberapa perkataan lama yang sering diulang-ulang bahwa sebagian dari kita mampu melewati waktu-waktu itu: salah satunya, “tindakan bicara lebih keras dari perkataan”; yang lainnya, “Anda bicara terlalu keras sehingga saya tidak bisa mendengarnya.” Itu semua tidak ditemukan dalam Alkitab, tapi pemikiran itu jauh dari Alkitab. Rasul Paulus berkata, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1 Cor. 11:1, TLB). Kepada yang lain dia berkata, “Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.” (Phil. 4:9, TLB). Saya bertanya jika kita bisa mengatakan hal itu pada anak kita. Salah satu kata-kata basi yang sering mencerminkan pendekatan kita tapi lebih baik dari yang diatas, “lakukan seperti yang aku katakan, tidak seperti yang aku lakukan.” Setan pasti yang menginsiprasikan hal itu, dan jika kita terus menggunakannya, kita bisa memastikan anak kita akan menjadi lebih memberontak.

Pada seorang pastor muda, Paulus menulis, “…..Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Tim. 4:12, NASB). Dia tahu jemaat dimana Timotius ada tidak mau mendengarkan dia jika mereka tidak melihat hidupnya merupakan teladan dari perkataannya. Prinsip yang sama dihubungkan dengan orangtua dan anak. Kita seharusnya bisa mengatakan, “lakukan seperti kataku, dan seperti perbuatanku.” Dan anak-anak bisa melihat kepalsuan yang ada.

Sebagai contoh, kita ingin anak kita supaya baik. Kita mengajar mereka untuk bicara sopan kepada orang lain. Tapi mereka mungkin mendengar kita bicara tidak baik pada teman kita, atau mendengar kita bicara tidak sopan satu sama lain atau kepada mereka. Mereka mungkin melakukan seperti yang kita lakukan daripada yang kita katakana. Kita mengajar anak kita untuk jujur. Tapi saat kita semua antri tiket pertunjukan, kita berkata “katakana kalau kita hanya 11 orang.” Atau mereka mungkin mendengar kita membahas betapa kita berhasil menipu penjual tiket itu walau kita tahu itu melanggar hukum. Dan kita tidak bisa mempersalahkan orang lain selain diri sendiri saat kita melihat mereka berbohong atau menipu.

Kita mengajar mereka untuk tidak menipu. Tapi kita menyombongkan diri karena petugas pasar mengembalikan uang lebih dan kita tidak mengembalikan uang itu pada pemilik sebenarnya. Dan anak kita mulai percaya kalau mencuri itu diperbolehkan dalam keadaan tertentu.

Kita ingin anak kita belajar bahwa merengek tidak bisa membuat mereka mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi kita sering merengek pada mereka saat mereka tidak menyenangkan kita, dan kita mungkin merengek pada sesama saat keadaan jadi lain. Jadi mereka akan terus merengek selama masa kanak-kanak dan masa muda mereka. Dan mereka akan melakukan itu saat mereka menikah, dan siapa yang tahu berapa banyak orang yang akan merasa menderita karena teladan kita yang buruk?

Ilustrasi tentang itu sangat banyak. Kita mengajarkan mereka bahwa Tuhan akan memenuhi kebutuhan mereka, kekawatiran tidak mendapat tempat dalam kehidupan orang Kristen. Tapi kita khawatir menjadi sakit saat ada masalah dan mencari ketenangan melalui obat-obat. Kita mencoba mengajarkan mereka untuk mendengar kita saat kita bicara. Tapi kita sering terlalu sibuk untuk bisa memperhatikan apa yang mereka katakan. Seringkali kita berteriak pada mereka saat kita menyuruh mereka untuk memelankan suara, atau meminta mereka merapikan barang saat barang kita berserakan dimana-mana. Seorang wanita menceritakan kalau orangtua mereka membersihkan mulut mereka dengan sabun karena dia berkata “golly” atau “gee” ketika dia masih kecil. Tapi dia mendengar lewat dinding kalau mereka saling memaki. Seperti anda bayangkan, permasalahan emosinya pasti sangat besar.

Kita ingin anak kita menepati janji, tapi janji kita pada mereka sangat tidak berarti. Kita mendorong mereka untuk tidak materialistic, tapi mereka mendengar kita mengeluh tentang rumah yang kecil, mobil yang kurang baik atau pakaian yang kurang bermodel. Kita mengatakan kalau mereka harus berjalan dengan Tuhan, tapi mereka sedikit melihat kita memberikan waktu untuk Firman dan doa. Kita mengajarkan mereka pentingnya bersama umat Tuhan hari minggu. Tapi kita tinggal dirumah untuk alasan sepele, atau mungkin pergi mendaki dan memancing selama kebaktian. Sebagai orang percaya kita ingin mereka memperhatikan kebutuhan dunia yang terhilang ini, tapi kita sendiri jarang menyebut tentang misionaris atau berdoa bagi mereka dalam keluarga.

Jika kita ingin anak kita menjadi seperti keinginan Tuhan, maka kita harus menunjukan teladan. Kegagalan kita terhadap hal ini sangat menyedihkan, tapi ada yang lebih menyedihkan, yaitu kita tidak mau mengakuinya. Sering kita berkeras bahwa tidak ada yang salah dengan cara hidup kita atau teladan yang kita buat. Dan ketidakjujuran terhadap diri kita menjadi sumber kehancuran kita. Anak-anak bisa melihat melalui kemunafikan itu, dan itu menghancurkan mereka.

Mungkin kita bisa menyebut masalah dasarnya sebagai “rut Christianity.” Rut Christians mungkin orang percaya dalam tingkat yang belum dewasa atau mereka hanya tahu kosa kata Kristen tanpa tahu maknanya. Walau begitu mereka tetap menjaga rutinitas, pola keagamaan yang harus mereka lakukan. Mereka datang kegereja secara rutin –mungkin tidak sesering yang seharusnya, tapi cukup sering untuk tetap menjaga image yang baik. Mereka memberi uang pada gereja –mungkin tidak sebanyak yang seharusnya, tapi cukup untuk meyakinkan orang lain mereka benar-benar tulus memberikannya pada Kristus. Mereka mungkin menerima tanggung jawab dalam gereja; bagi mereka pekerjaan gereja penting. Tapi dengan sistematik dan dengan ahli mereka menutupi kesalahan, dosa, pergumulan, cobaan, kelemahan, ketegangan, dan konflik, yang bisa menghancurkan image “orang Kristen yang baik” yang ingin mereka tunjukan. Mereka tidak pernah menikmati kehadiran Kristus secara hidup, atau membiarkan Dia mengontrol setiap detil hidup mereka. Dia hanya menjadi Juruselamat hari minggu, tapi mereka mencoba dengan sungguh-sungguh membuat orang lain berpikir Dia nyata bagi mereka.

Mereka mungkin marah-marah disepanjang jalan menuju gereja. Tapi saat mereka turun dari mobil mereka meletakan senyum hari minggu mereka dan menyapa orang lain dengan suara suci hari minggu mereka. Dan anak-anak berpikira, “itu tidak benar. Tuhan tidak benar. Dia tidak membuat perbedaan dalam cara hidup mereka. Ini hanya permainan.” Kemudian mereka melihat ketidakbahagiaan hidup orangtua mereka, rutinitas yang membosankan selama satu minggu –bekerja, makan, membaca, berjalan, nonton TV, pergi tidur, terus menerus, hari demi hari. Dan Yesus Kristus tidak ada bagian didalamnya. Mereka merasa bahwa orangtua mereka bekerja terus menerus karena mereka tidak bisa lain. Mereka mendengar tentang sukacita dan damai serta makna yang Yesus bawa; mereka mungkin mendengar orangtua mereka memberikan kesaksian tentang itu digereja. Tapi mereka lebih tahu. Mereka melihat bagaimana orangtuanya hidup.

Jadi anak-anak sering melakukan salah satu dari ini –mereka membuang semuanya, dan secara terbuka menolak Kekristenan, atau mereka menjadi kosong dan sama seperti orangtua mereka. Sebagian bisa mengenal Kristus dan menjadi nyata! Bersyukur untuk itu. Tapi mereka mungkin minoritas. Sebagian orang berkata, “kenapa gereja tidak berbuat sesuatu mengenai situasi itu? Kenapa gereja tidak menunjukan kepada mereka kalau Kristus itu nyata, kalau dia bisa membuat perbedaan cara orang hidup?” Mungkin kita perlu mengingatkan kalau pastor, pemimpin pemuda, pengajar, dan pekerja gereja adalah ayah dan ibu dirumah kita masing-masing. Gereja kita tidak lebih baik dari rumah kita.

Apa jawabannya? Sebagian mungkin berkata, “ya, saya akan jujur. Saya akan membuang semua kebiasaan baik, dan menjauhi gereja, memamerkan dosa saya kepada semua orang, dan membiarkan orang tahu kalau Tuhan tidak nyata bagi saya.” Saya mengenal orang yang sudah melakukan itu, tapi itu tidak menyelesaikan masalah. Kenyataannya, hanya mempersulit persoalan mereka dan menyebabkan anak mereka lebih memberontak. Setidaknya ada 4 hal yang bisa menolong kita:

1. Mengenal Yesus Kristus dengan baik. Ini membutuhkan waktu mempelajari Firman dan berdoa. Tapi kita harus melakukannya! Kehidupan Kekristenan kita tidak akan lebih dari itu kecuali Yesus Kristus menjadi teman kita, kecuali tujuan hidup kita adalah mengenal dia secara intim dan baik, seperti Paulus (Phil. 3:10).

2. Biarkan Yesus Kristus membentuk kita sekehendakNya. Maka kita tidak harus berpura-pura lagi atau membuat orang lain mengira kita hebat dalam rohani. Kita akan menjadi anak Tuhan yang murni rendah hati. Kita harus mulai dengan menyerahkan diri kita kepada Yesus Kristus, kemudian bergantung padanya setiap saat untuk menolong kita menjadi sesuai kehendaknya. Tidak ada jalan lain untuk berubah secara signifikan. Kita bisa berbuat apa saja sampai kita bosan dengan kegagalan kita. Tapi saat kita memberikan hidup kita pada Yesus Kristus, dia menolong kita membuat perubahan yang diperlukan.

3. Biarkan Yesus Kristus terlibat dalam setiap detil kehidupan kita. Inilah yang ingin kita ajarkan pada anak kita (lihat bab berikut) tapi kita harus melakukannya lebih dulu. Kristus tertarik akan setiap segi kehidupan kita, dan kita perlu membagi setiap hal dengan dia. Dia ingin kita mengetahui kehadirannya setiap saat, mencari hikmatnya dalam setiap keputusan, bicara padanya tentang setiap hal, dan membuat dia menjadi bagian dalam setiap percakapan anda. Hasilnya merupakan jawaban doa dan kenyataan bimbingan Tuhan sehingga kita bisa memperlihatkan pada anak kita bertapa luarbiasa Tuhan itu.

4. Jujur terhadap kesalahan kita. Kita memiliki nature dosa, dan ada saat dimana itu mengontrol hidup kita. Kita mungkin kehilangan kesabaran terhadap anak kita atau menjadi aneh dan pemarah bagi mereka. Jangan takut mengakuinya. Jika kita bertindak egois, tidak seperti Kristus, maka kita berhutang maaf pada mereka. Perintah untuk mengakui kesalahan kita pada sesama didalamnya juga anak-anak kita (James 5:16). Sebagian orang protes, “tapi itu akan menghancurkan kepercayaan mereka terhadap saya.” Tidak itu tidak akan terjadi. Mereka sudah tahu kita berdosa. Menolak mengakuinya merupakan hal yang menghancurkan kepercayaan itu. Mengakui kesalahan kita akan membangun kepercayaan dan rasa hormat serta mendekatkan kita dengan mereka.

Saya ingat pernah memarahi salah satu anak laki-laki saya karena hal yang diperbuatnya, kemudian menyadari kalau saya sudah berlebihan. Saat saya mengatakan padanya saya sudah salah, dia meletakan tangannya dibahu saya dan berkata, “tidak apa-apa. Tidak ada yang sempurna.” Saya sudah tahu itu, tapi pengalaman itu mendatangkan kedekatan. Hal itu terjadi tidak hanya sekali tapi lebih sedikit dari sebelumnya.

Mengakui kesalahan kita juga mendorong anak kita untuk jujur terhadap hal itu, daripada berpura-pura. Dan bukankah ini yang kita doakan dan usahakan? Biarlah Tuhan menolong kita membuka hati kita dihadapannya, kemudian dengan jujura dan terbuka mengakui kesalahan kita pada sesama. Itu akan membuka komunikasi dengan anak kita dan membangun ikatan yang kuat sehingga setan tidak bisa menghancurkannya.

Salah satu peringatan yang harus dinyatakan sebelum menyelesaikan pembahasan ini. Teladan orangtua yang buruk bukan satu-satunya alasan anak menjadi tersesat. Ada banyak factor lain, setidaknya kekerasan hati anak. Kita perlu hati-hati menyalahkan orangtua karena anak mereka yang memberontak. Daripada kita menghindari mereka dan mengkritik, mereka perlu persahabatan kita yang penuh kasih, dukungan simpatik, dan berdoa dengan setia.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

5. Pedoman Utama

Tujuan kita sebagai orangtua Kristen adalah menghasilkan manusia yang dewasa rohani, siap melayani Tuhan kemanapun Tuhan arahkan. Kita mengusahakan tujuan itu dengan mengasihi anak kita seperti Tuhan mengasihi kita melalui teladan seperti Kristus untuk diikuti mereka. Tapi kita baru mulai. Langkah berikut lebih penting, dan dinyatakan melalui perintah bagi Timotius: “Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim. 3:14-17, NIV).

Pernyataan terakhir menggambarkan manusia yang ingin kita hasilkan –seorang manusia berTuhan yang diperlengkapi untuk setiap pekerjaan baik. Bagaimana seorang anak bisa dibentuk seperti itu? Menurut bagian ini, itu dibangun dari Firman Tuhan kedalam hidupnya dari sejak kecil. Jika kita ingin anak kita menjadi seperti Tuhan ingin, kita harus mengajarkan mereka Alkitab. Bapa kita disurga mendorong anaknya untuk mendengar Firmannya (1 Pet. 2:2). Dan orangtua yang mengenalnya akan melakukan hal yang sama kepada anak mereka.

Kita mengalami penghilangan Alkitab dari sekolah umum, tapi Tuhan tidak pernah memberikan sekolah umum system yang bertanggung jawab mengisi Firmannya kedalam hati dan hidup anak kita. Dia memberikan itu pada kita, orangtua mereka. Prinsip itu dibentuk diawal hubungan Tuhan dengan Israel dan tidak pernah digantikan. “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” (Deut. 6:4-7, TLB).

Sayangnya, Alkitab tidak dibuka sampai hari minggu disebagian besar keluarga Kristen. Orangtua telah memutuskan untuk membiarkan sekolah minggu dan gereja yang membuat Alkitab menjadi bagian penting dalam hidup anak mereka. Tapi sekolah minggu dan gereja hanya menemui anak-anak 2 atau 3 jam dari 168 jam seminggu. Bahkan jika guru kita merupakan orang yang paling ahli dimuka bumi dalam menghubungkan prinsip Firman Tuhan kedalam hidup anak kita, waktu yang ada tidak bisa dibandingkan dengan waktu dimana pengaruh lain membentuk hidup mereka. Jika kita ingin anak kita dewasa secara rohani dan diperlengkapi penuh untuk melayani Yesus Kristus, kita perlu menambah pengajaran Alkitab didalam rumah. Walau sebagian mungkin menghindari tanggung jawab ini dengan berkeras mereka tidak dibawah hukum, PB menasihati para bapak untuk membesarkan anak mereka dalam perintah Tuhan menunjukan prinsip itu tidak pernah diganti (Eph. 6:4).

Sepertinya orangtua memperhatikan hampir semuanya keculai hal paling penting dalam mendidik anak. Mereka memberikan uang yang banyak untuk memberi mereka pakaian yang bagus; mereka tidak ingin anak mereka berbeda dari anak lainnya. Mereka mencoba menyediakan makanan terbaik dan tempat tinggal, dan sebagian besar dari kita memiliki lebih dari kebutuhan. Tidak ada biaya yang terlalu besar untuk mengkoreksi cacat fisik –gigi yang rusak, kulit yang berminyak, atau bisul. Mereka berusaha keras mendapatkan pendidikan secular yang terbaik. Tapi mereka mengabaikan satu hal yang bisa membuat anak mereka menjadi umat Tuhan, yaitu mengalami pengenalan FirmanNya. Tidak heran banyak orang muda Kristen kurang tertarik dalam hal rohani dan kurang kekuatan untuk menolak godaan dimasa ini. BIsa dimengerti bahwa sangat sedikit yang masuk keladang Tuhan dan sebagian telah keluar sama sekali.

Kenapa kita sangat tidak peduli tentang hal ini? Suatu petunjuk mungkin bisa ditemukan dalam bagian utama PL. “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan.” (Deut. 6:6). Firman harus mendapat tempat utama dalam hati dan pikiran kita sebelum kita memberikannya pada anak kita. Kita tidak bisa mengajar mereka apa yang tidak kita miliki, apa yang tidak kita buat menjadi bagian dari pengalaman kita. Kita tidak bisa menunjukan mereka bagaimana Firman berhubungan dengan masalah, keputusan, motif, tujuan dan prilaku mereka jika kita tidak pernah belajar menghubungkan itu dengan diri kita. Tetapkanlah teladan sekarang sebelum anak kita memulainya dengan hubungan kita dengan Tuhan dan Firmannya.

Seberapa penting Yesus Kristus dalam kehidupan anda sehari-hari? Berapa setia anda menjalankan prinsip Firman dalam kehidupan sehari-hari? Kita harus menjalankan Firman itu, menjadi bagian dalam pikiran dan mengatur gaya hidup kita. Kemudian kita baru layak maju ayat selanjutnya dan mengajarkan itu pada anak kita. Pertanyaannya, “apakah anda sudah siap untuk melanjutkannya?” Memutuskan untuk membuat Alkitab menjadi pembimbing utama dalam hidup anda. Tanyakan Tuhan untuk memberikan anda rasa lapar akan FirmanNya sehingga itu menjauhkan anda dari hal yang kurang penting yang tidak memberi dampak bernilai bagi hidup anda. Kemudian anda siap menjadikan Firman menjadi bagian penting dalam hidup anak anda.

Kemudian dimana kita akan mulai? Satu Firman penting tentang memberikan waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan membicarakan kebenaran itu. Kita sering menyebutnya ibadah keluarga. Ini seperti dalam Deuteronomy 6:7: “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu . . .” (TLB). Kita bisa membayangkan keluarga Yahudi duduk bersama dirumah, membagikan pengajaran yang sudah Tuhan nyatakan pada mereka melalui Musa, mengulangi kesetiaan Tuhan pada mereka selama ini dan saling mengingatkan akan tanggung jawab masing-masing padaNya.

“Oh, tapi kita tidak memiliki itu dirumah kami.” Satu survey menunjukan kenyataan bahwa kurang dari 15 persen keluarga Kristen injili secara teratur mengadakan ibadah keluarga. Mungkin anda bagian dari 85 persen yang mengabaikannya dan alasanmu adalah kurangnya waktu. Itu alasan yang paling popular. Tapi sebagian besar kita memiliki waktu untuk melakukan apa yang kita inginkan. Apa yang perlu kita lakukan adalah memasukan ibadah keluarga didaftar prioritas teratas. Mungkin alasan anda menjadi sulit mengumpulkan seluruh anggota keluarga disaat dan tempat yang sama. Sebagian keluarga, keluar disaat yang berlainan pada pagi hari, jadi setiap orang mengambil makan pagi mereka masing-masing dan pergi. Setiap orang berlari kearah yang berlawanan setelah makan malam. Johnny punya pertandingan, , Betty memiliki band, Ayah ada pertemuan dewan, dan mama pergi kelingkaran misionaris. Tidak ada waktu untuk setiap orang berkumpul bersama.

Jika itu masalahnya, mungkin sudah saatnya mengevaluasi ulang cara hidup anda. Sangat mungkin bagi setiap anggota keluarga menjadi terlalu sibuk untuk kepentingan mereka sendiri. Tidak ada hari dimana ibadah keluarga tidak terganggu oleh kegiatan lain. Tidak ada perasaan bersalah mengenai itu. Dan waktu untuk melakukannya berbeda disetiap keluarga. Sebagian mampu berkumpul saat makan pagi. Bagi yang lain, setelah makan malam. Waktu tidur mungkin satu-satunya kesempatan bagi beberapa keluarga. Maksudnya, temukan waktu yang paling baik.

Mungkin sebagian orang belum pernah mencoba ibadah keluarga karena mereka tidak tahu melakukan apa. Mungkin kita bisa menawarkan beberapa usulan. Semua elemen ini tidak harus dilakukan bersamaan setiap berkumpul, tapi ada beberapa hal yang harus dilakukan:

1. Membaca Alkitab. Ingat agar itu dimengerti oleh anak-anak. Tidak ada yang ajaib dalam mendengar perkataan dalam Alkitab jika itu tidak dimengerti. Gunakan terjemahan modern. Baca bagian Alkitab yang paling menolong kehidupan sehari-hari anda. Walau semua hal dalam Alkitab diinspirasi Tuhan dan bermanfaat, ada bagian yang lebih cocok bagi kehidupan hari itu. Sebagai contoh 1 Chronicles 1-11, tidak cocok untuk ibadah keluarga.

Sangat menolong untuk mengingat suatu ayat penting setiap minggu, atau mengingat suatu bagian Alkitab dalam suatu jangka waktu. Pastikan untuk menjelaskan makna bagian itu dan aplikasikan itu pada anggota keluarga. Bahas bagaimana itu berhubungan dengan hidup anda dan perubahan apa yang perlu dibuat sebagai hasil mendengar Firman Tuhan. Itu akan mendorong anggota keluarga lain untuk melakukan hal yang sama. Sebagian keluarga membaca bagian Alkitab yang berupa cerita untuk memberikan fakta dalam pikiran anak-anak. Ini semua mungkin membutuhkan persiapan, Walau sebagian orang takut melakukannya, dan tidak ada harga yang terlalu besar melihat anak kita bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Tuhan melalui FirmanNya.

2. Doa. Buatlah doa menjadi suatu yang berarti bagi anak anda. Tidak perlu doa yang panjang, terutama saat itu ada anak kecil. Bicara pada Tuhan seperti kepada teman yang tertarik terhadapa hal yang terjadi dalam keluarga. Bicara padanya tentang masalah yang anak hadapi, misionaris yang mereka ketahui, keluarga mereka, pastor, guru, dan teman-teman, terutama teman yang perlu mengenal Tuhan. Dan pastikan membahas doa itu kemudian saat itu sudah dijawab, bagaimana cara Tuhan menjawab doa itu.

3. Literatur lain. Keragaman merupakan kunci untuk membentuk ibadah keluarga yang menarik dan memikat. Anda bisa menggunakan Alkitab dalam bentuk cerita, buku pengajaran Alkitab untuk anak kecil, atau buku cerita yang menggunakan situasi hidup modern untuk mengajarkan kebenaran Alkitab dan aplikasinya. Toko buku Kristen setempat memiliki banyak pilihan untuk itu. Anda bisa memberikan satu hari seminggu untuk memberikan cerita Kristen atau biografi seorang misionaris. Bacakan surat misionaris secara teratur untuk mengenalkan anak dengan kebutuhan dunia. Dihari minggu anda bisa membahas aplikasi kotbah pendeta bagi hidup anda. Ada hari-hari dimana anda gunakan seluruhnya untuk membagikan pentingnya suatu artikel majalah atau suratkabar dari sudut pandang Alkitab. Buat itu beragam dan anak anda selalu menantikan itu.

4. Musik. Sebagian keluarga suka bernyanyi bersama. Itu mungkin suatu bencana bagi yang lain. Tapi jika anda tidak bisa melakukannya, nyanyikan beberapa hymne terkenal dari gereja atau padukan dengan pesan Alkitab sehingga menjadi ibadah yang berarti. Musik memiliki cara menjelaskan suatu pesan bagi jiwa, jadi pastikan pesan itu bermakna Alkitabiah. Bahkan jika anda kurang bisa menyanyikan itu, anda bisa memenuhi rumah anda dengan musik Kristen yang baik, menciptakan lingkungan rohani dan memasukan kebenaran kekal dalam hati anak anda.

Sebagai tambahan bagi 4 elemen ibadah keluarga ini, ada beberapa usulan untuk memastikan ibadah keluarga dinikmati daripada menyakitkan. Tapi usahakan tetap santai dan informal. Hindari suasana kaku yang ditakuti anak-anak. Jika menyenangkan, anak anda akan melihat itu sebagai hal yang menyenangkan dalam hidup mereka dirumah. Jika menjemukan, itu bisa menghancurkan perjalanan mereka dengan Tuhan. Saya mengkonseling Stan dan Sally tentang masalah pernikahan mereka dan saya merasa ini disebabkan karena masalah rohani. Setelah beberapa pertanyaan muncul pernyataan mengejutkan dari Stan. “Ya, kami memiliki ibadah keluarga dirumah kami. Ayah saya mengambil Alkitab, menyuruh setiap orang diam, kemudian masuk kebeberapa pasal sebelum dia bertengkar kembali dengan ibu. Saya membenci setiap menit disaat itu.” Ibadah keluarga harus “diinginkan” bukan “disuruh” Lebih baik mendapatkan pengalaman yang mengasikan satu kali seminggu daripada pengalaman membosankan setiap hari.

Bersenang-senang tidak berarti tidak sungguh-sungguh. Jaga agar tetap relevan. Itu saat bicara tentang hal rohani, dan hal yang lain dari itu tidak dimasukan. Kadang anak mengembangkan kemampuan menyabotase ibadah keluarga. Jika mereka tidak ingin melakukan itu, mereka bisa menjadi pusing dan tidak sungguh-sungguh sehingga menghancurkan semuanya. Ketegasan diperlukan saat itu.

Khususnya untuk kebaikan anggota muda, jaga agar tetap singkat –tidak terburu-buru, tapi direncanakan untuk pendek. Lima sampai 10 menit cukup kecuali ada hal dimana anak tertarik dan ingin ikut terus. Itu cukup sering terjadi dirumah kami, dan itu suatu berkat. Anak laki-laki tertua saya berkata “diskusi keluarga Strauss yang terkenal” merupakan hal yang paling diingat saat kecil.

Jika ada perbedaan usia yang lebar antar anak dalam keluarga, mungkin lebih baik membuat penekanan berbeda bagi setiap usia anak disetiap harinya. Mengenai kepemimpinan, pola Alkitab menunjukan kalau tanggung jawab berada pada ayah (Eph. 6:4). Jika dia seorang yang tidak percaya yang menolak untuk memimpin, ibu harus melakukannya. Tapi dalam kasus apapun, itu harus dimulai sekarang. Setiap keluarga Kristen perlu berkumpul bersama membahas Firman.

Sepuluh menit ibadah keluarga tidak bisa menjadi perpanjangan pendidikan keluarga tentang Firman. Kita perlu menggunakan setiap kesempatan untuk menunjukan kepada anak kita bagaimana hubungan Firman dalam hidup mereka, “apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Deut. 6:7, TLB). Yesus Kristus tertarik akan setiap detil hidup kita dan Firmannya berdampak disetiap segi kehidupan kita. Kita perlu membiarkan dia terlibat disetiap bagian kehidupan keluarga kita. Membawa masalah terkecil kepada dia dalam doa bersama keluarga, kapanpun, dimanapun, hal kecil seperti kehilangan pisau atau hasil yang rendah dalam kuis. Berterima kasih padanya untuk jawaban, apapun itu. Akui kebaikannya bersama selama waktu bermain keluarga. Cari hikmat dan anugrahnya saat krisis keluarga. Hubungkan Firman Tuhan dengan pengalaman yang dialami anak, situasi yang ada, program televise yang dilihat, kejadian dikomunitas dan berita yang sering mereka dengar. Buat Tuhan menjadi percakapan umum dalam rumah anda. Berikan anak anda buku bacaan Kristen yang baik dan musik yang baik untuk didengar. Rangkaikan Tuhan dan Firmannya kedalam hidup mereka.

Sebagian mungkin bertanya pada umur berapa anak mulai pendidikan Alkitab intensif. Nabi Yesaya bisa menjawab pertanyaan itu. “Kepada siapakah dia ini mau mengajarkan pengetahuannya dan kepada siapakah ia mau menjelaskan nubuat-nubuatnya? Seolah-olah kepada anak yang baru disapih, dan yang baru cerai susu! Sebab harus ini harus itu, mesti begini mesti begitu, tambah ini, tambah itu!” (Isa. 28:9, 10, KJV). Bukankah itu terlalu awal? Timotius belajar Alkitab dari kandungan. Tuhan ingin kita membuat Firmannya menjadi bagian hidup anak kita sejak dari awal kesadaran mereka. Kebenaran yang sederhana didahulukan; kemudian saat pikiran mereka dewasa, pengajaran yang lebih sulit menyusul. Pengajaran demi pengajaran, baris demi baris, sedikit demi sedikit, pikiran Tuhan dibukakan dihadapan mereka.

Apa hasil dari mengajarkan Alkitab pada anak kita? Salah satunya, mereka akan percaya Tuhan Yesus Kristus sebagai juruselamat mereka secara pribadi. Alkitab cara terbaik membawanya kepada keselamatan (2 Tim. 3:15). “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal” (1 Pet. 1:23, NIV). Roh Tuhan menggunakan Firman Tuhan untuk menciptakan rasa bersalah karena dosa dan kebutuhan untuk mempercayakan itu pada kematian Yesus Kristus. Kebenaran itu membawa kepada keselamatan (Acts 16:31).

Ada 2 ekstrem untuk menghindarinya saat itu sampai pada keselamatan anak kita. Salah satu bahaya adalah hanya sedikit bicara atau tidak sama sekali kepada mereka tentang Kristus sebagai Juruselamat mereka. Sebagian orangtua Kristen memiliki pemikiran kalau anak mereka diselamatkan karena mereka. Karena mereka adalah anak Tuhan, mereka pikir anak mereka secara otomatis menjadi cucu Tuhan. Jadi mereka mengabaikan pengajaran kenyataan dosa, dan kebutuhan untuk secara pribadi percaya pada Kristus. Sebagai hasilnya, anak bertumbuh tanpa diperhadapkan dengan kebutuhan keputusan pribadi itu. Mereka mungkin hidup dan mati tanpa Kristus hanya karena orangtua mereka berpikir mereka sudah Kristen. Orangtua lainnya menghindari hal itu karena mereka tidak ingin memaksakan apapun pada anak mereka. “Kami ingin mereka memutuskan sendiri,” tegas mereka. Itu kedengaran sangat mulia, tapi yang dipertaruhkan adalah surga atau neraka. Anak harus membuat keputusan mereka sendir, tapi kita harus membimbing mereka dengan Firman.

Ada ekstrim kedua yang harus diwaspadai, yaitu memaksa anak untuk mengambil suatu tindakan seperti mengundang Yesus dalam hatinya sebelum dia mengerti masalah dosa sebenarnya dan kematian Kristus yang menggantikan dia. Anak mudah berespin pada tawaran menarik. Anak mana yang tidak mau Kristus dalam hidupnya? Anak mana yang tidak ingin menghindari neraka dan masuk surga? Sekali lagi, seorang anak bisa mengambil keputusan untuk mendapat persetujuan dari orangtuanya, atau untuk mendapat hadiah seperti Alkitab, atau hanya karena teman mereka melakukannya. Keselamatan sejati datang melalui karya Roh Kudus, dan itu tidak selalu bersamaan dengan tawaran menarik atau peringatan menakutkan orangtua yang salah bimbing.

Itu tidak berarti seorang anak yang masih sangat kecil tidak bisa selamat. Saya tidak mau membatasi Roh Kudus, dan sebagian anak mampu menangkap hal itu lama sebelum yang lainnya. Saya mengenal anak yang percaya Kristus sebagai Juruselamat pada usia 3 tahun dan perubahan hidup mereka menunjukan kalau itu benar. Hal penting adalah anak mengerti keseriusan dosanya dan ketidakmampuan menyelamatkan dirinya sendiri, kemudian meletakan kepercayaannya dalam pengorbanan Kristus yang menuntaskan semuanya. Ajarkan dia Firman Tuhan sedikit demi sedikit akan membawa pada pengertian itu. Saat Roh Kudus menyelesaikan karyanya melalui Firman, kita akan mengetahui itu melalui respon anak yang terbuka dan spontan dan komitmen sepenuh hati kepada Juruselamatnya. Kemudian dia akan dilahirkan kembali dan hidupnya akan berubah. Kadang anak muda yang membuat keputusan diawal hidup mereka mulai meragukan keselamatan dan ingin diyakinkan. Dorong mereka untuk tenang dan sebutkan kepastian Alkitab tentang hal itu (e.g. 1 John 5:11-13). Di beberapa kasus pengalaman mereka harus diteguhkan kembali.

Keselamatan hanya permulaan. Setelah anak dilahirkan kembali, kita bisa mengharapkan buah dalam hidup mereka seperti orang percaya lain (2 Cor. 5:17). Jadi kita terus mengajarkan mereka Firman untuk menolong mereka bertumbuh menjadi orang Kristen yang produktif. “Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan” (1 Pet. 2:2, NASB). Itulah cara Tuhan membawa orang percaya kepada kedewasaan dan kekuatan. Dengan setia membangun Firman Tuhan kedalam hidup anak kita bisa menolong menyelesaikan beberapa masalah disiplin dalam sekolah minggu. Itu bisa mengurangi pemberontakan diantara orang muda kita. Itu bisa menghalangi perkawinan yang hancur diantara orang Kristen. Itu bisa menghilangkan kekurangan seseorang dalam pelayanan injil. Dan itu bisa memeriksa kerusakan diantara pelayan penuh waktu.

Baru-baru ini saya bicara dengan 2 pemimpin pergerakan pemuda. Mereka berbagi cerita tragis tentang keluarnya staff mereka. Dalam kebanyakan kasus pekerja muda ini tidak memiliki pendidikan Firman saat kecil, dan sebagai hasilnya mereka tidak mampu mengatasi halangan iblis dalam jalan mereka. Tuhan bisa merubah seseorang dan mentransform dia menjadi pelayan Kristus yang berguna kapanpun dalam hidupnya. Tapi tidak ada yang bisa menggantikan pengajaran Alkitab secara teratur sejak kecil. Itu membangun umat Tuhan yang kuat dan stabil yang membawa sukacita bagi hati kita.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

6. Pagar Sepanjang Jalan

Suatu kenyataan yang muncul saat kita ingin mengikuti teladan Tuhan sebagai orangtua –kita memiliki nature dosa yang tidak Tuhan miliki. Walau kita ingin mengasihi anak kita seperti kasih Tuhan, membuat teladan seperti yang Tuhan lakukan, dan dengan sabar menanamkan Firmannya kedalam hidup mereka seperti keinginanNya, mereka tetap melakukan hal yang mengganggu kita dan kita sering berespon secara kedagingan.

Saat mereka tidak hati-hati atau tidak teratur, kita bereaksi dalam kemarahan karena kerja tambahan yang mereka berikan pada kita. Apakah itu sepatu yang kotor, susu yang tumpah, atau ratusan gangguan lainnya, setiap orangtua pernah merasakan pengalaman marah besar terhadap anak mereka. Saat mereka tidak hormat dan tidak taat, kita sering membalas dengan kemarahan besar karena otoritas dan harga diri kita terancam. Saat mereka berlaku tidak pantas dihadapan teman kita, kita memarahi mereka dengan geram karena reputasi kita dipertaruhkan. Kita tahu tindakan kita tidak kasih dan egois, menghancurkan bagi anak kita, dan mematikan kehangatan dan situasi bahagia yang ingin kita pertahankan dalam rumah. Tapi kita tidak bisa menolong diri kita.

Kita mungkin secara tidak sadar mencoba membuktikan kasih kita dengan mengganti tindakan kita yang tidak kasih. Sebagian orangutan menjadi terlalu memanjakan. Mereka memberikan semua yang diinginkan anaknya. Dia menjadi malas, tidak bertanggung jawab, dan tidak berterima kasih, menunjukan sikap yang aneh sepertinya dunia berhutang segalanya sedang dia tidak bertanggung jawab pada siapapun. Itu jelas bukan kasih.

Orangtua yang lain menjadi terlalu protektif. Mereka menutupi anak mereka dari setiap masalah dan kesulitan hidup. Mereka bahkan mencoba melindungi dia dari akibat tindakannya yang tidak bertanggung jawab dengan menolak mempertimbangkan apa yang guru dan temannya katakan tentang dia, atau dengan membelanya saat dia melakukan kesalahan dan mencoba mengeluarkannya dengan mudah. Prilaku anak mereka merupakan cermin menyedihkan dari diri mereka, mereka sulit menghadapi kesalahan anak mereka. Terlalu protektif merupakan imitasi kejam dari kasih sehingga anak menjadi sangat kurang dipersiapkan untuk menghadapi realitas hidup.

Orangtua lainnya menjadi terlalu longgar, membiarkan anak mereka melakukan hampir semua yang dia inginkan bahkan jika itu melanggar hak orang lain. Jadi dia menjadi tidak disiplin, tidak ada pengertian, dan suka bermusuhan, membuat hidup orang lain yang pernah bersama dia jadi tidak menyenangkan. Terlalu longgar bukan kasih. Kenyataannya, hal itu berlawanan dengan kasih yang kita lihat dari Firman Tuhan.

Walau kasih Tuhan bagi kita tidak terbatas (Eph. 3:17-19), itu membatasi tindakan kita. Setelah mengajarkan kita bahwa kasih kita pada Tuhan tumbuh dari kasihNya pada kita, Rasul Yohanes menulis, “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat” (1 John 5:3, KJV). Hubungan kasih antara Bapa dan kita membuatnya menetapkan batas tindakan kita. Dia tahu yang terbaik bagi kita, dan dalam kasih setianya dia menuntut kita untuk taat..

Jika ini cara Tuhan memperlakukan anakNya, maka kita harus mengikuti teladannya. Kasih kita pada anak tidak mengijinkan mereka bebas seluruhnya. Kasih menetapkan batasan. Batasan ini menjadi maksud utama dalam Proverbs 22:6, salah satu ayat terkenal dalam Alkitab tentang memelihara anak: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (KJV).

Banyak hal telah ditulis tentang ayat ini dan tidak semua penafsir setuju akan artinya. Walau kata kerjanya diterjemahkan “melatih” itu sering diartikan “dedikasi” dalam PL, makna utama dan secara literalnya “memaksakan, membuat sempit.” Dengan kata lain, Tuhan menyuruh kita untuk menyempitkan anak kita, batasi mereka dijalan yang dia ingin mereka tempuh. Anak tidak selalu tahu arah yang benar, jadi kita membuat pagar pembatas –tebal, tinggi dikedua sisi jalur –yang membatasi mereka, membuat mereka tetap di jalan yang benar. Jika kita melakukan ini dengan benar diawal hidup mereka, mereka akan bertumbuh dengan menyesuaikan diri dengan itu, menjadi orang dewasa yang punya disiplin diri. Saat kami tinggal di Fort Worth, Texas, kami mengunjungi taman botani disana ada maze dengan pembatas yang tebal. Jika kami tetap diantara pembatas kami selalu keluar ditempat yang tepat. Demikian juga, Tuhan ingin kita membatasi anak kita sehingga mereka menjadi benar.

“menurut jalan yang patut baginya” secara literal berarti “upon the mouth of his way.” Itu menunjukan gambaran sekelompok ternak melewati pintu masuk yang sempit. Sebagian berkata itu berarti “sesuai dengan jalannya,” yaitu sesuai dengan kemampuan mental dan emosi anak disetiap tahap perkembangannya, atau konsisten dengan karakteristik uniknya. Walau kalimat itu bisa berarti “sesuai dengan jalannya,” dalam hal ini arti itu membuat setengah ayat berikut menjadi tidak ada artinya. Dari hal spesifik itu, bukankah dia akan pergi saat dewasa? Kita jelas tidak mau dia mendapatkan tingkat kedewasaan emosi dan mental yang rendah atau karakteristik yang tidak baik. Kita ingin dia bertumbuh. Tapi ayat ini berkata bahwa jalan yang kita buat untuknya sejak kecil merupakan jalan yang sama saat dia dewasa. “Jalan yang patut baginya” lebih menunjuk pada keinginan Tuhan akan cara hidupnya. Itu merupakan tanggung jawab kita untuk mengatur prilakunya saat dia masih kecil sehingga dia akan belajar pola kebiasaan disiplin diri dan tunduk pada otoritas. Saat dia tua dia mampu menjaga disiplin diri itu dan menundukan dirinya pada otoritas Tuhan.

Anak kecil tidan mampu mengatur prilaku mereka sendiri dengan tepat. Mereka tidak memiliki pengalaman yang cukup untuk mengetahui apa yang terbaik bagi mereka. Sebagai contoh, Tommy Toddler tidak tahu apa yang bisa membuat dia merasa sakit atau cedera badan, jadi kita harus memberikan batasan padanya. Kita tidak mengijinkannya meletakan tangan diatas panggangan. Dia mungkin belajar sesuatu tentang guna panggangan dengan cara itu, tapi dia juga bisa melukai tangannya. Jadi kita dengan tegas mendesak dia untuk taat pada kita. Kita mengajar dia, mendidik dia, membuat batasan kepadanya dijalan yang benar, tidak ingin dia keluar dari batasan itu. Kasih kita menjauhkan dia dari kerusakan.

Kasih kita juga menjauhkan dia dari pola belajar yang membawa dia pada ketidakbahagiaan hidup sesudah itu. Sebagai contoh, kita tahu bahwa merengek untuk mendapatkan keinginan sendiri akan membawa kepedihan dalam hubungannya dengan orang lain. Jadi kasih kita tidak memperbolehkan dia melakukan caranya yang egois dalam meminta suatu hal. Bahkan seorang anak kecil yang telah dibesarkan dengan baik mengerti prinsip ini. Seorang gadis kecil membuat ibunya marah disupermarket, berteriak dan menangis, menuntut satu hal ke hal yang lain. Brenda kecil, melihat hal itu dengan sedikit muak dan berkata pada ibunya, “ibu, perempuan itu tidak akan membiarkan anak kecil itu bertindak seperti itu jika dia mengasihinya.”

Jika pendidikan sejak awal sudah tepat, kita bisa memberikan anak kita lebih banyak kebebasan dan mengijinkan mereka untuk membuat lebih banyak keputusan saat mereka lebih dewasa. Tapi kasih tetap membuat batas. Umumnya lebih mudah berkata “ya” keremaja daripada “tidak.” Tapi kasih menuntut beberapa “tidak” dan kasih mau menanggung akibat tidak menyenangkan dari “tidak” itu jika ada kepastian keuntungan jangka panjang dari kata itu..

Dunia secara menjijikan sudah salah mengartikan arti dari kasih dengan ekspresi psikologi anak yang tidak dibatasi. Kasih Tuhan menetapkan batas, dan keuntungan metode ini jelas. Itu cara Tuhan memberikan rasa aman pada anak. Meletakan seorang anak dalam taman berpagar yang familiar dengan beberapa mainan akan memerikan dia rasa aman walau ada mobil ngebut disekitarnya. Tapi meletakan dia sendirian disuatu kota besar dengan kebebasan berkeliling kemanapun dia suka akan mengubah rasa amannya menjadi terror. Anak ingin batasan, walau mereka tidak memahami sepenuhnya perasaan mereka. Natur berdosa mereka menuntut kebebasan melakukan apapun yang mereka mau. Tapi mereka dibingungkan dan terganggu saat mereka terbawa lebih dari yang seharusnya. Anak yang tidak terkontrol jarang bahagia. Mereka merasa tidak dikasihi dan tidak nyaman.

Remaja tidak jauh berbeda dalam hal ini. Kebanyakan dari mereka mengeluh tentang pembatasan yang dibuat, tapi sebagian remaja pemberontak yang sudah melakukannya mengakui, “saya harap orangtua saya cukup perhatian kepada saya dan membuat beberapa aturan dan tetap menjalankannya.” Anak lain yang melarikan diri dan menikah untuk menghindari pembatasan orangtua mereka berharap adanya wasa keamanan dalam rumah. Orang muda sering tidak taat untuk menguji kasih orangtua mereka, untuk melihat apakah orangtua mereka cukup memperhatikan mereka dengan pembatasan. Bahkan disaat pemberontakan, mereka tidak bisa mengerti kenapa orangtuanya membiarkan mereka bertindak seperti itu jika orangtua benar-benar mengasihi mereka.

Keuntungan lain dari cara Tuhan tentang otoritas. Tuhan ingin orang Kristen tunduk pada otoritas pemerintah (Rom. 13:1). Tapi ketaatan dipelajari dalam rumah melalui tunduk pada otoritas orangtua. Seorang anak yang berlaku sesukanya dirumah akan menghadapi suatu dunia yang tidak mengijinkan mereka bertindak sesuka mereka, ada hukum yang membatasi prilakunya untuk menjaga hak oranglain. Jika dia berkeras melakukan sesuka dia, dia akan membuat dirinya sengsara. Sebagian besar mereka yang secara terbuka memberontak terhadap otoritas pemerintah tidak pernah diajar untuk taat dirumah.

Lebih penting lagi, Tuhan ingin kita tunduk pada otoritasNya (James 4:7). Salah satu alasan banyak orangmuda menolak Firman Tuhan dan kehendak Tuhan dalam hidup mereka adalah mereka tidak pernah diajar taat pada perkataan dan kehendak orangtua mereka. Ketaatan pada orangtua merupakan ketaatan pada Tuhan. “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian” (Eph. 6:1, TLB).

Meletakan batasan memiliki dampak menguntungkan. Itu menghilangkan beban berat baik pada orangtua dan anak. Sebagian anak-anak bingung karena mereka tidak tahu apa yang diharapkan pada mereka. Prilaku tertentu diterima hari ini tapi kemudian dihari berikut membuat orangtua marah, dan anak tidak tahu bagaimana caranya. Itu akan menjadi kelegaan bagi mereka untuk mengetahui ada aturan tertentu yang harus ditaati. Saya bertanya sekitar 35 mahasiswa untuk mengetahui pemikiran mereka tentang pendidikan saat kecil. Seorang muda berkata, “Saya tahu dimana batasan diletakan dan orangtua saya menetapkan itu. Saat saya melanggarnya, saya tahu apa yang akan terjadi. Dan itu membuat saya tahu kalau mereka peduli.”

Saya menemukan kalau orangtua sering bertindak berlebihan pada prilaku anak mereka karena mereka sendiri tidak pasti apakah akan mengijinkan prilaku itu atau tidak. Seorang ibu yang kejam berkata, “saya tidak tahu apakah akan membiarkan Kenny melompat-lompat ditempat tidur atau tidak.” Ketidakpastiannya membuat dia makin tajam dan berubah-ubah, dan membuat rumahnya bergolak terus. Membuat keputusan yang pasti akan menghilangkan ketegangan itu. Cara Tuhan selalu terbaik. Jika batasan tidak jelas dalam rumah anda, sudah saatnya membuatnya.

Tapi saat anda membuatnya, ada beberapa hal yang perlu diingat. Pertama, usahakan aturan itu seminim mungkin dan masuk akal. Sebagian orangtua membuat aturan seperti membuat undang-undang. “Baik bagi mereka mengetahui tanda-tandanya,” kata mereka. “Mereka perlu tahu siapa bosnya disini.” Prilaku seperti itu tidak mengajar anak untuk tunduk; itu mengakibatkan pemberontakan. Itu sering ditemukan dalam orangtua yang tidak nyaman yang membutuhkan dorongan bagi ego mereka sendiri. Apakah anda memperhatikan betapa baiknya Tuhan memperlakukan kita? Rasul Yohanes sudah mengajarkan kita bahwa mengasihi Tuhan berarti taat pada perintahnya. Tapi kemudian dia menambahkan, “Perintah-perintah-Nya itu tidak berat” (1 John 5:3b, NIV). Tuhan Yesus sendiri berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Matt. 11:28-30, TLB).

Kehidupan Kristen tidak menjemukan. Itu tidak dibuat untuk memberatkan kita dan mematahkan semangat kita dengan aturan yang tidak perlu. Itu suatu kuk yang pas, disesuaikan dengan kebutuhan kita. Dan apapun bebannya diterangi melalui kesadaran kasih Tuhan atas kita. Kita perlu mengikuti teladannya. Rasul Paulus mengetahui kalau para bapa memerlukan nasihat ini. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu . . . .” (Eph. 6:4, NIV). “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (Col. 3:21, NIV). Firman Tuhan tidak memberikan tempat bagi dictator yang sering disalah artikan oleh para ayah dengan kepemimpinan. Mereka bingung kenapa anak mereka menjadi pahit dan memberontak saat tuntutan mereka tidak masuk akal dan tidak adil, dan prilaku mereka tidak kasih. Menetapkan batas bukan penyembuh ajaib. Itu harus dilakukan dengan cara yang tepat, seperti Tuhan lakukan.

Itu mungkin ide yang baik untuk mengusahakan hanya beberapa aturan saja, cukup untuk melindungi anak secara fisik dan kerohaniannya, melindungi hak orang lain, dan menjaga kegiatan rumah tetap baik. Itu masuk akal, untuk mengharapkan anak sudah dirumah saat waktu makan malam. Ketidakhadirannya akan membawa ketidaknyamanan setiap anggota keluarga. Masuk akal mengharapkan seorang remaja untuk mengendarai mobil dengan hati-hati. Hidup orang lain dalam bahaya, demikian juga dengan dirinya. Tapi karena banyak hal dimana kehendak anak kita harus sangat hormat pada kita, kita harus menghindari mempermasalahkan hal yang tidak penting. Kita akan berkata “tidak” cukup sering, jadi kenapa memikirkannya dan yakin kalau hal itu cukup penting sebelum membuat penilaian. Itu menghindari kita dari perselisihan yang menghancurkan keindahan rumah. Kita sebagai orangtua sering membuat hal kecil menjadi besar dan membesar-besarkan bahaya. Kita bisa memberikan keleluasaan dalam hal kerapian ruangan mereka, gaya pakaian mereka, dan tempat mereka pergi bersama teman. Terlalu menekan dan terlalu protektif, hanya menyebabkan bahaya lain yang meledak tidak pada tempatnya suatu saat nanti.

Mengusahakan aturan tetap minimum dan tetap masuk akal akan menghilangkan masalah lainnya –tidak mungkin memaksakan aturan yang berlebihan. Aturan yang tidak perlu menghasilkan ketegangan dan pergolakan yang sama dengan kalau tidak ada aturan. Khususnya dengan anak kecil, lebih baik aturannya sedikit, dan saat mereka sudah melakukannya, lanjutkan dengan yang lain.

Kedua, yakinkan kalau anak mengerti aturannya dan kenapa harus ada aturan itu. Inilah cara Tuhan memperlakukan kita. Dalam Firmannya dia menjelaskan tanggung jawab kita padanya. Demikian juga, kita perlu memberitahu anak kita secara spesifik batasan yang ada. Kita tidak bisa berasumsi kalau mereka akan bertindak tepat jika mereka tidak tahu apa yang diharapkan. Saya takut sebagian anak dipukul karena melakukan hal yang mereka tidak tahu kalau mereka salah, dan itu hanya menimbulkan permusuhan.

Ada perbedaan pendapat apakah kita harus menjelaskan kepada anak alasan aturan itu ada. Sebagian berkata anak perlu belajar mempertanyakan mengapa harus taat perintah kita, tanpa atau dengan alasan. Itu benar. Tapi sejalan dengan waktu anak kita menjadi lebih pintar dan dewasa, dan semakin penting bagi mereka untuk tahu alasannya. Saat Tuhan menuntut respon tertentu dari kita terhadap Firmannya, dia biasanya menjelaskan kenapa. Sebagian orang muda Kristen tersesat karena orangtua mereka menuntut ketaatan yang buta dan tidak perlu dipertanyakan terhadap rutinitas dan standar dimana alasannya tidak pernah diberikan. Pertanyaan mereka dibalas dengan permusuhan, “karena saya mengatakan begitu.” Itu umumnya dikatakan untuk menutupi kemalasan dan menghina kepintara remaja. Dan rasa hormat merupakan factor penting untuk menjaga jurang pemisah antar generasi tidak jauh.

Mungkin juga menolong dengan membiarkan seorang anak tertua atau remaja membantu dalam pembuatan aturan keluarga. Itu membuatnya menjadi bagian dari tim daripada orang luar yang selalu disuruh. Dan itu menjadi waktu yang baik untuk membahas alasan aturan itu ada dan akibat kalau melanggarnya. Jika dia membantu menegakan aturan, mengetahui kenapa itu ada, dan apa yang akan terjadi kalau dilanggar, dia akan lebih mau bekerja sama.

Disiplin yang konsisten bukan jalan yang mudah. Semua itu perlu waktu, kesabaran, banyak pemikiran, berjalan dekat dengan Tuhan. Jika kita melihat menjadi orangtua suatu yang mengganggu daripada keistimewaan, kehidupan keluarga kita tidak pernah meningkat. Tapi jika kita mau memberikan waktu dan tenaga yang diperlukan, hasilnya akan sesuai dengan itu. Hai anakku, jika hatimu bijak, hatiku juga bersukacita. Jiwaku bersukaria, kalau bibirmu mengatakan yang jujur. .. Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak--yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia(Prov. 23:15, 16, 24, 25, TLB). Pertimbangkan alternatifnya, “Anak yang bebal menyakiti hati ayahnya, dan memedihkan hati ibunya” (Prov. 17:25, TLB). Apakah ada kebingungan tentang apa yang seharusnya anda lakukan? Kenapa tidak melakukan hal ini dengan serius dan mulai menetapkan batasan bagi anak anda?

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

7. Berjalan di Jalur yang Sudah Ditempa

Apakah anda pernah merangkak melalui pagar tanaman yang tebal? Tidak enak bukan? Saya pernah melakukan penyusupan bersama teman saya yang nakal saat masih kecil, dan tergores pagar tanaman sehingga sakitnya terasa berhari-hari. Seseorang telah menanam pagar hidup itu untuk menghalangi saya, tapi saya tidak mengindahkannya.

Anak-anak seperti itu. Mereka mungkin sadar akan aturan, tapi itu tidak berarti mereka akan mentaatinya. Mereka harus dididik untuk hidup dalam batasan. Sebagai seorang remaja saya bekerja sebagai pembantu staff di konferensi Alkitab musim panas. Staff pria dan wanita bergantian berpasangan selama musim panas. Aturan sederhana yang menjauhkan kita dari masalah: “tetap pada jalur yang sudah ditentukan.” Itulah yang kita ingin bagi anak kita –perjalanan yang disiplin diantara batasan jalur yang sudah Tuhan berikan pada mereka.

Disiplin diri sangat penting bagi stabilitas emosi dan kebahagiaan pribadi anak kita saat mereka keluar untuk hidup sendiri, bagi pribadi yang tidak disiplin itu menjadi budak nafsunya sendiri dan korban situasi. Seorang pribadi dikatakan bebas saat dia didisiplin, seperti kereta dikatakan bebas saat dia ada dijalurnya. Tapi disiplin diri tidak datang secara alami. Itu harus dipelajari. Itu tergantung pada orangtua yang tidak hanya menetapkan batasan tapi juga mendidik mereka untuk berjalan dijalur itu. Dan kita punya keyakinan dari Tuhan bahwa jika kita melakukan tanggung jawab kita dengan tepat, anak kita akan terus berjalan dijalur itu saat mereka sudah besar (Prov. 22:6). Itu tidak berarti mereka selalu setuju dengan kita. Tapi itu menunjukan bahwa hidup mereka akan menghormati Tuhan dan membawa sukacita dihati kita.

Tapi bagaimana saya bisa menolong anak saya berjalan dijalur lurus dan sempit? Itu suatu pertanyaan penting yang harus ditanyakan setiap orangtua yang percaya. Jawabannya seharusnya sudah sedikit terbayang. Kita melakukannya seperti cara Tuhan melakukannya. Dan dia melakukannya melalui menyediakan motivasi yang cukup. Tuhan merencanakan hal ini untuk dijalankan sesuai dengan prinsip yang sudah dinyatakannya, tapi akan menjadi tidak menyenangkan kalau kita melakukan itu dengan cara kita.

Dalam PL, ada berkat kalau taat dan kutuk untuk ketidaktaatan (cf. Deut. 28). Tapi bahkan dalam masa anugrah, dengan kebebasan kita dalam Roh dan kedudukan kita sebagai anak, ada motivasi yang sudah tetap. Salah satunya prinsip menabur dan menuai (Gal. 6:7). Tuhan mengijinkan kita mengalami akibat tindakan kita, baik atau tidak baik. Dan tidak perlu orang pintar untuk tahu prilaku mana yang membawa sukacita dan damai terbesar.

Sebagai tambahan bagi hukum menabur dan menuai, Tuhan menawarkan janji berkat kalau taat. “Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.” (James 1:25, NIV). Tuhan berjanji membuat kita bahagia jika kita taat pada FirmanNya.

Maka ada motivasi lebih jauh untuk hadiah saat penghakiman Tuhan untuk pekerjaan baik yang dilakukan melalui kuasa Roh dan untuk kemuliaan Tuhan (1 Cor. 3:12-15; 2 Cor. 5:10). Tuhan menginginkan hubungan yang dewasa dengan anaknya. Dia ingin kita taat karena kita mengasihinya, bukan karena ingin dapat hadiah. Tapi untuk menolong kita bertumbuh kearah hubungan kasih yang sempurna, dia mengetahui nilai dan pentingnya motivasi.

Mari kita mengaplikasikan hal ini kedalam peran kita sebagai orangtua. Anak kita sudah sejak dini belajar kalau beberapa hal membawa kebahagiaan dan hal lain menghasilkan kesakitan. Tuhan membuat mereka dengan kecenderungan untuk terus melakukan hal yang menyenangkan dan melepas hal yang tidak menyenangkan. Prinsip dasar ini bisa menyediakan formula ajaib yang kita perlukan untuk mengembangkan pola prilaku yang kita percaya Tuhan ingin mereka pelajari. Sebagai contoh, sejak awal anak-anak perlu dipuji dan dihargai. Mereka membutuhkan itu dengan teratur. Jika mereka menemukan tindakan itu menghasilkan pujian mereka cenderung melakukannya lagi. Saat Johnny mendapat perhatian keluarganya karena tempat tidurnya rapi, merapikan mainannya, membersihkan gigi tanpa disuruhm atau apapun yang kita percaya dia harus melakukannya, dia mungkin akan melakukan itu terus menerus. Dan kita akan terus memberikan dia pujian sampai itu menjadi pola prilaku yang menjadi bagian hidupnya.

Sama halnya dengan, jika Johnny mendapat pujian karena memamerkan diri dihadapan teman anda, anda bisa mengharapkan hal itu terjadi lagi. Dia melakukannya untuk memuaskan kebutuhannya akan penerimaan dan perhatian. Maka dari itu anda memotivasi prilakunya yang salah. Tapi jika, sebaliknya, dia menemukan kelakuannya yang salah membawa rasa sakit, atau dia tidak mendapat yang diinginkan, dia cenderung tidak melakukannya lagi.

Ada beberapa cara untuk mengaplikasikan prinsip Alkitab ini. Sebagai contoh, uang merupakan motivator yang baik untuk mengajar anak tetap dijalur yang benar. Saya tidak menemukan hal yang salah dalam Alkitab tentang menetapkan hadiah uang karena melakukan tanggung jawab tertentu. Sebagian orangtua membuat daftar kegiatan yang diinginkan dengan 7 kotak kosong disampingnya, setiap hari dalam seminggu. Setiap aktifitas yang berhasil dilaksanakan ditandai, dan hadiah uang diberikan diakhir minggu untuk setiap tanda. Satu tanda satu penny untuk anak kecil sudah cukup, dan itu tidak hanya mengembangkan prilaku yang tepat, tapi menyediakan landasan pengajaran tanggung jawab menggunakan uang. Hadiahnya tidak harus uang. Hanya memberi bintang didaftar sudah cukup bagi anak kecil. Atau anda mengijinkan anak yang lebih tua mendapat barang yang mereka mau, seperti tas baru atau sarung baseball.

Sebagian orangtua menghukum anak mereka karena prilaku yang tidak diterima. Istri saya dan saya memberikan anak kami pinjamna dan mereka membayarnya dengan bekerja. Uang mereka penting dan mereka biasanya membelanjakan dengan bijak. Kami memutuskan menggunakannya untuk menolong mereka belajar sesuatu yang kami pikir berguna. Saat kami mulai menemukan milik mereka tersebar dirumah dan mendapatkan lampu kamar menyala tapi tidak digunakan, kami membuat suatu sistem –2 sen untuk setiap barang yang ditemukan tersebar dirumah, dan 2 sen untuk lampu yang menyala tapi tidak digunakan. Uang yang ditaruh dibank digunakan untuk hal yang berharga. Itu menjadi permainan saat ayah mendapat hukuman pertama karena lampunya menyala tapi tidak digunakan ditempat belajar. Tapi sangat mengejutkan melihat betapa cepat masalah diselesaikan saat mengetahui uang mereka dipertaruhkan disini.

Orangtua yang gagal mengerti prinsip dasar ini sulit mengatasi mereka. Dengan kata lain, anak bisa menggunakan itu untuk mendidik orangtua mereka, dan mereka sering memulainya sejak dikandungan. Bayi dengan cepat belajar kalau menangis membawa hasil yang menyenangkan. Dia langsung digendong, disayang, diganti pakaiannya dan diberi makan. Walau tangisan bayi merupakan satu-satunya cara mengkomunikasikan kebutuhannya kepada kita, kita bisa menjaga agar dia tidak terlalu merengek dengan tidak selalu menyediakan suatu hal setiap kali dia menangis, dan dengan memberikan kasih yang besar saat dia tidak menangis.

Istri saya dan saya menemukan kalau anak laki-laki kami cukup pintar. Mereka tahu betul bagaimana melatih kami. Mereka bisa menyiksa telinga kami sampai ketahap tidak tahan lagi. Mereka mendapatkan kami saat mereka ingin. Kami akhirnya belajar untuk membedakan kebutuhan yang penting dari rengekan manja, dan menolak memberikan sesuatu kalau itu terjadi. Ada saat dimana sulit membedakan apakah itu kebutuhan atau rengekan. Tapi kami menjadi yakin bahwa Tuhan ingin kita mencoba membedakan itu. Dia tidak memberikan semua permintaan kita, dan akan menjadi kesalahan kita kalau kita selalu menyediakan rengekan mereka.

Sayangnya bagi sebagian orangtua, “terlalu tua sehingga telat pintar” kata orang belanda di Pennsylvania. Anak mereka mulai memanipulasi mereka dan terus melakukannya selama masa kecil dan remaja. Saya tidak bisa menghitung para ibu yang saya tahu menolak memberikan anak mereka dirawat digereja karena anak mereka menangis saat lepas dari mereka. Jadi mereka menjadi korban program pelatihan anak mereka. Mereka membiarkan anak mereka membuat mereka tetap dirumah (kerusakan rohani mereka), atau mereka membawanya kekebaktian orang dewasa (kadang merusak kerohanian orang lain). Saat seorang anak menyadari kalau ibunya selalu datang kepadanya dan tangisan tidak mempercepat itu, dia akan mulai tenang dan menikmati dirinya. Itu mungkin membutuhkan pengalaman yang tidak menyenangkan agar bisa belajar, tapi hasilnya berharga.

Kemarahan merupakan cara klasik anak mengatur orangtuanya. Kemarahan dibuat anak untuk mendapat sesuatu yang dia pikir dia perlu. Itu mungkin dilakukan untuk mendapat perhatian kita. Itu mungkin untuk mendapat sesuatu yang kita lewatkan..

Itu mungkin dilakukan hanya untuk mendapat kepuasan memanipulasi dan mengontrol kita, karena kita mencoba mengontrol dia terlalu banyak. Dan kita juga harus mengakui itu –saat kita kehilangan kesabaran dan dengan marah mengancam dia, kita tidak mengatur dia; dia yang mengatur kita. Dia mungkin merasa ingin melakukan sesuatu yang sama agar impas. Menghancurkan syaraf kita dan mengganggu kita bagi dia merupakan pembalasan indah untuk egonya yang hancur. Tapi jika dia menyadari bahwa dia tidak mendapat tujuannya, dia akan menyimpulkan bahwa tidak ada gunanya membenturkan kepala kedinding. Dan kemudian berjalan pergi dengan tenang. Pergilah keruangan lain dan tutup pintu kemudian baca buku. Tindakan itu akan berhenti saat respon tidak ada..

Anak-anak memiliki kemampuan membuat orangtuanya jadi bahaya. Mereka tahu sejauh mana mereka bisa pergi, dan menggunakan talenta itu dengan ahlinya untuk mendapat keinginan mereka. Seorang ibu membenarkan itu pada saya dimana disuatu hari saat dia sedang mengerjakan sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan, Jody dan Janie, 2 anaknya yang belum sekolah, memotong boneka kertas didekatnya. Janie, yang lebih muda, memotong karpet dengan gunting. “Janie, jangan lakukan itu,” perintah mamanya. Tapi Janie, jauh dari jangkauan tetap melakukannya. “Janie hentikan sekarang juga,” mamanya membentaknya. Dan Janie tetap tidak peduli. Akhirnya ibunya berteriak dengan marah, “jika tidak berhenti sekarang, mama akan kesana dan memukulmu.” Dengan saran bijak dari si tua Jody, yang lebih berpengalaman dari adiknya, berkata, “kamu sebaiknya jangan melakukan itu. Mama serius kali ini.”

Anda lihat, Jody kecil telah melatih ibunya dengan baik. Mereka tidak harus taat sampai ibunya marah. Itu memberikan mereka waktu anugrah untuk melakukan apa yang mereka inginkan tanpa akibat tidak menyenangkan. Tapi itu memberikan ibunya sakit kepala dan membuat perasaannya tidak enak saat suaminya pulang kerja. Sering kali kejadian seperti ini berakhir dengan ibunya menghentakan kaki dengan marah dan menarik barang itu, dengan kasar. Dan anak mulai kehilangan rasa hormat pada ibunya. Pertama, karena dia mampu memanipulasi dan mengontrol ibunya; kita tidak hormat pada orang yang bisa kita manipulasi. Kedua karena dia tidak pasti kapan ibunya sungguh-sungguh dengan kata-katanya dan kapan tidak; Perkataannya tidak benar-benar bisa dipercaya. Dan ketiga, karena ibunya berlaku tidak kasih.

Joe seorang remaja merupakan ahli dalam mendidik orangtuanya. Bahkan saat anda yakin anda memutuskan dengan benar, dia mempunyai cara melelahkan anda dengan “50 perkataan terkenal untuk mendapatkan apa yang anda ingin dari orangtua.” “Anda tidak pernah mengijinkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan.” “anda melakukan itu saat seusia saya.” “dan anda bilang anda mengasihi saya.”

Ini mungkin diikuti dengan bantingan pintu dan rengutan wajah. Atau dia menjadi sangat baik dan menjadi anak teladan. Dia tahu apa yang bisa melemahkan anda. Tapi setiap kali dia berhasil, dia kehilangan rasa hormat pada anda dan jurang pemisah antara anda menjadi lebih lebar. Kita sudah belajar kalau kita harus memiliki alasan yang sesuai Alkitab bagi standar kita dan kita harus menghindari berkata “tidak” sebanyak mungkin. Tapi saat kita tahu kita benar dihadapan Tuhan, kita perlu mendidik anak kita bukan mereka yang mendidik kita.

Saya curiga kalau banyak orangtua tidak mengharapkan anak mereka taat seawal mungkin. Mereka merengek, ngomel, dan menggoda untuk mendapatkan bisa melakukan apa yang harus mereka lakukan. Orangtua yang mengharapkan ketidaktaatan sering kecewa. Seorang ibu berkata pada tetangganya didepan Suzie, “saya tidak bisa membuat Suzie meminjamkan mainannya.” Apakah anda pikir Suzie akan meminjamkannya? Tidak dalam hidup anda. Suzie memiliki ibu yang bisa diaturnya, tidak mampu melakukan apapun terhadap keegoisannya.

“Saya tidak bisa membuatnya kegereja?” kata orangtua dengan menyedihkan. Kenapa tidak? Apakah standartnya benar? Jika benar, maka kita perlu mendesak kalau dia perlu memperhatikan itu, dan berlaku dengan tepat saat disana. Kita tidak perlu takut pada anak. Tuhan memberikan kita otoritas atas mereka dan dia mengharapkan kita menggunakannya, dengan kasih tapi tegas. Kita menjawab kalau kita menolak. Perintah ibu dan bapak harus dijalankan. Tuhan merencanakan seperti itu untuk mengajar anak tunduk pada otoritas.

Dan dia memberikan kita formula untuk memotivasi mereka. Sekali lagi –kita membuat ketaatan dinikmati dan ketidaktaatan tidak enak. Kita akan membahas akibat ketidaktaatan dalam bab berikut. Sekarang, mengertilah setengah dari formula ini dan pelajari dengan benar. Anak berespon baik kalau itu menguntungkan mereka. Mereka lebih ingin taat saat ketaatan suatu yang dinikmati. Jadi jadikan itu suatu kegembiraan! Panggil mereka saat tujuan anda memberikan mereka pelajaran. Kejutkan mereka dengan pemberian kecil karena prilaku mereka yang baik atau nilai sekolah yang baik..

Itu tidak berarti kita berhutang hadiah pada anak kita, tidak juga kita mencoba menyuap mereka. Karunia dan pemberian Tuhan pada kita berasal dari anugrahnya. Dia tidak berhutang apapun pada kita, dan dia pasti tidak menyuap kita agar taat. Tapi janjinya tetap dalam Firman –hidup tuntuk padanya dan menikmati kepenuhan berkatnya. Dan berkatnya dalam hidup kita saat kita berjalan dipusat kehendakNya. Marilah kita ikuti teladannya, dan membuat anak kita menikmati ketaatan mereka pada kita. Tidak ada batasan kreatifitas untuk menunjukan penghargaan karena mereka sudah bekerjasama.

Satu peringatan –jangan memberi hadiah untuk tindakan yang tidak

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

8. Dewan Pendidikan

Tidak peduli seberapa menyenangkan kita membuat hal itu agar anak mentaati kita, akan ada waktu dimana mereka melanggar batas dan menjalani keinginan mereka. Kemudian apa yang harus kita lakukan? Sekali lagi kita melakukan hal yang sama seperti Tuhan lakukan. Kita membawa mereka kembali kejalan yang benar. “Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Heb. 12:5-6, NASB).

Kita sudah mempelajari kata “disiplin” sebelumnya. Kata itu juga digunakan dalam Ephesians 6:4 yang berarti mendidik, atau membimbing anak kearah tujuan, dan koreksi, atau membawa mereka kembali saat tersesat. Koreksi dari Tuhan merupakan maksud penulis Ibrani dimana Tuhan memukul anak yang dikasihinya. Itu tidak terdengar menyenangkan bukan? Lebih jauh dikonteks yang sama kita membaca, “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita” (Heb. 12:11a, NIV).

Disini kembali prinsip motivasi Tuhan dalam mendidik anaknya. Dia membuat hal itu menyenangkan bagi mereka yang taat padany dan tidak menyenangkan bagi yang tidak taat, mengetahui kalau mereka memiliki kecenderungna untuk berubah karena tekanan. Kata “memukul” menyatakan pada kita betapa Tuhan bisa membuat hal itu tidak menyenangkan. Secara literal itu berarti mencambuk atau memcut. Tuhan memukul setiap anakNya tanpa kecuali. Sebagian mungkin protes, “tapi misalkan semua orang tidak memerlukannya?” Kenyataannya setiap anak Tuhan memerlukannya, atau Tuhan tidak melakukannya. Dan jika setiap anak Tuhan perlu dipukul, jelas setiap anak kita juga memerlukannya.

“Tapi memukul? Itu cara lama,” kata pengkritik. Psikolog modern dan pendidik berkeras kalau ada cara yang lebih baik mengkoreksi anak. Salah seorang”ahli” yang pernah saya baca berkata pada anaknya untuk lari kalau dia memukulnya. Ada banyak alasan yang dikemukakan untuk menghentikan metode koreksi yang sudah dibuktikan waktu ini. Sebagian mengatakan itu mengajarkan anak cara bodoh dan tidak bisa diterima dalam mengatasai masalah. Itu menunjukan pada dia kalau dia harus memukul saat dia marah.

Saya mengenal sebagian orangtua tidak pernah memukul anak mereka sampai hampir gila, tapi Alkitab tidak pernah berkata kita harus mengkoreksi dalam kemarahan. Kenyataannya, berlawanan: “Tuhan memukul orang yang dikasihinya.” Jika kita mengkoreksi dengan tenang seperti Tuhan, tidak ada bahayanya mengajarkan anak kita cara bodoh. “Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya” (Prov. 22:15, KIV). Kata tongkat, bisa kita sebut cambuk. Seseorang pernah berkata bahwa hampir semua hal dalam keluarga modern diatur dengan cambuk kecuali anak-anak. Mungkin ditinggalkannya Alkitab merupakan sebab masalah yang kita hadapi.

Saat anak kita yang pertama masih kecil dia menerima mainan murah yang disebut Fli-Back. Itu terdiri dari kayuhan kayu dan bola karet kecil yang saling terkait melalui kaitan karet panjang. Caranya adalah dengan mengenai bola dengan kayuah saat karet membuatnya kembali. Anak kami tidak bisa menjalankan itu dengan baik, dan setelah karetnya putus, menjadikan mainannya tidak berarti –sebagai mainan itu jadi tidak berarti. Tapi satu hari, kami menemukan cara baru menggunakan mainan itu. Itu menjadi pembujuk yang baik dan aman. Kami menemukan dewan pendidikan kami, dan telah melayani dengan baik dikeempat anak kami saat mereka ditempat duduk untuk belajar. Anehnya, teman anak kami terus memberikan Fli-Backs sebagai koleksi mainan dihari ulangtahun, sampai kami bisa meletakan satu mainan disetiap ruangan. Saya mengakui, itu menjadi hadiah yang dibuka dengan perasaan bercampur.

Para “ahli” berkerut mendengar hal itu. Mereka berkata bahwa menggunakan mainan itu akan merintangi perkembangan kepribadiannya. “Jangan menekannya. Dia butuh mengekspresikan dirinya. Pembatasan kebebasan melakukan dan bicara apa yang disukainya bertindak sebagai katub pengaman yang membebaskan tekanan yang ada. Biarkan dia sendiri dan itu akan menjadi baik.” Alkitab memiliki cara pandang berbeda tentang membiarkan anak sendiri. “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya” (Prov. 29:15, KIV). Saya mengenal para ibu yang baik yang malu terhadap apa yang dilakukan anaknya. Mereka mungkin mengikuti nasihat beberapa “ahli” modern daripada Firman Tuhan yang tidak bisa salah dan meninggalkan anaknya melakukannya sendiri, menjadi terlalu takut atau lelah menghadapi tantangan untuk membatasi anak dengan tongkat.

Mereka yang menolak memukul mengatakan bahwa itu bertentangan dengan perkembangan kesadaran anak. Daripada menolak tindakan yang salah itu, dia terus melakukannya, karena tahu dia bisa membayarnya dengan pukulan. Mereka berkeras bahwa sebagian anak menjadi nakal untuk dipukul karena mereka tahu mereka patut mendapatkannya. Jika demikian maka anak-anak kita tidak pernah dipukul sesuai dengan cara Alkitab. Anda sudah tahu bahwa saya berusaha menghindari kata hukuman dalam pembahasan ini. Kata itu berarti pembalasan, memberikan apa yang seharunya didapat saat kesalahan dibuat anak, akibat yang harus dibayar karena kesalahannya. Tuhan tidak menghukum anaknya. Dia menanggung hukuman dosa kita atas Yesus Kristus Christ (Isa. 53:4-6). Semua hutang dibayar dikalvaru dan kita telah ditebus dari semua dosa kita (Col. 2:13). Tidak ada lagi yang harus dibayar. Hukuman tidak pernah diperuntukan untuk orang percaya. Itu untuk mereka yang menolak pengorbanan Kristus bagi dosa (cf. 2 Thess. 1:7-9).

Tapi Tuhan memang mengkoreksi anaknya. Kita bisa mengatakan membuat jera anaknya, karena itu berarti pengaruh dari tindakan disiplin. Tangannya yang membuat jera tidak bermaksud membuat kita membayar, tapi membuat kita kembali, mengembalikan kita kejalan yang benar, menolong kita belajar apa yang benar dan salah, dan mendorong kita memilih yang benar. Dengan kata lain, itu produktif. Seperti kata penulis Ibrani, “Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” (Heb. 12:11b, NIV).

Banyak orangtua mengakui menggunakan disiplin dalam rangka pembalasan. Pemikirannya, “kamu tidak jujur, jadi harus membayar akibatnya.” Setelah mereka memukul anak mereka, mereka pikir sudah impas. Tapi itu bukan cara Tuhan. Dia tidak tertarik dengan itu tapi dalam hidup kudus. Tujuannya bukan meminta bayaran tapi menolong kita ingat jalan yang benar. Melakukan itu dengan tujuan yang benar, memukul tidaklah mengganggu perkembangan anak. Itu menajamkan.

Satu kesempatan setelah anak pertama kami sudah cukup umur untuk duduk diam digereja dan mendengarkan, istri saya dan saya membawa dia untuk mendengar pembicara yang sudah kami kenal lama. Steve tidak seperti biasanya sangat melawan dan tidak mau bekerja sama malam itu. Kami mencoba menenangkannya dengan pensil dan kertas, gambar dari dompet kami, dan semua taktik yang sudah kami pelajari digereja. Tapi dia berkeras dan melawan sehingga menyebabkan gangguan. Itu merupakan salah satu kejadian yang jarang terjadi dimana saya duduk bersama anak dan istri saya daripada bicara sendiri. Dan itu juga peristiwa yang jarang sebagai orangtua muda saya melakukan hal yang benar. Saya dengan tenang mengangkatnya dan membawanya keluar, kemobil. Setelah beberapa saat berdiskusi tentang prilaku yang pantas, saya mempraktekan disiplin yang Tuhan ajarkan. Kemudian saya mengangkatnya saat tangisannya mereda, meyakinkan dia kalau saya mengasihinya dan menjelaskan kalau saya ingin dia mengingat bagaimana bersikap dalam gereja. Setelah itu berakhir kami berjalan kembali kegereja bergandeng tangan, lebih dekat dari sebelumnya. Itu suatu pelajaran yang tidak bisa kami berdua lupakan, dan yang menajamkan kemampuannya menyerap apa yang dikatakan dimimbar.

Sebagian orang mungkin bertanya, “tapi bukankah itu dimotivasi dari ketakutan? Bukankah dia tidak melakukan itu lagi karena takut dipukul?” Menurut saya tidak. Rasa takut digunakan dalam cara yang berbeda dalam Alkitab. Itu bisa menunjuk pada emosi yang melumpuhkan dan terror, atau menunjuk pada rasa hormat yang sehat. Orang tidak percaya memiliki banyak alasa untuk takut pada Tuhan, dengan ancaman. Walau orang percaya juga dinasihati untuk takut akan Tuhan (Psa. 34:9, KJV), itu merupakan rasa takut yang berbeda. Tidak ada kekhawatiran atau ketakutan yang berhubungan dengan itu karena dibungkus dalam kasih. Rasul Yohanes membahas hubungan orang percaya dengan Bapa disurga: “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan” (1 John 4:18a, TLB).

Anda lihat, ketakutan seperti itu tidak menakutkan. Itu rasa hormat. Rasa hormat yang baik. Itu yang harus dirasakan orang percaya terhadap Tuhan, dan itu bumbu yang penting dalam hubungan orangtua-anak. Orangtua yang kasar dan menghukum akan memerintah dengan terror, dan memunculkan kekhawatiran neurotic. Tapi orangtua yang mengkoreksi dalam kasih mengembangkan rasa hormat anak, dan membangun dalam hidupnya keinginan untuk mau taat dalam rasa hormat dari kasih itu.

Sebagian orangtua tetap memprotes, “tapi saya terlalu mengasihi anak saya sehingga tidak bisa memukulnya. Itu terlihat kejam.” Itu salah satu kebohongan iblis. Tuhan mengatakan sebaliknya. “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya” (Prov. 13:24, NASB). Mereka menyebut itu kasih saat mereka menolak mendisiplin anak mereka. Tuhan menyebut itu kebencian. Jika mereka memang mengasihi dia, mereka akan memastikan kalau dia sudah belajar mendisiplin jiwanya, mengetahui kalau disiplin diri akan berdampak pada kemampuannya mendapat pendidikan, pekerjaan, pernikahan yang sukses, bergaul dengan orang lain, dan berfungsi dengan baik dalam seluruh sisi hidup. Koreksi yang dilakukan dalam kasih tidak menghancurkan jiwa anak, dan jiwa yang terkontrol merupakan elemen yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan yang berhasil. Koreksi memberik kepastian pada anak kalau anda cukup mengasihi dia sehingga peduli terhadap keberhasilan hidupnya. Menghindari hal ini memberikan anak alasan yang baik untuk meragukan perhatian kasih anda, mungkin meragukan kalau dia berasal dari anda. Penulis Ibrani meneguhkan prinsip itu: “Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang” (Heb. 12:8, NASB). Orangtua yang menolak memukul anaknya adalah kejam.

Bukannya kejam, memukul sebenarnya bentuk koreksi yang paling baik. Itu jelas lebih berbelas kasih daripada merengek, dan mengancam sehingga menghancurkan rasa hormat. Itu lebih belas kasih daripada berminggu-minggu tidak diperhatikan bagi seorang anak. Tentu saat itu tidak enak. Tuhan mengatakan itu (Heb. 12:11). Tidak enak bagi mereka yang melakukannya dan tidak enak bagi yang meneriman. Jadi jujurlah. Itu bukanlah kasih kalau menjauhkan kita dari Firman Tuhan. Itu keinginan egois untuk menghindari ketidaknyamanan. Saat kita menyadari keegoisan kita membuat kita lebih tidak enak dalam jangka panjang, kita mulai mendidik anak dengan cara Tuhan.

Setelah dikatakan dan dilakukan, sebagian orangtua tetap takut kalau memukul hanya membuat anak lebih memberontak, mungkin itu akan membuatnya menjauh dari Tuhan. Tuhan berkata, “Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati” (Prov. 23:13, 14, NASB). Itu semua harus dilakukan apakah anda percaya atau tidak perkataan ini dari Tuhan. Mereka yang melakukannya tahu kalau ini benar.

Jadi, jika ini metode Tuhan, kenapa banyak orangtua merasa tidak nyaman terhadap hal itu, dan merasa bersalah setelah melakukannya? Salah satu alasan mungkin berkaitan dengan strategi setan. Dia membuat Firman Tuhan dipertanyakan sejak Genesis 3:1, “apa itu perkataan Tuhan?” Dia ingin anak kita tidak dididik, jadi dia menanamkan benih keraguan dalam pikiran kita tentang mendidik mereka dalam cara Tuhan.

Tapi itu bukan satu-satunya alasan dari rasa bersalah. Orangtua seharusnya merasa bersalah saat mereka memukul anak mereka dalam kemarahan, tanpa kasih. Kasih tidak hanya apa yang kita katakan atau tindakan, tapi itu prilaku yang anak rasakan. Dan mereka jelas tidak merasa dikasihi saat kita menunjukan wajah menakutkan, saat kita kehilangan control emosi, dan tindakan kita merusak daripada memperbaiki. Kasih dikomunikasikan melalui kebaikan, ketenangan dan kontrol.

Kita juga merasa bersalah saat kita memukul untuk alasan yang salah. Kadang kita memukul karena kita marah terhadap ketidaknyamana yang disebabkan anak kita. Kita harus membersihkan lantai atau mengambil gelas yang pecah, dan itu mengesalkan kita. Apakah anda senang Tuhan tidak mendisiplin anda karena kecelakaan, kesalahan, atau karena tidak ingat? Kita perlu mengajar anak kita untuk hati-hati, tapi kalau itu seperti menumpahkan sesuatu dengan tidak disengaja, itu tidak layak dipukul.

Kita mungkin tidak perlu memukul anak karena keingintahuannya yang alami, keinginannya untuk menyentuh sesuatu. Lebih baik meletakan sesuatu yang kita tidak ingin dia sentuh diluar jangkauannya. Saya takut beberapa orangtua menggoda anak mereka dengan meninggalkan barang yang mahal berserakan dimana-mana. Kita berarti mendorong ketidaktaatan dengan berkata pada anak kecil, “jika kamu menumpahkan pudding itu, kamu akan dipukul.” Anda telah membangkitkan nature lama untuk bertindak, dan bahkan mendorongnya melakukan itu. Lebih baik menyingkirkan pudding dari tempat itu. Ada banyak kejadian dimana kita membuat anak tidak taat melalui hal seperti diatas. Saya percaya Tuhan khawatir jika kita menggunakan semua maksud kreatif untuk membuat anak tidak taat.

Memukul anak karena menggigit kuku atau mengisap jempol merupakan tindakan mengalahkan diri sendiri. Itu hanya meningkatkan ketegangan yang ada. Kita seharusnya tidak memukul karena prilaku yang tidak biasa disebabkan oleh kelelahan atau sakit. Juga karena anak tidak mampu melakukannya, seperti duduk diam selama perjalanan yang sangat lama dimana dia masih sangat kecil.

Kadang prilaku pemberontakan anak muncul dari ketakutan atau ketidaknyamanan. Jika dia merasa terancam atau tidak dikasihi, lebih baik bagi kita untuk mendengar dengan sabar dan mencoba mengerti perasaannya daripada memukulnya. Pemukulan hanya membuat rasa terancam dan tidak dikasihi lebih parah. Pemukulan seharusnya dilakukan untuk pemberontakan langsung terhadap otoritas, ketidaktaatan yang sengaja dari perintah kita, atau prilaku keras kepala, tidak ada yang disebabkan oleh mengurangi kesalahan karena situasi. Itu membutuhkan orang Kristen yang dipenuhi Roh yang berjalan dengan Tuhan dan memiliki hikmat untuk mengetahui kapan harus memukul.

Kita juga merasa bersalah memukul karena kita terlalu kasar. Jika kita menjadi sangat marah maka kita memukul lebih kuat dari seharusnya. Rasa bersalah mungkin cara Tuhan memperingatkan kita akan kerusakan yang kita lakukan baik terhadap mereka dan anda. Buatlah koreksi pas dengan kejahatan jika anda ingin menikmati nurani yang tenang dihadapan Tuhan. Kadang kita melakukan hukuman yang tidak layak dalam kemarahan penuh. Jangan takut mengatakan, “maaf,” kemudian tegaskan hal itu.

Kita juga harus menambahkan kalau ada maksud efektif lain disamping memukul. Tuhan tidak memberi contoh dan tidak ada alasan melakukannya. Alkitab menekankan tongkat tidak menghilangkan metode koreksi lain. Pribadi yang berbeda dan tingkatan respon membuat pendekatan berbeda. Jika Johnny kehilangan tricycle beberapa hari lalu karena dia berkeras mengendarainya dijalan, dia akan belajar batasan yang ada. Jika dia mendapatkan dirinya kemudian diisolasi dalam kamarnya setiap kali menggoda adiknya, dia mungkin memutuskan kalau menggoda merupakan prilaku yang tidak mengguntungkan dan membuangnya.

Remaja lebih baik diberi disiplin yang berbeda. Ada saatnya memukul hanya memperkeras dan memedihkan orang muda, dan metode koreksi lain menjadi lebih efektif. Dengan kata lain, mungkin pendisiplinan sudah terlambat. “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya.” (Prov. 19:18, TLB).

Penegasan dengan kata-kata mungkin sudah cukup dikejadian tertentu, tapi itu harus dilakukan dengan kasih. Lupakan menguliahi dengan kemarahan dan semua ancamannya. Itu hanya menghasilkan pemberontakan. Anak-anak sadar ancaman itu kosong, dan mereka tahu semua maksud kata-kata itu. Lakukanlah dengan cara Tuhan. Itu tidak selalu cara yang mudah, tapi itu menolong anda mengkoreksi dengan baik, tenang, dan kasih –tapi langsung dan tegas. “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu” (Prov. 29:17, TLB).

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

9. Masalah Siapa yang Anda Selesaikan?

Apakah anda memiliki jawaban, atau anda bagian dari masalah? Pertanyaan itu sangat menusuk sehingga bisa langsung menghentikan seseorang dan menghadapi tanggung jawab pribadinya didalam hubungan yang kusut. Mungkin sekarang waktunya kita sebagai orangtua menanyakan itu dengan jujur terhadap diri kita. Kita bergumul dengan masalah mendidik anak kita, tapi ada beberapa kelemahan dalam pendekatan yang lebih dulu perlu diluruskan. Kebalikannya juga bisa benar. Ada saat ketika kita pikir sudah mendidik anak kita tapi pada saat itu juga kita bergumul dengan konflik kita sendiri yang belum terselesaikan.

Untuk menolong kita menghadapi masalah dan menjawabnya dengan tepat, saya ingin memberikan 4 prinsip untuk mengatur pendidikan anak dalam keluarga Kristen.

1. Positif

Membaca seluruh PB untuk mengerti apa yang Tuhan harapkan pada orang percaya dimasa anugrah ini. Anda akan menemukan beberapa “jangan” tapi begitu banyak perintah Tuhan yang positif. Saat kita mulai melakukan apa yang diinginkan Tuhan, kata “jangan” biasanya sudah mengambil tempatnya sendiri.

Sayangnya, sebagian orangtua telah mengadopsi kesesatan orang Kolose sebagai prinsip mereka dalam mendidik anak mereka: “jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini” (Col. 2:21, NIV). Kata “jangan lakukan ini” dan “jangan lakukan itu” dari pagi sampai malam, sampai anak yang malang itu harus berpikir apakah aman untuk bernafas. Dan dia jadi terjerat dalam jaring ketakutan dan kekhawatiran dengan melihat hidup dari kaca mata negative dan menetapkan larangan yang membuat dia terikat disetiap waktu. Belajar meletakan segala hal secara positif tidak penah mustahil: “Billy, tolong gunakan garpunya” daripada “jangan berani-berani makan dengan jarimu!” “Linda, rapikan kamarmu sekarang,” daripada “jangan berani keluar sebelum barang dikamarmu dirapikan!”

Dengan positif, kita tidak bermaksud melakukan rengekan terus menerus yang membuat anak kita capek dan mengilukan saraf mereka. “sisir rambutmu. Rapikan dasimu. Kancingkan jasmu. Berdiri tegak. Tahan bahumu. Ikat tali sepatumu. Cepat, kamu bisa terlambat.” Itu bentuk kritik yang keluar dari kebutuhan kita daripada anak kita. Kita lebih baik memberikan perintah itu kalau keluar dari semangat yang positif.

Ini bisa menghilangkan kritik negative yang sering diberikan orangtua. Standar Tuhan tinggi –yaitu kekudusannya. Tapi dia tahu kelemahan kita dan dia tidak terus menerus mengganggu kita karena kesalahan kita. Dalam suatu bagian Alkitab tentang pengampunan Tuhan, pemazmur berkata, “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu” (Psa. 103:14, NASB). Rasul Yohanes berkata, “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil” (1 John 2:1, TLB). “Tapi jika kamu berdosa . . .” bukankah itu suatu tindakan yang pengertian? Kita perlu mendapatkan itu saat anak kita gagal menghidupi harapan kita.

Kritik merupakan elemen paling mengecilkan hati. Kita semua tahu apa artinya melakukan yang terbaik, yaitu hanya untuk melihat oranglain mendapatkan kesalahan didalamnya. Itu membuat kita merasa rendah diri, bersalah, dan tidak berarti; itu menghancurkan kepercayaan diri kita dan menghilangkan ambisi kita. Tapi banyak orangtua memberi anak mereka kritik yang negative. “apakah ini yang terbaik yang bisa kamu lakukan?” “baiklah, saya lihat kamu akhirnya bisa membersihkan kamarmu. Sekarang lakukan sekali lagi.” “Apakah nilai B adalah yang terbaik yang bisa kamu dapat di Matematika?” atau lebih buruk, saat kejadian tidak diharapkan muncul, kita berseru dengan marah, “tidak bisakah kamu melakukan sesuatu dengan benar?”

George adalah seorang muda dengan ego yang rusak. Dia berkata pada saya bahwa sudah menjadi tugasnya untuk membersihkan ruangan bawah ketika kecil. Dengan debu perapian, dan kotoran lain yang bertebaran dilantai. Seringkali saat dia sudah selesai, ayahnya mengambil sapu dari tangannya dan menemukan kotoran lainnya, memarahi dia atas pekerjaan buruk yang dilakukannya. Beberapa tahun kemudian dia menemukan kalau tidak mungkin membersihkan lantai seperti itu dengan satu sampai lima kali sapu. Tapi sudah terlambat menyelamatkan kepercayaan dirinya.

Betapa lebih efektif memacu anak dengan perintah yang hangat dan jujur, menyatakan kepercayaan pada kemampuan mereka dan optimis akan kemajuan mereka. “kerja bagus, bil. Kamu semakin baik.” “kamu meningkat dari C ke B. Itu bagus.” Anak-anak butuh dukungan. Kenyataannya itu menjadi factor utama perkembangan mereka kearah kedewasaan dan stabilitas. Kecenderungan kita untuk mengkritik dan kemalasan kita untuk memuji mencerminkan masalah yang belum terselesaikan dalam hidup kita. Itu mungkin sikap perfeksionis yang menuntut, kurangnya percaya diri, keinginan membuat diri kita terlihat lebih baik, atay mungkin suatu ketakukan kalau anak kita akan melebihi kita waktu kecil. Semua ini merupakan cerminan kesombongan. Semangat mengkritik kita merupakan keinginan daging kita untuk menutupi kelemahan kita. Saat kita membiarkan Tuhan mengurus kesombongan itu, kita bisa bebas menerima kelemahan anak kita, dan kemudian mampu menolong dia mengatasi hal itu melalui dorongan daripada kritik.

2. Tenang

Dalam buku ini beberapa kali saya menyebut tetap tenang dan menghindari kemarahan. Sebagian orang mungkin bertanya mengapa itu sangat penting. Bukankah Alkitab bicara tentang kemarahan Tuhan? Jika Tuhan marah kenapa kita tidak ? mungkin kita perlu memberi perbedaan. Seperti kita membedakan antara menghukum dan mendisiplin, dan antara takut dan hormat, jadi kita perlu membedakan kemarahan daging dan kemarahan yang benar.

Kemarahan Tuhan tidak mungkin emosi berdosa karena Tuhan tidak punya nature berdosa. Lain dari kobaran emosi, kemarahan Tuhan berlawanan dengan dosa. Tidak ada kekhawatiran, kebencian, atau kekasaran didalamnya, tapi hanya kegeraman atas dosa dan dampaknya. Itu tidak egois, tapi penting bagi nature kudusnya. Kemarahan Tuhan benar dan baik.

Seorang Kristen bisa memiliki kemarahan seperti Tuhan, saat kegeraman akan dosa atau ketidak adilan yang menggerakannya untuk melakukan tindakan membangun. Tapi itu dengan tidak egois termotivasi oleh kesalahan yang dilakukan pada orang lain daripada diri sendiri, dan itu bebas dari kekhawatiran, kebencian, dan kekerasan. Itu mungkin maksud perkataan Paulus, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa” (Eph. 4:26a, NIV).

Terlalu banyak orangtua tidak serius saat mereka mencoba mengelompokan kemarahan mereka sebagai kegeraman yang benar. Itu hanya terdiri dari –kegilaan, kesakitan, dan kekerasan. Mereka mengeluarkan kemarahan mereka karena mereka terganggu, tidak nyaman, dipermalukan, atau ditantang, dan nature dosa meliputi semuanya itu. Saat mereka kehilangan kendali, mereka berurusan dengan masalah mereka sendiri, bukan anak, dan mereka tidak menangani masalah dengan baik.

Tuhan punya beberapa perkataan tentang emosi daging ini. “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu” (Psa. 37:8a, TLB). “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan” (Eph. 4:31, KJV). Untuk membedakannya, yang satu didihan perangai yang kehilangan kendali sedangkan yang lainnya bara yang menyala. Keduanya tidak mendapat tempat dalam kehidupan orangtua Kristen. “sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah” (James 1:20, NIV). Tuhan sudah menyatakan ini pada saya, sangat sering sehingga saya akhirnya meminta anak saya mengatakan kalau kemurkaan saya muncul. Mereka biasanya lupa, tapi tawaran tetap ada. Saya membutuhkan semua pertolongan untuk mengatasi dosaku, termasuk dari anak saya.

Rasul Paulus memerintahkan kita jangan membangkitkan amarah anak kita (Eph. 6:4). Apa yang membangkitkan amarah anak? Biarlah Firman Tuhan yang menjawab. “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah” (Prov. 15:1, NASB). Anak-anak bereaksi seperti orangtua. Saat seseorang bicara kepada mereka dengan nada marah, itu membuat mereka kesal dan memberontak. Itu seperti menggosokan amplas diemosi mereka. Kemudian saat mereka marah, orangtua menjadi lebih marah, dan lingkaran setan berakhir dalam percekcokan yang tidak ada untungnya. Jika anak dipukul dalam kemarahan itu, akan meningkatkan ketakutan dan memperdalam permusuhan. Dan baik dia kena pukul atau tidak, umumnya dia menjadi lebih jengkel dan tidak peduli serta kehilangan rasa hormat pada orangtua karena kemarahan yang ditimbulkan.

Saat cobaan untuk marah mengancam kita, itu saatnya kita bersama Tuhan menyelesaikannya. Jika sebagian bentuk koreksi dibutuhkan, suruh anak keruangannya dan katakan anda akan disana beberapa saat lagi. Kemudian kekamar, berlutut berdoa, dan minta Tuhan menghilangkan emosi yang tidak benar dan menggantikannya dengan ketenangan. Itu akan mempersiapkan anda untuk mendisiplin anak dengan efektif, untuk kebaikannya bukan anda.

“He who is slow to anger is better than the mighty, and he who rules his spirit, than he who captures a city” (Prov. 16:32 NASB).

3. Konsisten

Pola disiplin yang salah sudah umum disebagian besar keluarga. Itu bisa terjadi seperti ini. Billy kecil tidak mengindahkan perintah ibunya karena dia telah belajar mematikan suara ibunya. Itu sangat mudah. Saat saya masih kecil, saya hidup dekat rel kereta utama antar Philadelphia dan New York. Pengunjung dirumah kami merasa suara kereta sangat mengganggu, tapi saya sudah biasa. Kami telah belajar mengecilkan suara itu karena terbiasa dan itulah yang dilakukan Billy. Perintah pertama ibunya tidak lebih dari suara yang mengganggu. Itu tidak berarti apapun, jadi dia tidak mengindahkannya.

Kemudian ibunya mulai merengek. “Saya harap kamu belajar mentaati mama, Billy. Kenapa kamu tidak pernah melakukan perintah mama pertama kali? Saya sudah tidak tahu berbuat apalagi terhadap kamu.” Billy mulai merasakan kepuasan karena wanita kuat ini tidak bisa mengontrol dia. Tapi tidak lama, ibunya mengulangi perintahnya, nadanya makin tinggi, dan kemarahan meningkat. Kadang Billy bisa mendengar dengan baik dan melakukannya tepat pada saatnya sebelum meledak terutama saat mamanya mengeluarkan perkataan rutin “satu……dua…….” Dikejadian lain waktunya meleset dan mamanya meledak dan melakukan pemukulan. Umumnya, mamanya merasa bersalah karena hukumannya berlebihan, jadi hari berikutnya dia berusaha membiarkan Billy melakukan apapun untuk mengganti rasa bersalah itu. Dan Billy secara sistematis belajar seni kenakalan, kehilangan rasa hormat tidak hanya pad orangtuanya, tapi semua otoritas. “Because sentence against an evil work is not executed speedily, therefore the heart of the sons of men is fully set in them to do evil” (Eccl. 8:11, KJV). Solusi bagi situasi tragis ini adalah konsistensi. Koreksi harus dimulai saat ketidaktaatan pertama muncul. Saat pertama kita bicara biasa, kita mengharapkan ketaatan. Jika tidak, maka kita mengkoreksinya. Tidak ada ancaman kosong, peningkatan kemarahan, peningkatan nada teriakan, tapi dengan tenang, baik, dan kasih tapi tegas kalau kita melakukan apa yang kita katakan. Tongkat itu kemudian tidak akan dihubungkan lagi dengan pembalasan tapi dengan kasih, perhatian kasih agar anak kita belajar sukacita dan berkat dari semangat disiplin.

Konsistensi membutuhkan lebih banyak disiplin diri dipihak kita daripada yang lainnya. Menaikan nada suara kita lebih mudah dari berdiri, menghampiri, dan melayani dengan koreksi tegas tapi kasih saat ketidaktaatan pertama muncul. Tapi Tuhan akan menolong kita jika kita mengijinkannya. Buah Roh adalah pengendalian diri (Gal. 5:22-23). Pengendalian diri meliputi kemampuan melakukan hal yang benar disaat yang tepat. Dan waktu yang tepat untuk koreksi adalah saat ketidaktaatan muncul. Kita perlu melakukan tangkat “saat tidur” (Prov. 13:24, KIV), saat dibutuhkan. Saat kita mengijinkan Roh Tuhan mengatasi masalah kemalasan kita, kita mampu mendisiplin anak kita tentang itu.

Konsistensi juga meliputi tidak berubahnya standar yang kita jaga. Inilah cara Tuhan memperlakukan kita. “Akulah Tuhan,” kataNya. “Aku tidak berubah” (Mal. 3:6, KJV). Aturan harus fleksibel, dan pengecualian bisa dilakukan melihat situasi. Tapi secara umum, jika kita ingin mempertahankan prilaku tertentu, maka kita harus menekankan itu terus menerus. Menekankan itu sekarang dan mengabaikannya besok akan membingungkan anak.

Sebaliknya, membiarkan mereka melakukan hal yang tidak boleh sepanjang waktu, kemudian tiba-tiab menghukum mereka karena itu dalam kemarahan, akan menghancurkan tujuan pengajaran kita tentang disiplin diri. Saat kita memutuskan untuk mendidik anak kita dalam jalan Tuhan, kita pertama kali harus memberikan mereka penjelasan kenapa kita menginginkan standart prilaku ini dan bagaimana kita ingin menolong mereka untuk mengingatnya. Kemudian saat kita perlu mengkoreksi mereka, kita mengingatkan kembali kenapa kita mengharapkan ketaatan mereka, bagaimana sekarang ini kita akan menolong mereka mengingat, dan apa yang bisa mereka lakukan dimasa depan untuk menghindari koreksi ini. Perintah bersama dengan koreksi seperti ini akan mulai masuk kedalam prilaku anak dari tidak menyenangkan kepada rasa hormat yang sehat pada kita dan orang lain.

Konsistensi, berarti perjanjian antara ayah dan ibu akan standar prilaku dan metode koreksi. Sebagian anak yang memberontak bertumbuh dalam rumah dimana ayah dan ibunya saling mensabotase otoritas masing-masing. Satu orang terlalu keras dan yang lain terlalu longgar, dan masing-masing saling menandingi. Hasilnya adalah kurangnya rasa hormat diantara mereka. Anak kemudian belajar bagaimana mendapatkan keinginan mereka dengan memainkan orantuanya. Situasi seperti itu bisa dihindari jika ayah dan ibunya membahas masalah disiplin lebih dulu dan menyetujui aturannya dan bagaimana melakukannya. Bahkan saat ada harmonipun, anak-anak kadang berhasil mendapat keputusan berbeda dari orangtuanya. Itu saat untuk membackup, mengadakan pertemuan tingkat tinggi dan menyetujuinya.

Konsistensi juga meliputi menjaga perkataan kita. Jika kita membuat janji dan tidak ada syaratnya, kita tidak boleh melanggarnya. Dengan melakukan itu kita mengajar anak kita untuk melanggar perkataan mereka sendiri. Sebagian janji tidak bisa ditepati karena keadaan diluar control kita, seperti hujan disaat mau piknik atau kebutuhan mendadak yang perlu perhatian langsung. Kejadian itu bisa digunakan untuk menjelaskan perbedaan antara pelanggaran janji dan terhalang keadaan. Hidup banyak kekecewaan, dan anak kita harus belajar bagaimana mengatasinya sedini mungkin. Kelemah lembutan kita disaat itu akan menolong. Tapi tidak ada yang bisa menggantikan kepercayaan anak daripada perkataan orangtua yang bisa ditepati.

Konsistensi juga berarti adil. Setiap anak kita memiliki kepribadian dan tingkat kedewasaan yang berbeda, jadi aturan dan metode yang persis sama tidak bisa diberikan kepada setiap anak. Tapi harus ada kesamaan. Saya masih mendengar keluhan anak muda yang berkonsultasi dengan saya tentang orangtua yang tidak peduli pada mereka. Alasannya? Standar yang diberikan pada mereka berbeda dari saudara mereka, dan disiplin yang mereka terima lebih keras. Tuhan adil dalam memperlakukan kita (Psalm 89:14), dan kita juga harus begitu.

4. Kasih

Kita membahas dalam satu bab penuh tentang kasih terhadap anak, tapi kata-kata singkat perlu diulangi dalam konteks disiplin. Bahkan saat tongkat diayunkan, anak kita perlu merasakan kasih sekuat rasa sakit. Sebelum kita mengkoreksi mereka, kita menjelaskan kenapa kasih kita mengharuskan melakukan ini. Setelah kita mengkoreksi mereka, kita memeluk mereka dan terus meyakinkan mereka akan kasih kita. Tuhan akan menggunakan kasih kita untuk mendorong kasih dalam mereka, sampai mereka tumbuh ketitik dimana ketaatan mereka bukan karena menghindari ketidaknyamanan, tapi karena kasih tulus pada Tuhan dan kita. Dan inilah tujuan kedewasaan yang akan kita bangun.

Salah satu kesalahan menyedihkan yang dibuat orangtua adalah mengancam anak mereka dengan menarik kasih kita. “mama tidak sayang lagi kalau kamu lakukan itu.” Komentar seperti itu keluar dari ketidakamanan sang ibu, dan luka batin yang ada lama yang belum sembuh. Tuhan tidak mengancam menarik kasihnya dari anak-anakNya. Dia tetap mengasihi mereka bahkan saat mereka berdosa. Kepada bangsa Israel dia berkata, “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu” (Jer. 31:3, TLB). Saat kita mengasihi anak kita dengan kasihNya, itu tidak pernah berubah (1 Cor. 13:7-8). Maka disiplin kita akhirnya untuk keuntungan mereka daripada pengungkapan masalah kita, untuk memberkati semuanya.

Taxonomy upgrade extras: 

10. Serangga dan Kupu-kupu

Disepanjang peran saya sebagai orangtua saya pernah jatuh. Saya tidak ingat secara pasti umur anak laki-laki tertua saya ketika itu pertama kali terjadi, tapi satu hari saya menyadari bahwa saya bukan lagi pahlawan yang tahu dan bisa melakukan semuanya seperti dia memandang saya dulu. Kenyataannya dia lebih tahu daripada saya dan dia kelihatannya senang menggoda kekurangan saya itu. Saya curiga kejatuhan saya lebih awal dari itu berkaitan dengan pengaruhnya disekitar rumah.

Apa yang terjadi? Apakah saya berubah? Tidak, saya pikir tidak –setidaknya bukan yang buruk. Jika memang, mungkin saya sedikit lebih dewasa. Jadi, apakah dia berubah? Mungkin tidak seperti itu. Dia baru mulai mengembangkan kemampuan melihat hal seperti adanya. Anda lihat, 2 mahluk ganas dari spesies yang disebut “remaja” memiliki daya tangkap dan kejujuran yang bengis, sering disesali orangtua.

Saya memperhatikan sesuatu tentang remaja saya. Mereka cenderung sangat ekstrim dalam tenaga dan tempramen untuk hal yang kurang beralasan. Mereka sering meledak dengan tenaga tiada batas, seperti saat mereka main football dengan teman mereka. Tapi disaat lain mereka kelihatan terlalu capek untuk berdiri dari sofa dan pergi ketempat tidur. Kadang mereka mengejutkan kita dengan kedewasaan dan pengertian mereka, sementara disaat lain kita keheranan akan kekanakan dan kebodohan mereka. Para ahli mengatakan fluktuasi ini disebabkan oleh perubahan yang ada ditubuh mereka dan itu normal. Itu bisa membuat kita tenang, kalau kita bisa mengingat itu saat mereka bertingkah yang tidak masuk akal, atau membuat kita terdiam karena tindakan mereka.

Tapi kenyataannya tetap, ada saat dimana kita menikmati seorang dewasa dan saat lain kita mentoleransi keegoisan anak kecil, itu satu paket. Seluruh fenomena aneh mengingatkan saya akan satu transformasi alam yang paling menakjubkan –metamorfosis ulat jadi kupu-kupu indah. Dan kadang anak kita kelihatan lebih seperti ulat daripada kupu-kupu. Sebenarnya, mereka bukan anak kecil juga bukan orang dewasa. Mereka ada ditengah-tengah, bergumul membuat identitas mereka. Kita bisa menolong mereka dengan melihat mereka sebagai orang yang mau menuju kedewasaan daripada anak kecil yang sedang bergumul.

Model Orangtua melewati saat seperti ini bersama kita. Siapa yang tidak pernah mengalami hal seperti ini dalam hidupnya? Orang Kristen yang paling dewasapun akan jujur mengakui kalau mereka punya masa keras kepala dan egois seperti ini. Tapi Tuhan dengan sabar dan kasih mendorong kita terus bertumbuh kearah Dia (2 Pet. 3:18). Dan dia melihat kita dalam terang seperti apa kita nantinya dengan kuasa dan anugrahnya (e.g. Phil. 3:20-21; 1 John 3:2). Kepastian itu merupakan motivasi besar dalam perkembangan kerohanian kita. Jika kita ingin membawa remaja kita kearah kedewasaan dalam Tuhan, kita harus membiarkan Tuhan memberikan kita kemampuan untuk mendorong dan mendukung menggantikan keterkejutan dan menghukum. Kita berharap remaja kita akan menjadi orang dewasa indah.

Bahkan dengan prilaku yang benar disesuaikan, kita perlu ingat beberapa prinsip yang bisa menolong kita membimbing remaja kita berhasil melalui tahun-tahun sulit ini. Saya katakan mengingat karena kita sudah tahu lebih dulu apa yang harus dilakukan. Jika kita berfungsi seperti garis besar Firman, maka sedikit yang berubah. Teladan yang kita buat akan selalu penting. Kasih yang kita tunjukan, walau berkurang dalam bentuk fisik tapi tetap besar. Kehangatan hubungan yang kita buat dan terus dipelihara akan menjaga jurang antar generasi tidak melebar. Disiplin yang kita jaga, walau memberikan kebebasan dan tanggung jawab yang lebih luas dari sebelumnya, akan terus menjadi bagian penting dalam memdidik mereka. Kita terus memasukan Firman Tuhan kedalam pikiran mereka untuk menyediakan arahan hidup dan sukacita dalam hidup. Dengan kata lain, kita mulai meletakan fondasi dari kelahiran mereka sampai sekarang mereka remaja.

Sebagian orangtua bertanya apa yang harus mereka lakukan kepada anak angkat remaja yang tidak bisa mendidiknya dari awal. Jawaban yang mungkin adalah mulailah diperiode itu dan ikuti prinsip Firman tentang periode itu. Jika anda ada disituasi itu, surat seorang wanita ini akan meyakinkan anda.

Saat kita diawal 20 an Tuhan memberikan kami Sharon berumur 16 tahun. Kami tidak punya pemahaman yang dalam atau pengalaman khusus. Kami harus menggunakan kasih dan Firman Tuhan. Beberapa bulan kemudian, Tuhan mengirim Robin berumur 16 tahun. Kita menggunakan alat yang sama. Lima tahun kemudian datang Gwen 16 tahun dan Ron 12 tahun. Ada saat dimana kita merasa hal-hal tidak berjalan baik, tapi saat kita menghadap Tuhan kita didorong untuk meneruskannya.

Kita tidak bisa mulai pada poin A seperti yang kita lakukan pada ketiga anak kami, jadi kita mulai mendidik anak angkat kami ditahap mereka sekarang. Keempatnya menerima Kristus. Dua orang sudah menikah. Satu anak dipersiapkan untuk pelayanan. Kita melihat kepribadian mereka ditransfomasi oleh kuasa Kristus dan sekarang mereka melayani Tuhan. Itu berhasil!

Dengan surat itu, kita siap untuk diingatkan tentang beberapa hal yang perlu ditekankan saat berurusan dengan remaja. Kita harus menjaga komunikasi tetap terbuka. Salah satu keluhan paling umum dari remaja tentang orangtuanya adalah, “orangtua tidak bisa mengerti aku.” Komunikasi lebih daripada bicara. Didalamnya ada pengertian akan pemikiran dan perasaan orang lain, dan menerima haknya untuk percaya dan merasakan apa yang dirasakannya. Penerimaan tidak langsung berarti setuju dengan semua pendapat atau menyetujui semua ekspresi emosinya. Tapi itu berarti menerima dia walau pendapatnya berbeda dari kita, dan menghargai haknya untuk itu.

Ini salah satu hal terberat untuk dilakukan orangtua. Saat anak kita memiliki pemikiran yang berbeda dari kita, kita berpikir kalau mereka benar, maka kita harus salah. Dan kalau kita menunjukan kita salah maka itu menyerang kepintaran dan harga diri. Jadi kita menyerang balik dan dengan marah mempertahankan pendapat kita. Dan jika kita tidak memiliki fakta yang mendukung cara pandang kita, kita mencoba berkata seperti, “lihat, saya lebih tua dari kamu, saya tahu apa yang saya katakan, dan itu benar. Semakin cepat kamu mengakuinya, semakin baik.” Dan dalam sekejab! Semua komunikasi tertutup.

Taktik kita menunjukan kalau remaja kita tidak dewasa dan bodoh, idenya membuat di sangat inferior dibanding kita, dan satu-satunya cara untuk komunikasi adalah mengakui cara pandang kita. Butuh waktu yang lama sebelum dia melibatkan diri dalam kekurangajaran itu lagi. Betapa lebih baik jika kita berkata dengan tenang dan baik seperti, “ya, saya bisa mengerti perasaanmu. Tapi biarkan saya membagikan beberapa pemikiran untuk dipertimbangkan selanjutnya.”

Kadang pengumuman remaja kita tentang apa yang dilakukan dan dikatakan teman disekolahnya disambut dengan keterkejutan, kemarahan, atau kotbah yang membosankan. Masuk akal kalau dia menghindari ketidakenakan seperti itu –dengan menutup mulutnya. Dikejadian lain kita menemukan kita menghafalkan prasangka tanpa mendengarkannya atau mencoba mengerti apa sebenarnya yang dikatakan. Dia tidak perlu jadi jenius untuk mengetahui kalau kita tidak tertarik dengan pemikirannya, hanya pada pemikiran kita. Maka dia akan berhenti mengatakan apa yang dipikirkannya.

Tuhan memiliki nasihat yang baik tentang komunikasi orangtua dan remaja. Dari PL dikatakan: “Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya” (Prov. 18:13, NASB). Para orangtua, kita harus belajar mengontrol mulut kita saat kita menajamkan saraf pendengar kita.

Rasul Yakobus menambahkan. “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (James 1:19, NIV). Tidak ada yang lebih cepat menghancurkan rasa hormat remaja kita (dan membangun ketegangan dan pemberontakan) daripada reaksi cepat marah dari kita. Kita mengharapkan beberapa argument dan ketidaksetujua dari mereka. Mereka mencoba menemukan diri, mencoba menemukan siapa mereka, dan apa yang mereka bisa lakukan dan tidak. Tapi saat kita kehilangan kendali, mereka tahu kalau mereka lebih kuat dari kita. Mereka menemukan, yang tidak tidak disadari sebelumnya , bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengontrol emosi kita, maka pertengkaran dimulai! Kita harus belajar mendengar dengan kedua telinga terbuka, dengan sabar, tenang, penerimaan, perhatian, dan pengertian.

Pengertian tidak berarti sentimental. Kita tetap menyatakan pendapat dan alasan kita kepada mereka, tapi kita melakukannya dengan kasih. Kita tetap melarang perkataan yang tidak hormat, tapi tidak dengan pukulan dan kemarahan “jangan sekali-kali kamu bicara begitu kepada saya.” Sebaliknya kita menjelaskan kalau kita mengerti perasaan mereka, tapi kita harus menegaskan kalau mereka harus belajar mengungkapkan perasaan mereka dengan sopan. Ketidak inginan untuk menurut akan menghasilkan bentuk koreksi, lakukanlah dengan tegas tapi kasih. Kita tetap mengharapkan penyesuaian aturan dan rutinitas keluarga yang kita percaya tepat, tapi dengan keinginan untuk meningkatkan kebebasan dan tanggung jawab pribadi mereka.

Kebutuhan untuk mendapat kemandirian yang lebih besar mengantar kita keprinsip umum kedua. Kita harus memperlakukan remaja kita dengan hormat. Kita harus melakukan itu sejak awal kelahiran, tapi sekarang lebih kompleks. Salah satu keluhan umum para remaja terhadap orangtua, “orangtuaku memperlakukan saya seperti anak kecil.” Tuduhan itu sering karena kurang diberikannya rasa hormat, dan itu bisa menabur benih pemberontakan.

Kurangnya rasa hormat bisa mencuat dalam berbagai cara. Sebagai contoh, orangtua bisa menolak mengijinkan anaknya untuk bebas memutuskan bagi dirinya sendiri. Dari masalah kecil seperti membeli pakaian, sampai masalah besar seperti universitas mana yang dipilih, orangtua sering memaksakan keinginannya pada mereka. Tuhan memberikan mereka otak, dan kita harus menghormati haknya untuk menggunakannya untuk menemukan kehendak Tuhan bagi hidupnya, daripada memaksa dia kedalam pemikiran kita. Tentu kita menawarkan nasihat Alkitab saat dia mencoba keluar dari rencana Tuhan yang sudah jelas dinyatakan dalam Firmannya, tapi kita akan mencari hikmat Tuhan untuk mengetahui kapan saatnya bicara dan kapan saatnya diam.

Indikasi lain kekurangan rasa hormat adalah orangtua merasa aneh akan kekhasan perkembangan remaja. Itu bukan salahnya kalau suaranya pecah atau wajahnya dipenuhi jerawat. Itu merupakan tanda pertumbuhan yang belum selesai yang sudah cukup menghantui dan mengganggunya tanpa kita membesar-besarkannya. Kata-kata penghiburan atau nasihat membangun lebih pas untuk itu.

Kadang kita memiliki kecenderungan untuk tertawa terhadap masalah yang bagi dia penting, seperti naik turunnya kehidupan cintanya atau pertengkaran dengan temannya. Mungkin itu kelihatan tidak penting bagi kita, tapi suatu rasa hormat yang tulus pada mereka bisa menolong kita melihat masalah melalui kacamata mereka dan bersimpati bersama dia. Kita sering lupa betapa penting masalah itu pada kita saat kita seumur mereka. Kelihatannya semua yang kita ingat tentang masa remaja kita adalah hal yang bisa membantu menjelaskan maksud kita. “saat saya seumur kamu, saya tidak pernah……” dan hampir semua orangtua menyelesaikan kalimat itu dengan berbagai cara. Jangan lakukan itu! Tidak penting apa yang kita lakukan atau tidak saat kita seumur mereka. Waktu berubah, dan kita perlu menghormati siapa mereka sekarang ini dimasa sekarang.

Ada beberapa langkah yang bisa kita ambil untuk menunjukan rasa hormat kita. Kita bisa tetap merahasiakan apa yang mereka bagikan pada kita. Membocorkan itu pada teman kita sering menghantui kita. Kita akan menghormati privacy mereka, mengetuk sebelum masuk kamar mereka dan jangan mencoba mengorek-ngorek barang mereka. Kita bisa minta nasihat mereka tentang hal tertentu, terutama saat mereka lebih tahu dari anda tentang itu. Saya menanyakan pendapat remaja saya tentang bab ini sebelum saya menanyakannya pada orang lain. Kita ingin menunjukan kalau kita menghargai persahabatan mereka. Dan kita mempercayai mereka sampai batas yang diijinkan Tuhan pada kita.

Masalah kepercayaan menimbulkan masalah. Ada saat dimana penilaian kita menuntut kita untuk berkata “tidak” terhadap sesuatu yang ingin mereka lakukan. Munkin menginap dengan keluarga yang tidak kita kenal, atau pergi dengan pria yang karakternya dipertanyakan, atau ada dampak moralnya. Tapi kita memang tidak damai untuk mengijinkan hal itu. Kata pertama yang mungkin keluar dari mereka adalah “bukankah papa percaya pada saya?” Bagaimana jawaban anda?

Jawaban pertanyaan itu mungkin seperti, “Ya, kami percaya padamu sampai dibatas kemampuanmu menolak cobaan. Tapi jika kami memiliki alasan apapun untuk curiga kalau situasinya bisa menekan kamu lebih dari yang bisa kamu hadapi ditahap kerohaniamu yang sekarang, maka kami memiliki kewajiban pada Tuhan untuk menjauhkan kamu dari hal itu.” Anda bisa lihat, kepercayaan ada dua sisi. Kita harus lebih mempercayai mereka dan dalam keinginan mereka untuk menyenangkan Tuhan saat mereka tidak diawasi. Tapi mereka juga harus mempercayai kalau kita ingin melakukan yang terbaik bagi mereka dalam situasi yang dipertanyakan. Tanpa keduanya tidak adil.

Dan ini membawa kita ke prinsip yang terakhir. Kita harus menyediakan alasan Alkitab untuk standar kita. Ada banyak hal meragukan dalam dunia yang kotor ini. Bagaimana kita memutuskan apa yang kita ijinkan dan tidak dalam hal musik, pesta, pakaian, rambut, dan teman?

Sangat penting untuk mengetahui kalau kita hidup dalam dunia yang berubah. Walau Tuhan tidak berubah dan prinsip kekalnya tetap, aplikasi dari prinsip itu berbeda dari masa dan dari budaya kebudaya. Kita perlu menilai kembali system nilai kita. Sering kita menuntut anak muda kita untuk tunduk pada aturan kita yang tidak fleksibel hanya karena secara tradisional kita sudah mentaatinya. Mungkin itu tidak memiliki dukungan Alkitab yang kuat, tapi kita berkeras memberikannya pada remaja kita. Dan itu sudah nyata kalau menimbulkan pemberontakan mereka.

Sebagian orangtua menyuruh remaja mereka untuk tidak melakukan hal tertentu karena “orang Kristen tidak melakukan itu,” atau “gereja kita tidak percaya itu.” Tapi anak-anak kita lebih tahu. Mereka tahu kalau sebagian orang Kristen melakukan hal itu, mungkin mereka yang ada dalam gereja kita, dan mereka melihat kesalahan dari alasan kita. Tapi saat orang muda kita mendapat dasar Alkitab untuk standar yang ditentukan bagi mereka dan mereka melihat itu konsisten dengan teladan kita, mereka akan lebih ingin menjaga nilai itu saat mereka bebas dari otoritas kita, dan tidak menikmati semua yang ditawarkan dunia.

Disini ada 4 nasihat Alkitab untuk memutuskan hal yang meragukan. Pertama adalah prinsip kebebasan, yaitu kebebasan dari apapun yang bisa membuat kita dikendalikan. Rasul Paulus menulis, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun” (l Cor. 6:12b, NASB). Setiap kebiasaan yang memperbudak, apapun yang kita tahu harus didapat atau tidak, dimana kita tidak dengan mudah melepaskannya saat kita ingin, bukan prilaku yang bisa diterima oleh orang Kristen. Kita tidak bisa dikontrol oleh Roh Kudus dan hal duniawi lainnya disaat bersamaan. Dan sebagai orangtua kita harus menentukan langkah. Orangtua yang menyuruh anaknya untuk tidak minum minuman keras atau merokok walau dia sendiri bergumul dengan itu ada dalam masalah.

Prinsip yang kedua adalah kasih. Kasih Kristus yang sejati ada untuk oranglain daripada dirinya. Orang percaya dinasihati untuk mengasihi yang lain (John 13:34), dan kita juga harus hidup saling menguntungkan.“Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya.” (Rom. 15:2, TLB).

Rasul Paulus sendiri merasa bebas makan makanan yang dipersembahkan pada berhala. Buat dia, berhala tidak berarti apapun. Tapi dia menolaknya untuk orang Kristen yang imannya lebih lemah sehingga bisa jatuh dalam dosa melihat dia berbuat itu. Kita tidak ada masalah dengan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala, tapi hal itu bisa menyebabkan orang Kristen lain yang lemah bisa jatuh dalam dosa. “Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah.” (1 Cor. 8:9, NIV).

Prinsip ketiga adalah peneguhan iman. “Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun” (1 Cor. 10:23, NASB). Tidak semua hal yang kita rasa bisa kita lakukan membawa keuntungan bagi kehidupan fisik dan rohani kita. Itu mungkin membahayakan tubuh kita yang adalah tempat Roh Kudus. Tapi walau itu tidak membahayakan kita, itu mungkin memakan waktu, membuang uang, dan menghabiskan tenanga yang seharusnya bisa digunakan untuk yang lain. Tuhan tahu kita perlu aktifitas yang menyegarkan agar bisa melakukan yang terbaik baginya. Dan setiap orang percaya harus mengaplikasikan prinsip ini dalam hidupnya melalui arahan Roh Tuhan. Tapi orangtua memiliki tanggung jawab memberikan remaja mereka bimbingan dalam melakukan itu, baik melalui perintah dan teladan.

Prinsip keempat adalah memuliakan. Tuhan berkata kalau kita berasal dari dia, dan apapun yang kita lakukan harus menunjukan kebesaran, keagungan, dan kasih karunianya. “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1 Cor. 10:31, NIV). Prilaku kita dalam hidup harus mengatakan pada orang disekitar kita, “lihat betapa agung Tuhanku –betapa kudus, betapa kasihnya, betapa murah hati dan betapa baiknya!”

Inilah tujuan hidup tertinggi. Tapi kita melakukan itu dengan bertumbuh kearah itu bagi Tuhan yang mengampuni dosa kita, dengan cuma-cuma memberikan hidup kekal, dan berdiam dalam kita. “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Cor. 6:19-20, TLB).

Saat Orang Muda Tersesat

Walau kita sudah berusaha keras, ada saat dimana orang muda berkeras menolak otoritas kita dan mengikuti jalannya sendiri. Janji dalam Proverbs 22:6 tidak bisa dilanggar, tapi ada saat sulit antara waktu kita mendidik anak “dijalan yang harus ditempunya” dan waktu “saat dia sudah tua” Setan menggantung godaan dunia dan kedaginan dihadapannya selama waktu-waktu itu dan membuat dosa semenarik mungkin.

Yesus mengatakan cerita terkenal tentang anak yang terhilang dan itu menyediakan orangtua pertolongan dalam menghadapi masalah dirumah mereka (Luke 15:11-32). Perlu diperhatikan kalau dalam cerita ini sang ayah tidak mencoba menghalangi anaknya meninggalkan rumah. Walau anak muda bisa dihalangi untuk melarikan diri, ada waktu dalam hidup remaja dimana tekanan fisik tidak mempan. Jika anak anda berkeras memberikan hidupnya pada tindakan yang tidak pantas dan kurang hormat, dia pasti akan mencari kesempatan untuk melakukannya. Jadi biarkan. Biarkan dia melakukan kehendaknya. Selama dia hidup dirumah anda, anda membiayai pemberontakannya, dan itu sama sekali tidak menolong. Anda harus duduk bersama, dengan tenang menunjukan kesalahan dari pilihannya, dan dengan kasih memperingatkan dia bahwa Tuhan akan memperlakukannya seperti seorang anak. Tapi jika dia berkeras akan tujuannya yang berdosa, tidak ada gunanya mencoba menghalangi dia.

Hal kedua yang perlu diperhatikan dalam permupamaan adalah ayah membiarkan sang anak menganggung tanggung jawab penuh atas tindakannya. Dia tidak menyalahkan dirinya dan menuntut dirinya. Tidak ada orangtua yang sempurna, tapi Tuhan tidak ingin kita menyiksa diri dengan rasa bersalah karena cara kita membesarkan anak kita. Dia ingin kita mengakui kesalahan kita dan menikmati anugrah pengampunanNya (1 John 1:9). Disamping kekurangan kita sebagai orangtua, anak kita harus bertanggung jawab pada Tuhan atas tindakannya. Dia tidak bisa menyalahkan orangtua atas keputusannya sendiri. Jika dia memutuskan jalan dosa, dia melakukan itu atas keinginannya dan dia harus hidup dalam akibat pilihannya. “Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah” (Rom. 14:12, TLB).

Hal ketiga yang harus diperhatikan adalah saat sang anak bertobat, ayahnya menerima dia dengan pengampunan sejati. Tidak ada keinginan untuk mempermalukan dia atau meremehkannya, hanya ekspresi kasih dan perhatian akan keberadaannya. Saat anak kita yang tersesat menunjukan pertobatan, kita perlu menyambut dia. Dan dengan pengampunan sejati, kita tidak ingin membuat dia menderita rasa malu dan sakit kepala dengan pertanyaan kita seperti “bagaimana kamu bisa melakukan ini pada orangtuamu setelah semua yang kami lakukan?” Kita tidak bisa memperbaiki dosanya, tapi kita harus menunjukan kalau dia lebih penting dari perasaan atau reputasi kita. Pengampunan kasih lebih dari yang ditawarkan dunia dan bisa digunakan Tuhan untuk membawa orang yang melihat hal ini menjadi percaya. Jika itu harus terjadi, maka hari-hari atau tahun-tahun penderitaan itu, akan memuncak dalam sukacita berlipat dua –sukacita karena anak anda sudah dipulihkan pada kita dan sukacita ada anak baru dalam keluarga Tuhan.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

11. Topi Ayah yang Banyak

Saat itu 30 menit lebih lama dari biasanya ketika Harry Hasselmore kembali dari kerja. Kontrak yang bosnya inginkan disaat terakhir membuat dia terlambat pulang kerumah dan dalam perjalanan terperangkap dalam kemacetan. Panasnya tak tertahankan dan kepalanya mau pecah. Makan malam yang baik dan malam yang tenang untuk menenangkan diri –itulah yang dia inginkan.

“Apa yang dilakukan sepeda dan mobil itu dijalan?” dia marah-marah pada diri sendiri. “saya sudah mengatakan berkali-kali pada anak-anak untuk meletakannya ditempat yang seharusnya.” Harry melihat anak-anak dihalaman tetangga dan berteriak, “cepat kesini dan ambil barang-barang ini. Kalian semakin hari semakin tidak bertanggung jawab.” Itu tidak penting apakah temannya ada disana dan mendengar kata-kata memalukan ini. Saat mereka menyebrang, Harry melihat robekan dalam jeans Ralph, “lihat apa yang kamu perbuat!” teriaknya. “Kalian harus pikir bagaimana saya dapat uang.”

Isi makan malam tidak menolong hal ini, dan dia tetap menggerutu selama makan. Dia tidak pernah berpikir kalau Helen sudah menggunakan kreativitas dan waktu untuk membuat makan malam menjadi menarik dan juga menghemat uang. Dan anak-anak –tingkah mereka selalu begitu tapi malam ini khususnya sangat mengganggu. Harry dalam hal ini berkata: “Jangan makan terlalu cepat. Jangan bicara dengan mulut penuh. Hentikan bunyi mulut itu. Apakah kamu harus meletakan tubuhmu dimeja? Hentikan perselisihan saat makan! Tidak bisakah ada ketenangan buat saya?”

Dia baru duduk dikursi malasnya dengan surat kabar ketika Joenie berkata, “Ayah, maukah membetulkan rumah bonekaku?” “Tidak malam ini,” bentaknya. “selain itu, jika kamu lebih hati-hati mereka tidak akan rusak.” Dia tidak memperhatikan sakit hati diwajah anaknya saat dia berjalan pelan kekamarnya.

Kemudian Ralph datang. “Hei, Pa, ingin main lempar bola dengan bola baruku?” “kapan kamu mau belajar kalau saya punya hal yang lebih penting daripada main, main, main?” Ketus Harry. Saat itu sudah lama Ralph tidak minta ayahnya melakukan sesuatu bersamanya. Mungkin butuh waktu lebih lama lagi sebelum dia ingin meminta ayahnya lagi.

“Harry, saya ingin bicara tentang anak-anak.” Helen sudah selesai dengan cucian dan ingin sekali nasihatnya tentang kenakalan tetangga. “tolong Helen, bisakah kasih waktu sebentar? Apapun itu saya percaya kamu bisa menyelesaikannya. Sekarang tinggalkan saya sendiri.” Walau hari itu lebih buruk dari biasanya, prilaku Harry tidak berubah. Dia menjadi makin terganggu dan tidak sabar, dan walau tidak menyadari itu, dia secara sistematis menghancurkan keluarganya. Istrinya semakin kecil hati dan tertekan, dan anak-anaknya menjadi lebih bermasalah.

Alkitab menunjukan bahwa Harry yang memegang kunci untuk mengkoreksi situasi tragis ini. Anda lihat, Tuhan tidak hanya memberikan teladan sempurna tentang ayah untuk diikuti, dia juga menunjuk beberapa hal tentang tanggung jawab ayah dirumah. Tapi sampai Harry membuka pikirannya terhadap kebenaran ini dan menyatakan keinginannya untuk taat, hanya ada sedikit harapan untuk peningkatan. Peran ayah tidak mudah. Itu penting dan banyak sisi. Kita harus mengerti topi-topi ayah yang beragam dan belajar bagaimana memakainya.

Pertama, dia adalah pemimpin. Tidak ada pernyataan yang lebih jelas daripada dalam kualifikasi penatua dalam gereja. “seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?” (1 Tim. 3:4, 5, NIV). Perkataan itu secara literal “berdiri didepan” dan “bertanggung jawab.” Tuhan menempatkan ayah dalam keluarga untuk memimpin. Otoritas Tuhan dalam keluarga berpusat pada ayah.

Dalam banyak kasus, ayah berpikir dia merupakan pemimpin keluarga, dan ibu juga membiarkan dia percaya itu. Tapi kenyataannya Ibu yang mengatur hampir seluruhnya. Ayah kebanyak tidak tahu apa yang terjadi. Lebih menyedihkan lagi, dia mungkin tidak peduli. Dia menyukai pengaturan seperti itu karena itu meringankan tanggung jawabnya. Ibu yang memutuskan apa yang bisa dilakukan anak dan yang tidak. Ibu yang memeriksa pekerjaan sekolah mereka, bicara dengan guru mereka, dan menandatangai laporan nilai. Ibu yang menolong mereka mengatasi masalah, mengajar mereka apa yang perlu mereka ketahui, dan membawa mereka ketempat yang perlu mereka tahu. Ayah tidak lebih dari penonton luar yang berteriak kepada mereka sesekali agar kehadirannya bisa dirasakan. Dan hasilnya adalah bencana.

Penyelidikan menunjukan bahwa ada hubungan lansung antara figure ayah yang lemah dan masalah anak seperti karakter, prilaku, dan pencapaian. Mereka yang bekerja dengan remaja menemukan kurangnya image ayah dalam rumah. Mereka mengindikasikan bahwa kebanyakan pria yang gagal dalam pekerjaan datang dari keluarga yang figure ayahnya kurang memuaskan. Waktu ayah memberikan kedudukan otoritasnya dalam rumah, ibu umumnya melakukan peran yang tidak pernah ingin didapatnya. Kombinasi ayah yang tidak tertarik dan ibu yang tertindih bisa membuat anak lari dari rumah, masuk kedalam pernikahan yang tidak bijak lebih cepat, atau menderita kesulitan emosi dan kurangnya kepribadian.

Ayah harus memimpin. Tapi apa yang harus dilakukan dalam mengatur keluarga dengan tepat? Pertama harus memimpin dalam menyediakan kebutuhan fisik seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan. Paulus menggunakan kata ganti pria untuk menunjuk hal ini saat dia berkata, “Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman” (1 Tim. 5:8, NIV). Ibu bisa bekerja, tapi tanggung jawab utama untuk memenuhi kebutuhan ada pada ayah. Ayah yang malas dan tidak menerima tanggung jawab ini perlu memperhatikan hukuman yang berat.

Ini barulah permulaan. Dia juga harus memimpin dalam mendidik anak –melihat peristiwa dimasanya dalam terang Firman dan mengajarkan mereka bagaimana hidup selaras dengan Firman Tuhan. Pemazmur menunjukan itu.” Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka. . . .” (Psalm 78:5, TLB). Rasul Paulus menyebutkan. “Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya” (1 Thess. 2:11-12, NIV).

Ayah harus memimpin penyelidikan Alkitab dan ibadah keluarga, mendorong keluarga terlibat dalam pelayanan gereja, dan dalam menegakan kesaksian keluarga dalam lingkungan. Terlalu sering ayah tidak hanya mengabaikan hal rohani dan ibu yang memimpin, meninggalkan anak-anak untuk berpikir bahwa gereja adalah dunia wanita dan memberitakan injil adalah dunia wanita. Saat ayah menjadi sumber kekuatan rohani dalam rumah, anak mulai serius tentang kehidupan Kristen.

Akhirnya, keluarga yang diatur dengan tepat berarti pengawasan terhadap semuanya. Itu tidak berarti ayah seorang diktaktor, menjalankan semuanya dengan tangan besi, membuat setiap keputusan dan melakukan hampir semuanya. Sebagai pengatur dalam Tuhan, dia dalam doa mempertimbangkan perasaan yang lain dan keputusannya untuk kebaikan mereka bukan dirinya. Dia mengenali kemampuan istrinya dan mendorongnya untuk mengembangkan dan menggunakan itu sampai penuh. Tapi istri harus yakin kalau suami sadar apa yang terjadi, dan suami menyetujuinya. Dan untuk meyakinkan kalau suami yang mengatur, bahwa dialah yang paling bertanggung jawab untuk kelangsungan kegiatan keluarga, dan dia dengan setia menjalankan tanggung jawab itu, sehingga membawa keamanan pada istri dan anak.

Tidak hanya ayah yang menjadi pemimpin. Dia juga harus menjadi pengasih. Dia harus mengasihi istrinya dengan kasih yang tidak egois, mengampuni, suatu kasih yang seperti Kristus. Seseorang mengusulkan kalau hal terbaik yang bisa ayah lakukan untuk anaknya adalah menyatakan kasih Kristus kepada ibu mereka. Pemikiran ini Alkitabiah. Paulus menasihati suami untuk mengasihi istri seperti Kristus mengasihi gereja (Eph. 5:25). Saat Tuhan membangun institusi perkawinan dia berkata, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Gen. 2:24, KJV). Anak akan datang, tapi suami dan istri selalu menikmati kedekatan khusus diantara mereka.

Secara sederhana, ayah, setelah Tuhan sendiri, istri merupakan hal utama dalam hidupmu, sebelum bosmu, sebelum temanmu, sebelum pelayanan, bahkan sebelum anakmu. Dan anak bisa mendapat keuntungan dari prinsip ini. Kasih anda pada ibu mereka, dengan nyata, akan memberikan mereka kepuasan dan keamanan yang tidak bisa disediakan dunia. Mereka bisa mengeluh dan menutup mata mereka saat anda memeluk istri anda dan berkata, “Yah, begitu lagi.” Tapi didalam hati mereka ada kepuasan. Mama dan papa saling mengasihi.

Sebagian suami dan istri hidup hanya untuk anak mereka dan mereka tidak pernah benar-benar mengenal satu sama lain. Satu hari, anak-anak bertumbuh dan pergi dan meninggalkan ayah dan ibu saling memandang seperti orang asing tanpa ada yang bisa dikatakan, bergumul ditengah pernikahan anak mereka. Sementara itu, anak-anak menjadi terlalu tergantung pada orangtua mereka. Masalah penyesuaian diri dalam pernikahan sangat besar, dan tekanan dari keluarga semakin menyulitkan mereka. Psikolog menyatakan bahwa orangtua yang menikmati hubungan penuh kasih memiliki prospek terbaik sebagai sumber bagi anak mereka dalam membangun pernikahan mereka sendiri yang berhasil.

Jadi ayah, ajaklah istrimu pergi makan malam keluar secara teratur. Bawakan dia sesuatu yang berkata, “Aku cinta kamu.” Luangkan waktu bicara tentang hal yang memberatkan dia. Peka terhadap kebutuhannya dan hidup untuk memenuhi kebutuhan itu. Tolong dia dalam pekerjaan sehari-hari. Jika dia mendapat hari yang berat, dengan gembira ambil alih dan mendorongnya untuk keluar sebentar. Jangan menyudutkannya didepan anak-anaknya. Tunjukan kasih sayang padanya didepan anak-anak. Bagaimana lagi anak-anak bisa belajar bagaimana mengasihi?

Pertanyaan yang paling sering saya dapatkan, saat saya bertanya bagaimana mereka tahu orangtua gagal terhadap mereka karena orangtua kurang saling mengasihi. Seorang gadis menulis, “Tidak ada kasih sayang yang ditunjukan dalam keluarga kami, ayah saya terhadap ibu atau mereka terhadap saya. Saya tahu tidak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya, tapi saya bukan orang yang hangat dan pengertian.” Sebagian tidak pernah melihat pernyataan kasih diantara orangtua mereka dan menderita karena itu.

Salah satu hal terbaik yang bisa anda lakukan pada istri anda adalah memarkir anak anda disuatu tempat dan pergi bersama beberapa hari –hanya berdua. Tanggung jawab yang terus menerus dilakukan cenderung mengeringkan kita secara fisik dan emosi. Tuhan bisa memberikan kita kasih karunia untuk mengatasi tekanan hidup, tapi dia ingin kita menggunakan akal dan keluar dari itu secara periodic. Yesus mengetahui kebutuhan itu. “Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka: Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika! Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun mereka tidak sempat.” (Mark 6:30, 31, NIV). Kadang lebih mudah menilai situasi dan melihat cara mengembangkannya saat anda berdiri jauh dari situ untuk sementara. Dengan menjauh akan menolong anda memperbaharui rohani anda, menyingkirkan ketegangan keluarga, dan memberikan waktu untuk saling mengerti dan kesempatan menjelaskan tujuan untuk anak-anak. Itu akan mendekatkan anda berdua dan anak-anak. Dan tidak ada salahnya melihat kedepan saat anak anda sudah pergi dan tinggal anda berdua.

Peran utama ketiga seorang ayah adalah disiplin. Raja Salomo menyatakan ayah yang mengkoreksi anaknya (Prov. 3:12). Paulus mengingatkan para ayah yang ingin jadi penatua agar anak taat dengan hormat yang tepat (1 Tim. 3:4). Lebih jauh, dia menasihati ayah dalam lingkup lebih luas: “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan ” (Eph. 6:4, NASB).

Kenapa Paulus menasihati para ayah? Seperti yang sudah kita ketahui, nasihat itu diberikan karena mereka cepat marah dan kasar pada anak. Aturan dari ayah yang kasar dan berdasar rasa takut menghasilkan pribadi yang sama dan melakukan masalah yang tidak terbayang oleh ayah. Itu menghasilkan pemberontakan yang kemudian keluar pada masyarakat, atau rasa tidak berharga dan tertolak. Kita perlu memperhatikan nasihat Paulus pada jemaat Kolose: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya” (Col. 3:21, NASB). Disiplin yang baik dimulai dari disiplin diri sendiri, bukan dengan mulut atau otot.

Tapi hal positif dari perintah langsung pada para ayah: “tapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Kita dibawa kepada kesimpulan kalau ayah merupakan penanggung jawab utama diseluruh proses mendidik anak. Dia bertanggung jawab bahkan terhadap apa yang ibu katakan dan lakukan pada anak. Dia bertanggung jawab pada Tuhan untuk setiap hal yang terjadi dalam rumah. Sebagai figure Tuhan, dia harus tahu apa yang terjadi dan mengaturnya.

Ini secara praktek memiliki percabangan. Disatu hal, ayah harus mengatur disiplin saat dia dirumah. Dikebanyakan kasus, ibu memiliki pekerjaan mendidik anak sepanjang hari. Saat ayah pulang, istri tahu shiftnya selesai. Ayah akan melindungi istri dari tekanan dan masalah yang digumulinya sepanjang hari. Lebih jauh, karena istri mewakili otoritas suami selama dia diluar, maka suami harus mendukung istri didepan anak. Dan karena dia hampir sepanjang waktu diluar, dia harus memberi waktu bicara dengan istri tentang apa yang terjadi, menawarkan nasihat dan pertolongan. Itu belum berakhir.

Peran keempat adalah menemani. Itu tidak selalu berarti teman dekat. Sebagian ayah membodohi diri dengan mencoba melakukan semua yang dilakukan anak karena ingin berteman, sering itu memalukan bagi sang anak. Maksud saya adalah menemani dengan setia, dapat dipercaya dan bersahabat. Siapa yang menolak kalau ayah sering terpisah dari anak dalam lingkungan kita. Menarik diperhatikan kalau pernyataan terakhir Tuhan di masa PL tentang kedatangan Mesias, “Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya . . .” (Mal. 4:6, KJV).

Walau bagian ini masih menunggu pemenuhan akhir, itu menggambarkan kasih karunia Tuhan sampai sekarang memulihkan hubungan antara ayah dan anak. Tuhan ingin mereka satu hati, satu pikiran satu jiwa. Itu membutuhkan waktu bersama, dengan komunikasi dan persekutuan yang dekat. Baik anak perempuan dan laki-laki memerlukan waktu berdua dengan ayah. Itu mungkin dalam bentuk makan malam bersama, piknik, mendaki, memancing, main tennis, atau pengalaman lainnya yang bisa menyediakan kesempatan bicara dan saling mengenal. Ibu bisa menolong dengan tidak terlalu menuntut materi sehinga sang ayah terus bekerja untuk memenuhinya, dan akibatnya tidak bisa menemui anak. Tapi dengan adanya waktu dan ibu yang simpati, hanya masalah bagaimana kita mendisiplin diri untuk melakukannya. Suatu keadaan yang baik untuk komunikasi dan kebersamaan dengan anak disaat tidur. Bapak perlu meletakan suratkabar atau menutup TV dan menidurkan anak secara teratur. Dia tidak bisa kehilangan kesempatan, mendapat percakapan yang bernilai, permainan bersama dan masukan rohani yang ada dalam momen-momen sebelum mereka tidur.

Anak laki-laki secara khusus butuh kenal ayahnya. Ayah mewakili manusia apa dia nantinya –suami seperti apa nantinya terhadap istri, ayah yang seperti apa terhadap anaknya, penyedia kebutuhan seperti apa terhadap keluarganya, pemimpin seperti apa nantinya terhadap gereja, dan kesaksian seperti apa nantinya dia dalam dunia. Dia perlu teladan untuk diikuti, model identifikasi diri, ayah yang bisa dibanggakan. Anak cenderung mengikuti pola yang sudah dibuat ayah dalam perkawinan. Itu menakutkan bukan? Berikan anak anda teladan yang baik. Kadang saat image ayah lemah, anak laki-laki bergantung pada ibunya terlalu lama. Saat dia besar, dia akan mencari istri yang bisa menjadi ibu baginya, dan pernikahan generasi berikutnya adalah bencana. Para ayah, berikan waktu untuk anak laki-lakimu.

Kita semua tahu kalau kematian dan perceraian merampok banyak anak laki-laki dari ayahnya. Apa yang harus kita lakukan? Diseluruh Alkitab Tuhan mendorong suatu perhatian unik terhadap “kurangnya sikap kebapakan” Penekanan itu menekankan betapa penting image ayah. Penyelidikan menunjukan ayah pengganti dalam hubungan bisa membantu memenuhi kebutuhan emosi anak laki-laki. Pria Kristen bukalah hatimu bagi anak laki-laki yang kekurangan hal ini.

Anak perempuan juga butuh kenal ayahnya. Seorang anak perempuan belajar dari ayah tentang seperti apa pria itu. Ayah mewakili suami seperti apa yang akan bersamanya nanti, bapak dari anaknya yang seperti apa, figure otoritas seperti apa yang harus dia tunduk. Telah diselidiki kalau anak perempuan secara tidak sadar mencari suami seperti ayahnya. Jadi menjadi suami seperti apa yang kemudian akan anakmu kawini. Kemudian bangun hubungan yang hangat dengan dia. Itu akan menolongnya menyesuaikan diri dengan baik dengan suami yang Tuhan berikan padanya. Jika anda mengabaikan ini, kebenciannya akan ditransfer kepria lain, bahkan kesuaminya. Dan beratnya kegagalanmu adan membebanimu ditahun-tahun akan datang.

Tidakkah ini terlalu berat untuk seorang manusia? Ya, pasti. Itu menuntut waktunya tanpa belas kasihan. Kekeringan emosi tiada akhir. Tapi peran terakhir yang diberikan Tuhan akan menyediakan dia kekuatan mengatasi semua yang Tuhan ingin dia lakukan. Dia harus menjadi pria bertuhan.

Otoritas ayah untuk mengatur keluarganya datang dari Tuhan. Tapi dia tidak bisa menjalankan otoritas itu dengan tepat kecuali menyerahkan diri kepada otoritas Tuhan. Paulus menjelaskan kepada jemaat Korintus, seperti pria menjadi kepala atas wanita, demikian Kristus kepala atas pria (1 Cor. 11:3). Sebagian pria tidak tepat mengatur keluarganya karena mereka tidak tunduk pada Firman dan kehendak Yesus Kristus. Mereka tidak bisa menjalankan keinginan Tuhan melalui kuasaNya karena dibatasi dosa.

Yesus mengajar kita rahasia hidup dalam hubungan denganNya seperti carang anggur. Kemudian dia berkata, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya” (John 15:7, NIV). Formula kesuksesan sebagai ayah adalah memenuhi pikiran kita dengan Firman, memberi waktu dihadapanNya mencari kehendak dan kuasa untuk mentaatiNya. Saat kita bertumbuh dalam keserupaan denganNya kita harus memenuhi peran kita dengan hikmat. “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh” (John 15:11, NIV).

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

12. Keagungan Seorang Ibu

Keagungan? Ibu sulit merasakan keagungannya saat dia berada disamping cucian yang harus dibersihkan, kurang tidur karena pertikaian hari itu. Sebelum dia bisa mengistirahatkan kakinya yang lelah, dia masih menghadapi piring kotor, pakaian, 3 anak yang kotor yang harus dimandikan dan ditidurkan, dan rumah yang harus dibersihkan untuk perkumpulan ibu pagi nanti. Gelombang sakit hati, kasihan pada diri sendiri, kemudian rasa bersalah menyapu dirinya. Dia merasa sebagai tawanan daripada seorang ratu... dan sangat jauh dari model ibu dimasa Alkitab dimana suami dan anak berdiri dan memujinya sebagai terbesar diantara wanita (Prov. 31:28-29).

Keibuan jelas merupakan salah satu panggilan hidup yang paling kompleks dan sukar. Suatu pengumpulan pendapat diantara wanita menunjukan kesamaan pandangan bahwa membesarkan anak dengan tepat membutuhkan kepintaran dan dorongan seperti menjaga posisi puncak dalam bisnis atau pemerintahan. Dan tugas itu terutama jatuh dipundak ibu selama 6 tahun kehidupan anak. Bahkan setelah itu, hubungannya dengan anak tetap penting untuk berlanjut daripada ayah. Walau ayah pemimpin dalam rumah, ibu yang mengatur coraknya. Banyaknya waktu anak-anak bersamanya memberi dampak seumur hidup atas hidup mereka. Mereka menjadi seperti apa yang diinginkan ibunya. Dia menghadapi tantangan mulia untuk membentuk hidup anaknya dikekekalan. Keibuan merupakan salah satu kehormatan hidup tertinggi, dan salah satu tanggung jawab terberat.

Dimana seorang wanita mendapat pertolongan akan tugas besar itu? Pemazmur berkata: “Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi” (Psa. 121:2, NASB). Tuhan memiliki kasih karunia khusus bagi para ibu. Anda lihat, walau Tuhan adalah seorang bapa, dia memiliki hati seorang ibu. Dia bicara pada bangsa Israel, “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu” (Isa. 66:13, TLB). Tuhan menghibur anaknya seperti seorang ibu.

Pribadi ketiga dalam Tritunggal, Roh Kuduslah yang melakukan fungsi sebagai seorang ibu ini. Yesus menyebutnya Penghibur (John 14:26), dan mengirimNya kepada kita agar kita tidak menjadi yatim piatu (John 14:18, NIV, TLB, NASB). Dan bukankah menarik bahwa kelahiran baru kita kedalam keluarga Tuhan digambarakan sebagai “dilahirkan oleh Roh” (John 3:5, 6, 8, KJV)? Roh Tuhan yang melahirkan kita, yang membagikan hidup ilahinya dengan kita, yang menopang kita, menghibur, dan mengajar kita, terus berjaga dan ingin membantu setiap ibu orang Kristen dalam menjalankan tugas sucinya.

Melalui penyelidikan pelayanan Roh Kudus, seorang ibu mampu mendeteksi tanggung jawab utamanya. Roh datang dari Bapa dan Anak, dan melayani tidak atas dirinya saja tapi juga mereka. Yesus berkata, “...sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku.” (John 16:13-15, TLB).

Anda bisa lihat, Roh tunduk pada Bapa dan Anak, dan mewakili mereka dalam pelayananNya pada kita. Demikian juga, seorang ibu harus tunduk pada suami dan mewakili otoritasnya kepada anak. Kegagalan melakukan ini menjadi sebab utama kekacauan keluarga dan perpecahan. Saat seorang wanita menolak kehendak suami, itu melemahkan harga diri suami, mematahkan semangat suami untuk mengambil peran pemimpin dalam keluarga, dan menghancurkan aturan otoritas Tuhan yang harus ditetapkan dalam keluarga.

Lebih jauh, seorang istri dan ibu yang dominant membingungkan anak-anak. Tuhan Yesus membuat prinsip penting, yang tidak hanya diaplikasikan terhadap uang tapi juga pada keluarga. “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain” (Matt. 6:24, NIV). Jika ibu dan ayah memiliki otoritas yang sama, anak tidak tahu siapa yang harus mereka taati. Dia akan menggunakan salah satu untuk mendapatkan keinginannya, dan akhirnya kehilangan rasa hormat pada keduanya. Penyelidikan menunjukan bahwa anak bermasalah sering keluarganya didominasi oleh ibu. Tapi jika seorang anak tahu pasti kalau ayahnya yang jadi kepala keluarga, dan ibunya bicara mewakili ayah, dia akan lebih taat dan lebih punya rasa hormat pada orangtuanya.

Perintah Alkitab kepada istri untuk tunduk pada suaminya memiliki dampak lebih besar. Pengulangan penekanan itu dalam Firman menunjukan pentingnya Tuhan menekankan hal itu (Eph. 5:22, 24; Col. 3:18; Tit. 2:5; 1 Pet. 3:1, 5). Orangtua yang berhasil bergantung dari hubungan suami-istri. Dan hubungan suami-istri yang berhasil sangat tergantung pada rasa hormat istri pada suami dan dengan sukacita tunduk pada kehendaknya. Otoritasnya atas anak datang dari suami. Jika istri didalam dan diluar berontak pada otoritas suami, anaknya akan merasakan itu dan mengembangkan pemberontakan yang sama terhadap dia.

Ibu, bangunlah hargailah dan hormatilah suamimu. Disamping hubunganmu dengan Tuhan Yesus, suamimu adalah yang utama dalam hidup. Jika dia salah, jangan merengek, mendesak, atau memarahi. Itu hanya menjauhkan dia dari anda. Jika hal diantara anda ada yang salah, jangan menyibukan diri anda dengan anak sebagai kompensasi ketidakamanan dan kurangnya kasih yang anda rasa dari suamimu. Itu hanya menghancurkan pribadi anak dan lebih jauh menghancurkan hubungan anda dengan suami. Lihat hal yang baik dan ulangi itu dalam pikiranmu. Anda akan menemukan rasa hormat anda lebih meningkat. Dan saat dia merasakan hal itu, dia akan mengusahakan agar itu lebih berkembang lagi. Anda akan bisa menambahkan lebih banyak hal baik untuk dihormati. Pernikahan anda akan meningkat, dan kebebasan anda menjadi ibu yang baik akan berjalan bersama itu. Sebagian istri mengeluh pada saya kalau mereka tidak bisa melihat ada hal baik dalam diri suami mereka. Tapi pasti dulu ada hal yang menarik sampai anda mau bersama dia. Pikirkan kembali hari-hari yang lalu, dan perbesar hal itu..

Tanggung jawab kedua seorang ibu adalah seperti Roh Kudus yang diberikan padanya oleh Kristu –sebagai penghibur (John 14:16, 26; 15:26; 16:7). Kata itu secara litarel “seorang yang ada disamping.” Itu menunjukan kemampuan menolong, menguatkan, dan menghibur. Demikian juga, seorang ibu harus dekat dengan anak, menyediakan bantuan, penghiburan dan ketenangan.

Rasul Paulus berkata tentang fungsi ini. Menggambarkan pelayanannya kepada jemaat Tesalonika, “. . . Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi” (1 Thess. 2:7-8, NIV). “Merawat” secara literal “menjaga tetap hangat.” Itu meliputi membuat gembira dan nyaman. Seorang ibu akan mendekatkan diri pada anak dengan sendirinya, melindunginya dari bahaya, menenangkan rasa sakit dan mengurangi sakitnya.

Walau itu alami, sering ditumpulkan oleh tekanan hidup, melalui roh egois, melalui kurangnya rasa aman, melalui kekasaran, kekhawatiran, atau konflik yang belum terselesaikan dengan yang lain. Ibu mungkin membuat dirinya sangat mengganggu dan tajam terhadap anak, menciptakan suasana tidak enak dan perselisihan. Anda bisa lihat, dialah sebenarnya yang membangun suasana rumah. Bapak mungkin kepala, tapi seperti yang dikatakan banyak orang, ibulah hatinya. Suasana hati ibu sering menjadi situasi seluruh rumah, dan bahkan anak terkecil bisa mengerti dampaknya. Pikiran anak kecil seperti video rekaman, dengan seksama merekam setiap kata, sampai kenada suara dan ekspresi wajah. Dan semua itu berdampak pada dirinya kemudian. Sebagian psikolog berkata bahwa pola emosi ditentukan saat dia berumur 2 tahun. Itu seharusnya menjadi kesadaran bagi ibu, dan tantangan untuk menilai prilaku dan tempramen mereka. Kesempatan untuk lebih baik akan mendatangkan efek yang menguntungkan kapanpun itu.

Mrs. Pickit terobsesi ingin memiliki rumah yang bersih sempurna. Pembicaraannya tidak jauh dari “pungut itu, rapikan itu, lakukan lebih baik.” Kerewelan menjadi biasa, merupakan cara hidupnya. Dia mungkin akhirnya mendorong anaknya menjadi sangat berlawanan dengan dia, atau menjadikan mereka sama rewelnya dengan dia.

Mrs. Skelter seorang yang tidak rapi yang selalu terlambat. Dia membuat rumahnya selalu dalam keadaan bergolak, teriakan agar semuanya cepat. Seorang anak yang hidup dalam tekanan seperti itu akan menjadi tegang dan bermasalah. Dia melakukan tugas sekolahnya dengan buruk dan sulit bergaul dengan anak lain.

Mrs. Wartner seorang yang terlalu khawatir. Dia khawatir, cemas, merengek, dan membesarkan semua masalah kecil. Dan setiap kekhawatiran itu masuk kedalam kesadaran anak disampingnya, membangun roh kekhawatiran yang memperbudaknya seumur hidup, tapi bisa keluar hanya dengan mujisat anugrah Tuhan.

Mrs. Grumpman seorang yang tidak bahagia dan tidak puas. Dia mengeluh tentang hidupnya. Dia mengeluh tentang bagaimana orang memperlakukannya. Dia mengeluh tentang semua ketidaknyamanan yang dia alami. Dan kuping kecil disampingnya mengirim signal keotak anak membuat ketidakpuasan menjadi pola kebiasaan hidupnya juga.

Seorang anak membutuhkan seseorang didekatnya yang mengasihi dia lebih dari keadaan rumah, yang hatinya ada sukacita Yesus Kristus, yang menunjukan ketenangan dari dalam selama keadaan sehari-hari yang mencobai, seorang yang sabar dan baik, yang mendorong dan menghibur. Ibu, Roh Tuhan bisa membuat anda seperti pribadi diatas. Datanglah kehadapanNya pada hari itu dan minta hikmat dan kekuatan.

Kemudian berikan waktu dengan anak anda. Bacakan itu pada mereka. Ajarkan Firman itu pada mereka. Berjalan-jalannya dengan mereka, tunjukan hal yang menarik sepanjang jalan. Bermainlah dengan mereka. Ciptakan hal menantang bagi mereka. Perlihatkan ketertarikan akan proyek mereka. Bersedialah saat mereka membutuhkan anda. Dan seperti Roh Tuhan, simpatik dan berbelas kasihan. Anak anda suatu hari akan berdiri dan memuji anda untuk itu.

Ibu yang Bekerja

Pemikiran tentang ibu yang dekat dengan anak menimbulkan pertanyaan apakah dia bisa bekerja selain dirumah. Itu sangat sulit dibuktikan dari Alkitab apakah seorang ibu salah kalau bekerja. Teladan ibu dalam Proverbs 31 memperbolehkannya. “Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya. . . . Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya. Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. Ia tahu bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam. . . . Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang” (Prov. 31:13, 16-18, 24, TLB). Wanita memang berkontribusi terhadap pendapatan keluarga dimasa Alkitab.

Telah jelas dari Alkitab, kalau suami tanggung jawab utamanya menyediakan kebutuhan fisik keluarga. Sebelum seorang istri pergi kerja, saya mengusulkan agar dia dan suaminya duduk bersama dan menjawab beberapa pertanyaan penting. Pertama, kenapa mereka ingin dia bekerja? Jika itu karena dia bosan dengan perannya sebagai seorang ibu, bekerja mungkin bukan jawaban. Dia perlu memikirkan prilaku dan menghadapi tantangan sebagai seorang ibu. Unutk melakukan tugas dari Tuhan, terutama anak kecil, membutuhkan seluruh kepintaran, keahlian dan menghabiskan seluruh waktu yang bisa diberikannya. Jika motivasinya untuk membeli lebih banyak baju atau membeli barang yang mewah bagi keluarga, mungkin baik dia dan suami perlu menyesuaikan kembali prioritas mereka agar selaras dengan Firman Tuhan. Jika sebaliknya itu dilakukan untuk keperluan hidup, berdampak pada pendidikan anak, atau menyediakan sesuatu yang sangat diperlukan, Alkitab tidak menghalanginya.

Tapi ada pertanyaan kedua: apakah dia bisa memenuhi tugasnya sebagai pengurus rumah dengan bahagia? Rasul Paulus menasihat wanita untuk “membimbing rumah” (1 Tim. 5:14, KJV), satu kata dari teks asli berarti “mengatur rumah, menjaga rumah.” Dia juga menyuruh mereka untuk menjadi “penjaga rumah” (Titus 2:5, KJV), kata yang mirip secara literal “bekerja dirumah”. Dengan kata lain, Tuhan memaksudkan istri dan ibu untuk dirumah. Dia memiliki tanggung jawab menjaga keadaan rumah. Menjaga rumah bisa menjadi pekerjaan yang membuat frustrasi bagi istri yang bekerja, merugikan seluruh keluarga. Seorang suami yang mengasihinya dan peka terhadap kebutuhannya akan menolongnya dirumah, tapi menawarkan bantuan jauh berbeda dari menyerahkan tugasnya seperti yang terjadi saat wanita bekerja. Ini berlawanan dengan peran yang sudah ditetapkan Tuhan bagi suami dan istri. Kalau istri perlu bekerja, ayah harus memobilisasi seluruh keluarga untuk membantu. Anak bisa belajara tentang kerja tim dan tanggung jawab didalamnya.

Pertanyaan ketiga: apa keuntungannya? Jangan lupa menghitung semua hal: pajak Negara, pajak pendapatan, persembahan, penjaga bayi jika diperlukan, baju tambahan, transportasi, dll. Sebagian pasangan menemukan kalau mereka lebih banyak kehilangan uang kalau ibu bekerja.

Pertanyaan keempat yang paling penting. Apa dampaknya bagi anak? Bagi sebagian anak, pulang kerumah yang kosong mendorong kemandirian dan kedewasaan. Bagi yang lain, menghasilkan ketidakamanan dan cobaan untuk terlibat masalah. Penjaga bayi mungkin menolong, tapi tidak ada penjaga bayi yang memberi kasih seperti ibunya sendiri. Jika anak semua sekolah, kerja paruh waktu mungkin jawabannya.

Inilah hal yang harus disepakati suami dan istri. Jika istri bekerja tanpa persetujuan suami, masalahnya makin serius. Bersama cari petunjuk Tuhan dengan keinginan untuk melakukan kehendakNya, dan Dia pasti membimbing (Prov. 3:5-6).

Orangtua Tunggal

Perceraian merupakan salah satu tragedy dimasa kini, tapi itu terjadi dan mengabaikannya tidak menghilangkan itu. Disebagian besar kasus, anak terlibat, menghasilkan pasukan orangtua tunggal. Didalamnya janda, dan ibu tanpa kawin dan hal ini terus bertambah. Kebanyakan orangtua tunggal adalah wanita, dan kita akan sedikit membahasnya disini. Pembahasan ini juga bisa kepada ayah tunggal..

Baru-baru ini saya mendapat kesempatan bertanya pada kelompok orangtua tunggal Kristen tentang masalah mereka sebagai orangtua. Sebagian besar bercerai. Saat saya bertanya nasihat yang dibutuhkan seorang yang menjadi orangtua tunggal, seorang wanita menulis, “jika mungkin, jangan jadi seperti kami.” Itulah nasihat terbaik. Tuhan punya solusi bagi setiap masalah perkawinan. Jika ada harapan berdamai, usahakan itu apakah kemudian akhirnya cerai atau tidak. Melalui nasihat dalam Tuhan dan keinginan untuk mengusahakan perkawinan ada harapan berhasil.

Bagi janda, nasihat diatas percuma. Dan yang sudah bercerai, itu sudah terlambat. Kemudian apa masalah orangtua tunggal? Salah satunya adalah kesepian. “Jam 8 atau 9, ketika anak anda sudah tidur, anda sendirian. Tidak ada tempat berbagi beban dan kebahagiaan. Anda punya tanggung jawab membesarkan anak. Tapi anak tidak memenuhi kebutuhan tingkatan komunikasi anda. Sering kesepian menjadi mengasihani diri.”

Apa jawaban bagi kesepian ini? Seseorang menulis, “bergabung dengan kelompok orangtua tunggal yang tertarik akan pemeliharaan anak disamping kebutuhan social, terutama kelompok yang Kristen.” Keluar bersama keluarga dengan kelompok seperti itu akan menunjukan anak anda orangtua lawan jenis dan menolong memenuhi kekosongan itu. Bagi anda penting untuk mendapat persekutuan dengan orang dewasa lain. Hubungan dengan orang dewasa yang mengalami hal yang sama akan memenuhi kebutuhan hidup anda dan menolong anda berhubungan dengan anak anda lebih baik, Tapi obat kesepian paling baik adalah membangun hubungan dengan Tuhan. Dia berjanji tidak akan meninggalkan atau melupakan anda (Heb. 13:5).

Masalah kedua adalah waktu, tenaga, dan kesabaran dalam memenuhi kebutuhan anak. Seorang wanita menulis, “sering terasa tidak cukup waktu dalam sehari untuk jadi ibu. Sebagai contoh, setelah lelah dikantor, sekarang waktunya menjemput anak dari sekolah. Dia bermain sepanjang hari dan tidak tahu frustrasi saya. Dia sangat senang melihat ibunya. Dia ingin ibunya. Tapi ibunya terlalu lelah. Dan datang waktu makan malam, mencuci, dan bersih-bersih lainnya. Kemudian sudah waktu tidur. Kemana semua waktu itu? Orangtua tunggal harus melakukan 2 pekerjaan. Tapi anaknya butuh kasih sayang yang hanya bisa diberi orangtuanya. Apakah ada waktu?”

Orangtua tunggal menjawab pertanyaannya. Perhatikan! “anak anda butuh anda, orangtuanya, sekarang –bukan saat anda ada waktu, tapi sekarang. Maka itu, anda harus memberi waktu. Bagikan aktifitas anda dengan anak, ijinkan dia menolong. Tidak mudah, pasti, tapi penting.”

Masalah ketiga berkaitan dengan pasangan mereka yang lalu dan kepahitan yang ada diantara mereka. Selalu ada cobaan untuk menyalahkan pasangan anda dan membuatnya buruk dimata anak anda. Ayah tunggal menawarkan nasihat: “jangan kritik ex anda. Dorong anak untuk mengasihi dia. Dan lakukan sebisa anda agar anak jelas kalau dia tidak bertanggung jawab atas perceraian itu.” Seorang yang bercerai berkata kalau setiap malam dia berdoa dengan anaknya saat tidur, dia menyakinkan anaknya kalau Tuhan dan dia serta ayahnya mengasihinya. Walau ditengah bencana perceraian, sikecil menikmati hubungan yang sehat dengan ayahnya.

Hanya ada satu cara mengurangi sakit perceraian dan menyembuhkan sebagian luka. “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” (Eph. 4:31, 32, NIV).

Orangtua tunggal dan anaknya adalah orang yang membutuhkan. Merupakan kebaikan bagi setiap keluarga yang lengkap untuk menjangkau mereka. Sebagian anak korban perceraian tidak pernah merasakan hubungan perkawinan yang bahagia. Kita bisa mengundang mereka kerumah dan menunjukan kalau perkawinan bisa menjadi pengalaman luar biasa. Tuhan bisa menggunakan kita untuk menolong dia membangun keluarga yang berhasil ditahun-tahun mendatang.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: 

13. Belajar Terbang

Hari besar bagi burung adalah saat dia mulai belajar terbang. Ibunya merasakan kesiapannya saat dia menggeliat, menegakan kepala, dan mengembangkan sayapnya. Dia mungkin membujuknya dari sarang dengan memegang umpan sedikit jauh, atau dia mendorong dia untuk mau naik keudara dengan sentuhan pelan. Lalu, dia mengibaskan sayap untuk hidupnya pada penerbangan pertama karena dorongan ibunya, yang kemudian menjelajah dunia sekelilingnya.

Menyedihkan untuk dikatakan, para burung lebih peka dari orangtua manusia. Teman bersayap kita tahu tujuan membesarkan anak mereka untuk mempersiapkan mereka meninggalkan sarang, sementara banyak orangtua tidak sadar kalau suatu hari anak mereka harus meninggalkan rumah dan membuat keluarga sendiri. Mereka menginvestasikan sedikit waktu dan tenaga dalam mempersiapkan mereka untuk mandiri. Anak-anak dengan cepat menemukan diri mereka sudah menjadi pria dan wanita, menghadapi saat meninggalkan rumah, kurang diperlengkapi menangani pekerjaa, menangani keuangan, atau bisa sukses dalam perkawinan mereka. Ini merupakan keahlian yang harus dipelajari, dan cara terbaik mempelajarinya adalah dalam rumah.

Tuhan menangani masalah ini dalam kerangka keluarga. Dia menyediakan kita, anakNya, dengan sumber dan kemampuan yang kita butuhkan untuk berfungsi dengan berhasil dalam kehidupan Kristen (2 Pet. 1:3). Roh Kudus didalam kita memampukan kita dengan kemampuan yang harus dimiliki untuk melakukan tanggung jawab kita (1 Cor. 12:11). Kemudian dia mendidik kita dalam Firmannya agar kita mampu mempraktekan kemampuan itu secara menguntungkan untuk semua pekerjaan baik (2 Tim. 3:16-17). Kita perlu mendapat petunjuk dari Pembangun Rumah dan menolong anak kita mengembangkan kemampuan untuk bisa mampu menjalan kan berbagai peran mereka dalam hidup.

Satu cara yang sudah jelas dalam menguatkan sayap mereka untuk terbang adalah dengan membiarkan mereka membuat keputusan sendiri. Keputusan itu akan sepenting munkin sesuai tingkat pertumbuhan mereka. Pertamanya mereka mungkin hanya memilih pakaian yang akan mereka pakai dipagi hari. Tapi saat mereka berkembang lebih dewasa, mereka akan memutuskan hal seperti teman mereka, pendapatan dan mengatur keuangan mreka, membeli baju mereka, dan memutuskan aktifitas mana yang mau mereka geluti. Jika kita telah mengajar mereka dengan baik, kita bisa percaya kalau mereka akan memilih dengan bijak dan bertumbuh kearah kedewasaan melalui praktek.

Kita semua belajar untuk jadi baik dengan melakukannya, didalamnya terdapat kesalahan. Anak kita akan membuat pilihan mereka, dan kita tidak boleh terlalu khawatir. Bukankah tuhan mengijinkan kita melakukan keinginan kita dan belajar dari kesalahan ? Dia selalu bersedia memberikan arahan dan menolong kita melakukan apa yang benar, tapi dia tidak mempermudah atau memaksa kita untuk taat.

Kehidupan anak kita akan dipenuhi dengan pilihan dan keputusan yang harus mereka pertanggung jawabkan dan dimana mereka akan membayar akibatnya. Kita harus membiarkan mereka memulainya dari pilihan kecil dan bertumbuh, daripada langsung masuk kearuh hidup diumur 21 dengan tidak memiliki pengalaman pengambilan keputusan, dan lambat tapi pasti tenggelam. Kita memperbesar ruang kebebasan setiap tahun, dan akhirnya melepaskannya. Kebebasan penuh sering merupakan bagian terberat. Ketidakmauan orangtua untuk melepas anaknya menghancurkan pernikahan mereka yang kita saksikan.

Salah satu anak kami datang dengan pengertian mendalam saat dia siap menghabiskan malam pertama jauh dari rumah, dirumah temannya. Baru berumur 7 tahun, dia mendapat pengertian atas pengalaman barunya. Kami hampir bisa melihat roda berputar diatas kepalanya saat dia berkata: “Saya mengerti” katanya, “saat saya bayi kalian merawat aku. Kemudian setelah besar saya dirawat secara dewasa, kemudian masuk kebagian lain. Kemudian satu hari saya bisa menghabiskan satu hari diluar, sekarang satu malam, kemudian satu bulan. Dan kemudian saya bisa tinggal terpisah dari mama dan papa.” Dia mengerti hampir sejelas kami. Para orangtua, mulailah memperbesar ruang itu dan menyiapkan anak kita untuk dibebakan.

Sekarang, selain pertumbuhan kebebasan membuat keputusan, ada beberapa pengertian dan tanggung jawab, yang penting bagi hidup berhasil, yang harus diajar dalam rumah. Orang tua yang mendidik anak mereka dalam keempat area ini sedang membuat dasar masa depan yang bahagia. Setiap area membutuhkan lebih banyak pertimbangan dari yang bisa kita bahas disini, tapi setidaknya prinsip dasarnya ada.

Mempelajari Nilai dari Bekerja

Jika kita ingin anak kita bertumbuh dewasa, orang dewasa yang mandiri, kita perlu memberikan tanggung jawab pribadi pada mereka. Orang yang bahagia adalah mereka yang memiliki sesuatu untuk ditawarkan. Mereka tahu diri mereka; mereka menyesuaikan diri; mereka anggota unit yang bernilai. Tuhan menetapkan kemajuan melalui meyakinkan anaknya tentang pentingnya mereka dalam keluarga. Setiap anggota tubuh Kristus memiliki suatu fungsi yang harus dilakukan. Petrus berkata, “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. . . .” (1 Pet. 4:10, TLB). Kita akan berhasil jika mengikuti teladan ini.

Mereka yang duduk diam dan berpikir kalau dunia berhutang pada mereka umumnya sengsara, orang yang tidak bisa menyesuaikan diri yang membenci diri mereka dan tidak bisa bergaul dengan orang lain. Dan kebanyakan dari mereka tidak pernah belajar nilai dari bekerja saat mereka tumbuh. Salah seorang pelajar dengan jujur mengakui pada saya, “saya harap orangtua saya memberikan tanggung jawab lebih dan pekerjaan untuk dilakukan saat saya masih kecil. Sekarang saya berjuang untuk memperbaiki kebiasaan buruk, kemalasan dan kurangnya disiplin diri.” Jadi didiklah anak anda berkat keuntungan pekerjaan baik. Gunakan Alkitab. Tuhan punya banyak nasihat tentang hal ini (e.g. Gen. 2:15; 3:19; Prov. 6:6-11; 10:4-5; Eph. 4:28; 1 Thess. 4:11-12; 2 Thess. 3:10-12; 1 Tim. 5:8).

Kemudian letakan Firman kedalam tindakan dengan membiarkan anak anda berkontribusi dengan cara tidak langsung didalam rumah. Berikan mereka pekerjaan, kebebasan mereka untuk bertanggung jawab –tidak hanya untuk uang, tapi agar mereka bisa mempermudah pekerjaan dirumah. Bahkan anak kecil bisa membuat kamar mereka tetap rapi dan mengosongkan tempat sampah. Saat mereka lebih besar, mereka bisa merapikan tempat tidur, mengatur meja, membersihkan meja, menolong mencuci piring, menyapu ruangan dan garasi, mendorong pembersih lantai, membawa tempat sampah, menolong membersihkan halaman, membersihkan jendela, mencuci mobil, dan berbagai hal lain yang perlu diselesaikan. Anda bisa mendorong mereka untuk mencari pekerjaan lain diluar rumah, seperti mengantar surat kabar, memotong rumput, membeli sesuatu, atau menjaga bayi. Sebagian orang besar dalam sejarah Negara belajar disiplin kerja saat mereka muda.

Ada beberapa petunjuk yang perlu kita ikuti, saat mengajar anak kita bekerja.

1. Tunjukan mereka bagaimana melakukan pekerjaan yang anda minta. Kadang kita pikir anak kita sudah tahu hal yang tidak pernah kita ajarkan, dan saat kita memarahi mereka untuk melakukan itu. Beberapa menit petunjuk akan menghilangkan ketegangan itu. Dan walau anda memberi mereka petunjuk, buat mereka paham akan penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Salomo berkata: “apapun yang kamu lakukan, lakukan dengan baik . . .” (Eccl. 9:10, TLB). Waktu semua orang terbuang jika pekerjaan harus dilakukan kembali.

2. Ajar mereka untuk bekerja keras dengan sukacita. Inilah maksud Paulus ketika dia berkata, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Col. 3:23, NIV). Saat mereka pergi bekerja untuk orang lain maka waktu mereka bukan milik mereka sendiri. Itu milik employer. Jika mereka menggunakan setiap menit dengan baik dan menjalankannya dengan sukacita, mereka akan dicari dan dibayar dengan baik. Sejumlah bisnismen mengeluh pada saya, “saya tidak bisa menemukan orang yang ingin bekerja.” Orang muda yang belajar menyukai pekerjaan memiliki keuntungan dalam bursa kerja. Tapi yang lebih penting, Tuhan dimuliakan saat kita mengerjakannya dengan usaha terbaik dan kegembiaraan. Semua pekerjaan yang diperlukan bisa dilakukannya dan dilakuan walau bosnya tidak melihat.

3. Ajar mereka untuk berpikir saat mereka bekerja. Jika mereka cerdas melakukannya maka mereka akan jauh dari kesalahan yang mahal. Dengan pikiran, mereka bisa mencari cara yang lebih efisien dalam melakukan pekerjaan, atau melihat hal lain yang perlu dikerjakan sehingga mereka bisa memanfaatkan waktu kerja mereka dengan jujur dan produktif. Hal ini, dengan cermat dibangun dirumah, akan membawa perkembangan dalam dunia kerja.

4. Ajar mereka untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sebagian kehidupan orang dipenuhi dengan pekerjaan yang belum selesai, dan mimpi yang berantakan. Mereka pindah dari satu pekerjaan kepekerjaan lain, tidak menemukan kebahagiaan dalam pekerjaan mereka. Mereka kekurangan keinginan untuk mempertahankan pernikahan mereka dan lari keibu saat ada masalah. Mereka tidak pernah belajar menemukan kepuasan tetap pada satu pekerjaan sampai akhir. Orangtua mereka membiarkan mereka berhenti apapun yang terjadi dan mereka tetap berhenti. Jika anak anda mulai suatu proyek, walau itu suatu hal yang dipilih sendiri olehnya, dorong dia untuk menyelesaikannya.

Mempraktekan prinsip sederhana ini akan menyiapkan anak anda untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mungkin juga bisa ditambahkan satu kata peringatan. Jangan berharap kesempurnaan. Walau kita ingin pekerjaan dilakukan dengan baik, kita harus ingat anak kita tetap anak kecil. Kita bisa mengharapkan mereka melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan mereka, tapi menuntut lebih dari itu akan membuat mereka frustrasi dan mematahkan semangat. Hal yang sangat menekan anak adalah tidak bisa menyenangkan kita. Pujian terhadap pekerjaan yang baik penting walau tidak sempurna. Biar dia tahu anda menghargai usahanya.

Menghargai Nilai dari Uang

Lanjutan dari belajar nilai pekerjaan adalah bagaimana mengatur uang yang kita dapat. Mengusahakan uang tidaklah berdosa. Kenyataannya, kita tidak bisa hidup tanpa itu. Dan penggunaannya yang tepat akan penting bagi anak kita untuk memenuhi kebutuhan fisik mereka, menjaga harga diri mereka, dan membuat pernikahan mereka berhasil, kita berhutang memberikan mereka petunjuk dalam area ini.

Untuk belajar bagaimana mengatasinya, mereka harus memilikinya. Uang mereka bisa datang dari 2 sumber utama, pertama pinjaman. Jika orangtua bisa menyediakannya, mereka bisa memberikan anak sejumlah kecil uang setiap minggu atas dasar pengalaman belajar ini. Suatu pinjaman tidak dibayar dengan tugas. Tugas merupakan kontribusi mereka pada keluarga seperti ibu dan ayah. Kedua, mereka mendapat pinjaman melalui pekerjaan lain, baik dirumah maupun diluar. Jika seorang anak ingin mendapat uang tambahan dengan melakukan hal disekitar rumah diluar tugas mereka, biarkan. Jika anda ingin membayar orang lain, kenapa tidak diberikan dalam keluarga?

Sekarang setelah mereka mendapat uang, ajar mereka menggunakannya untuk kemuliaan Tuhan. Ada 3 prinsip umum yang bisa menolong.

1. Ajar mereka memberikan dengan murah hati untuk pekerjaan Tuhan. Mereka tidak boleh kehilangan berkat dari pelayan yang setia. Cobalah janji ini: “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu” (Luke 6:38a, NIV). Bukan apa yang kita beri untuk dapat balasan. Keegoisan itu menghancurkan sukacita. Kita memberi untuk memuliakan Tuhan. Tapi dia menghargai ketaatan kita sehingga dia memberikan kembali dengan berlimpah. “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Cor. 9:6, NIV). Jika kita percaya perkataan itu dari Tuhan, sepuluh persen yang sering kita dengar hanya bagian kecil dari pengalam bersamanya. Bahkan jika anak kecil kita hanya mendapat satu sen seminggu, ajar dia memberi bagian dengan murah hati, mengembalikannya pada Tuhan.

2. Ajar anak anda menyimpan sebanyak kebutuhan rencana mereka dimasa depan. Kata “pembayaran mudah” telah menghancurkan banyak perkawinan. Betapa lebih masuk akal mendapat pendapatan melalui uang yang kita simpan untuk kebutuhan. Dan sudah saatnya anak kita belajar hal ini. Dorong mereka untuk menabung. Itu akan memberikan kepuasan pribadi karena menabung untuk membeli sepeda, atau untuk pergi kamp sampai saat itu datang. Dan pendidikan lebih bernilai kalau mereka membayar sebagian dari biaya yang telah mereka tabung?

3. Ajar mereka untuk mengeluarkan sisanya dengan bijak dan menghargai. Untuk menghargai mungkin tidak terlalu sulit. Mereka biasanya berterima kasih pada Tuhan karena mendapat uang untuk bisa mereka belanjakan. Tapi hikmat lebih sulit. Itu meliputi mensortir keinginan dan kebutuhan. Itu uang mereka, dan mereka bisa mengeluarkan untuk kesenangan pribadi jika mereka mau. Tapi jika mereka mengeluarkan semuanya dihari pertama, mereka tidak bisa melakukan apa-apa terhadap kebutuhan mereka minggu itu. Itu tidak apa-apa. Biar mereka merasakan akibat tindakan mereka. Pengalaman merupakan guru yang baik. Lebih baik merasakannya dengan sen daripada perahu dan rumah yang menghabiskan ribuan dollar.

Hikmat juga berkaitan dengan membeli dengan harga terbaik. Ajar mereka bagaimana berbelanja dengan harga terbaik. Bawa mereka ketoko dan tunjukan bagaimana cara membandingkan. Hikmat juga berarti menghindari pemborosan. Saya ingin pergi makan malam dirumah bisnismen Kristen yang kaya. Sebelum kita duduk makan steak yang baru kita baker, dia mengambil penjepit dan menuangkan bara kedalam air sehingga dia bisa menggunakannya kembali. Saya mulai menyadari kenapa Tuhan mempercayakan dia begitu banyak uang. Saya juga mengetahui dia memberi bagian yang baik kembali kegereja, dan sekarang jelas kalau dia pasti tidak akan memboroskannya juga.

Melihat anak anda memiliki sejumlah uang dan mengajar mereka bagaimana menggunakannya akan mematahkan 2 kegagalan yang menghancurkan. Pertama penghinaan karena harus meminta setiap sen yang mereka butuhkan, dan itu menghancurkan harga diri mereka. Kedua, mungkin lebih buruk, memanjakan mereka dengan memberi semua yang mereka butuhkan. Seseorang menyindir, “uang bukan segalanya dalam hidup, tapi itu pasti membuat anda tetap berhubungan dengan anak anda.” Orangtua yang mencoba menjaga hubungan dengan anak mereka dengan memberikan materi umumnya menderita sakit hati melihat anak yang tidak berterima kasih, karena hal yang didapat dengan mudah tidak terlalu dihargai. Orangtua seperti itu sering menghasilkan suami yang membeli apapun untuk menyenangkan keluarga, atau istri yang menghancurkan keuangan suami mereka karena uang. Ijinkan anak anda menginginkan sesuatu, menunggu dan merencanakan untuk mendapatkanya, kemudian bekerja dan menabung untuk itu. Saat dia mendapatkannya, dia lebih cenderung berterima kasih pada Tuhan untuk itu, menghargainya tinggi, dan menggunakannya dengan bijak. Anda akan sangat menolong dia.

Merencanakan Pekerjaan Hidup Mereka

Judul itu mungkin bisa menyesatkan, karena bukan pada tempatnya kita memilihkan pekerjaan anak kita. Sebagian orangtua mencobanya. Mereka sudah memilih pekerjaan anak mereka, mengikuti jejak mereka atau masuk kebisnis keluarga. Orangtua lain berasumsi anak mereka masuk college untuk bersiap bagi pekerjaan yang prestige. Tapi yang lain terancam oleh pendidikan tinggi sehingga mendorong anak mereka untuk memilih dagang dan mulai kerja. Tapi kita tidak berhak mengatakan pekerjaan mana yang Tuhan ingin dia kerjakan untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Keputusan itu antara mereka dan Tuhan. Tanggung jawab kita adalah membimbing mereka untuk berkomitmen total pada Yesus Kristus, kemudian mendorong mereka mencari kehendakNya dalam keputusan penting ini.

Sejak awal anak kita harus yakin bahwa Tuhan memiliki rencana bagi hidup mereka, dan hidup yang baik ditemukan dengan mengikuti rencana itu. Karena berbagai sebab banyak anak kecil memandang jalan Tuhan adalah yang paling menyedihkan, paling sulit, dan paling kurang dihargai. Jadi mereka memutuskan untuk menjalani jalan mereka dan melakukan kehendak mereka sendiri. Tapi kita bisa menunjukan Firman pad amereka, mendorong melalui penggambaran hidup sekitar kita, membiarkan mereka melakukan kehendak sendiri merupakan jalan yang ujungnya maut. “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut” (Prov. 14:12, TLB). Melakukan kehendak Tuhan, sebaliknya membawa sukacita dan berkat (cf. Yakobus 1:25). Disatu titik dalam hidup muda mereka, mereka butuh menyerahkan diri pada Kristus dan berkata, “aku ingin mengikuti rencanaMu dalam hidupku.” Teladan penyerahan diri kita kepada kehendak Tuhan, dan nasihat yang kita tawarkan, sangat berpengaruh dalam membawa mereka menyerahkan diri padaNyaAt some point in their young lives they will need to yield themselves to Christ and say, “I want to follow.

Sekali keputusan dibuat, tugan merencanakan pekerjaan hidup mereka sangat diringankan. Sekarang tinggal membimbing mereka menemukan dan melakukan kehendak Tuhan. Apapun yang mereka pilih, itu karena Tuhan memanggil mereka dan karena itu tempat paling strategi bagi mereka untuk menggunakan kemampuan yang diberikan Tuhan untuk kemuliaanNya. Dengan pengertian itu, ada beberapa prinsip yang bisa membimbing anda.

1. Dengan berdoa lihat ketertarikan dan kekuatan mereka, kemudian usulkan cara menggunakannya dalam pekerjaan. Singkatnya, ada seorang anak laki-laki yang sangat tertarik dengan pesawat terbang dan kemampuan yang tidak biasa terhadap mekanik. Usulkan seperti ini, “kamu bisa menjadi pilot misi yang hebat suatu hari nanti.” Tuhan mungkin menggunakan benih pemikiran itu untuk menyediakan arah ditahun mendatang. Hidup tidak menarik saat kita tidak melakukan apa yang ingin kita lakukan atau apa yang cocok kita lakukan. Tuhan ingin talenta kita digunakan dan kebutuhan terdalam kita terpenuhi.

2. Kenalkan mereka pada orang Kristen yang luar biasa yang menyerahkan hidupnya seluruhnya pada Kristus. Baik mereka bisnismen, atau misionaris, atlit atau pengkhotbah besar, mereka akan memberi dampak mendasar bagi anak anda. Kehadiran mereka dalam rumah anda dan disekitar meja anda bisa menantang anak anda memberikan hidup mereka pada Kristus.

3. Selalu Memberi tempat pada Pelayanan penuh waktu sebagai pilihan hidup anak anda. Walau Tuhan membutuhkan orang Kristen yang berkomitmen dalam setiap saat hidupnya, tapi kebutuhan akan pastor, misionaris, dan pendidik Kristen sangat mengejutkan. Jelas Tuhan tidak menghendaki setiap orang Kristen masuk keprofesi ini. Dan mereka tidak lebih tinggi dari orang yang dikantor atau ditoko, jika itu jadi pilihannya. Tapi kekurangan pekerja Kristen menunjukan orang-orang tidak mendengar panggilan Tuhan bagi pekerjaan pelayanan Kristen. Mungkin orangtua tidak bicara tentang kebutuhan ini juga menekankan pentingnya hal ini.

4. Dorong anak anda mengunjungi sekolah Kristen yang baik setidaknya satu tahun. Apapun pekerjaan yang mereka percaya kehendak Tuhan, pendidikan Alkitab mereka, hubungan mereka dengan pemimpin Kristen, dan kesempatan pelayanan Kristen akan membuat mereka lebih efektif menjadi saksi Yesus Kristus selama hidup mereka.

Mempersiapkan Mereka untuk Perkawinan

Penulis lagu mengatakan bahwa kasih dan perkawinan seperti kuda dan gerbong. Tapi mengutip lagu lama, “Itu tidak selamanya begitu!” Sebagian pasangan berperang. Orangtua mereka tidak pernah mempersiapkan mereka untuk hal paling intim dan hubungan terpenting dalam hidup. Mereka mungkin memberikan formula kegagalan melalui teladan yang salah. Jika kita ingin mengajar burung kecil kita untuk terbang, kita butuh menangkap beberapa prinsip dasar untuk membimbing kita mendidik mereka bagi pernikahan.

1. Terbuka dan informal tentang seks sejak awal. Semua prilaku tentang seks tidak terpisahkan dari pernikahan yang bahagia, dan kita memasukan prilaku itu sejak popok mereka mulai dipasang. Tuhan mendisain seks sebagai bagian penting dari hidup, dan biaya mengabaikannya sangat tinggi –ketakutan, malu, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit dan perceraian.

Dimulai dengan menyebut bagian tubuh dan fungsinya dengan namanya yang sebenarnya. Menyembunyikannya dengan istilah dari generasi ke generasi menunjukan bahwa mereka malu atau kotor. Dan saat pertanyaan tentang seks mulai datang, jangan menyambutnya dengan kaget atau diam. Tidak ada gunanya kuliah berjam-jam tentang alat reproduksi saat sikecil umur 3 tahun bertanya darimana bayi datang. Tapi tidak ada alasan orangtua Kristen mengabaikan hal ini. Katakan kalau Tuhan membuat bayi bertumbuh ditempat yang khusus didalam ibunya. Jika dia cukup ingin tahu dan bertanya bagaimana bayi bisa ada disana, katakan ayah menaruh benih disana dengan kasih. Alkitab menjijikan hal ini. Kenapa kita harus begitu?

Tempat kita terbatas, tapi mengunjungi toko buku akan menemukan buku yang menolong anda mengajar anak anda tentang seks, itu akan membuka banyak materi yang baik disetiap tingkat perkembangan, sampai perkawinan.

2. Ajar mereka peran seks mereka dalam hidup. Pria tidak lebih tinggi dari wanita seperti sebagian orang ajarkan tapi fungsi mereka berbeda. Tuhan membuat anak jenis seks yang dia ingin mereka mengerjakan pekerjaan unik yang diberikanNya untuk dicapai dalam hidup. Tekankan kepuasan akan peran yang diberikan pada mereka. Kemudian jelaskan pada mereka perubahan tubuh saat puber dan bagaimana perubahan itu cocok dengan rencana Tuhan bagi mereka saat mereka kawin.

Ibu perlu mengajar anak perempuan mereka bagaimana menjadi istri yang baik dan penjaga rumah, bagaimana menunjukan kepada suami mereka hormat, dan bagaimana memenuhi rumah mereka terasa bahagia (Eph. 5:22-24, 33; Prov. 31:10-31). Ayah perlu mengajar anak laki-laki mereka menjadi suami yang baik, bagaimana memenuhi kebutuhan istri dan melakukannya dengan baik dan tidak egois (Eph. 5:25-32). Guru terbaik adalah teladan yang baik. Ibu dan bapak yang terus bertengkar atau saling meneriaki sulit memelihara pasangan pernikahan yang baik.

3. Tunjukan pada mereka bagaimana memilih pasangan yang sesuai dengan pilihan Tuhan. Walau Tuhan memanggil sebagian orang tidak menikah untuk pelayanan khusus, pola normal adalah menikah (Gen. 2:18). Penting bagi anak kita mengetahui bahwa jika Tuhan ingin mereka untuk menikah, dia telah memiliki pasangan yang baik. Menemukan pasangan itu akan menghasilkan sukacita besar. Tapi bagaimana mereka melakukannya? Mereka akan mulai melalui persiapan diri bagi pasanga mereka, terutama membangun karakter Kristus dan perhatian pada orang lain. Kemudian mereka akan pergi dengan orang Kristen yang mereka kenal. Jika mereka jadi tetap dan membatasi diri pada seseorang terlalu cepat, mereka tidak bisa menemukan pilihan pertama Tuhan. Dan jika mereka mengencani orang tidak percaya, mereka memberi diri pada bahaya keterlibatan emosi yang pada akhirnya tidak memuliakan Tuhan.

Saat mereka kencan, mereka harus menjaga standar Alkitab dan berlaku dengan kemurnian. Dorongan seks merupakan salah satu dorongan terkuat dalam hidup, dan itu meningkat pesat sebelum anak kita siap menanggung tanggung jawab pernikahan. Saat mereka terlibat secara fisik sehingga terbawa kedalam pernikahan yang premature atau dengan orang yang salah, betapa besar penderitaannya. Jadi mereka harus merencanakan kencan mereka untuk menghindari situasi demikian. Dan mereka harus berjanji dengan Tuhan kalau mereka tidak saling memegang tubuh, atau hal lain yang membawa mereka kedalam dosa. Para ibu harus menjelaskan pada anak perempuan mereka bagaimana prilaku berpakaian dan akibat yang ditimbulkan pada lawan jenis. Para ayah harus mengajar anak laki-laki mereka untuk menghormati harga diri mereka dan peka pada perasaan gadis yang mereka kencani.

Lebih jauh, saat mereka kencan, mereka menjelajahi kepribadian masing-masing. Merayu bukan alat mendapat pasangan dengan menutupi kesalahan kita. Sudah waktunya bicara tentang apa yang disetujui dan tidak, untuk bergumul bersama tentang kesulitan dan bekerja sama mempraktekan prinsip Firman Tuhan. Pasangan yang dipilih Tuhan tidak akan membenarkan masalah, tapi menghadapinya dan berusaha menyelesaikannya sesuai Alkitab. Waktu orang yang benar muncul akan ada rasa kesatuan jiwa dan rohani dan ikatan mendalam mendedikasikan pada Kristus. Dan saat saat penting tiba, burung kecil kita sudah siap terbang. Betapa bahagia hari itu saat mereka memberikan diri mereka pada pasangan pilihan Tuhan dan mulai membangun fondasi generasi Tuhan berikutnya. Kehilangan yang kita rasakan terpuaskan melalui ucapan syukur kita pada Tuhan untuk kebaikan dan anugrahNya dalam memberikan keberhasilan pada kita sampai ditahap ini.

4. Saat mereka meninggalkan sarang, setujui beberapa aturan dasar. Sebagian situasi tegang bisa muncul antara orangtua dan anak mereka yang sudah menikah karena hal seperti ini tidak pernah dibicarakan. Seperti, walau anda selalu ada bagi mereka ketika mereka butuh, mereka pada dasarnya sendiri. Anda dengan senang hati menawarkan bantuan tentang bagaimana menyeimbangkan budget mereka, bagaimana membuat kue, bagaimana Sam bisa mengatasi mood istrinya, dan masalah seperti itu. Tapi pilihan untuk menangis pada mama dan papa karena hal kecil tidak terbuka bagi mereka.

Hal yang lainnya, sebagai kakek anda anak menikmati menjaga bayi, tapi anda terperangkap disitu. Anda punya kehidupan anda sendiri, dan hidup anda tidak berkisar disekitar sikecil, sepenting apapun dia dimata anda. Anda harus cukup jauh untuk membuat rencana yang diperlukan, dan anda memiliki hak berkata “tidak” tanpa penjelasan lebih lanjut jika anda ingin.

Akhirnya, ada saatnya anda menikmati melakukan hal untuk mereka dan memberikan hal pada mereka. Tapi anda mengajar mereka bagaimana bekerja dan bagaimana mengatur uang mereka. Anda tidak mengijinkan mereka menggunakan anda, atau membebaskan mereka dari perangkap keuangan. Anda begitu mengasihi mereka dan berdoa dengan setia, tapi mereka tidak lagi dibawah otoritas anda. Anda harus menghormati aturan ilahi dan tidak turut campur dalam hidup mereka (Gen. 2:24; Matt. 19:5). Mereka harus menghormati itu dan tidak mengijinkan diri mereka tetap bergantung pada anda lagi. Mereka harus belajar bertumbuh bersama dalam anugrah Tuhan. Dan sukacita Tuhan akan menjadi milik anda dan mereka.

Biblical Topics: 
Taxonomy upgrade extras: