Peran Ibu di Era Digital

Jumat, 15 Desember 2017 | 10:03 WIB
DA
FB
Penulis: Dina Fitri Anisa | Editor: FMB
Di era digital saat ini, gawai atau yang lebih dikenal dengan sebutan gadget bukan lagi menjadi barang yang hanya digunakan oleh orang dewasa saja
Di era digital saat ini, gawai atau yang lebih dikenal dengan sebutan gadget bukan lagi menjadi barang yang hanya digunakan oleh orang dewasa saja

Jakarta - Bagi keluarga modern, gadget yang didukung internet tidak dapat dilepaskan dari keseharian untuk bantu meringankan segala kebutuhan hidup, seperti memudahkan komunikasi atau pencarian informasi. Penelitian menemukan bahwa 79 persen ibu di Indonesia menjadikan internet sebagai media pencarian informasi yang utama dibandingkan media lainnya (Asia Digital Survey Moms 2015). Dengan demikian, tak hanya ibu, anak-anak pun dapat dengan mudah mengakses informasi dan hiburan secara luas dan berkomunikasi dengan dunia luar, tanpa batasan.

Dalam hal ini, tentu peran orangtua sangatlah penting untuk mengawasi dan memberikan edukasi kepada anak-anak mereka. Menurut salah satu penggagas Sosial Media Festival, Shafiq Pontoh, era digital harus disambut dengan suka cita. Namun, dilema digital saat ini yang marak akan konten negatif, membuat sebagian orangtua merasa cemas. Oleh karenanya, tidak hanya pengawasan yang diperlukan, tetapi juga edukasi.

"Sebenarnya yang harus dilakukan orangtua adalah, edukasi tentang bagaimana melihat digitalisasi untuk informasi yang bermanfaat bagi sang anak. Misalnya ketika anak senang dengan Star Wars, di sanalah peran orangtua bisa mengenalkan kepada anak, bahwa di luar angkasa terdapat banyak planet dan gugusan bintang lainnya. Jadi manfaatkan teknologi menjadi tools yang bermanfaat," ungkapnya saat dihubungi SP, Kamis (14/12).

Karena ketika anak-anak sudah menyukai sesuatu, mereka akan terus mencari dan menggali segala informasi yang terkait dengan hal tersebut, ketimbang terhasut isu SARA, pornografi, dan lain-lain.

Ia kembali menambahkan bahwa, sesungguhnya peran orangtua tidaklah cukup untuk membendung permasalahan ini. Tetapi diperlukannya sekelompok orangtua murid, atau keluarga besar. "Agar bisa saling menjaga, mengawasi, dan berbagi. Sehingga mereka bisa saling menjaga anak-anaknya di era digital saat ini," tuturnya.

Perkembangan teknologi informasi dan digital yang pesat harus diantisipasi agar tidak berdampak buruk terhadap generasi muda, terutama kalangan anak-anak dan remaja. Dalam hal ini, peran ibu sangat penting dalam memberikan pemahaman dan mencegah masuknya konten-konten negatif di perangkat elektronik anak-anak dan remaja.

Menurut salah satu aktris Indonesia, Marcella Zalianty mengatakan bahwa literasi digital sangatlah penting dilakukan oleh para orangtua. Terutama, hal ini menjadi peran utama sang ibu untuk mengawasi anak-anaknya di rumah yang bisa memberikan pemahaman untuk berkreasi, dan hasilkan konten positif. Ia selalu mengatakan kepada anak-anaknya, saring before sharing, think positive before post.

"Sebagai kaum ibu, kita juga harus paham di era digital saat ini. Sebagai perempuan, kita bukan perempuan tertinggal! Bukan juga perempuan yang hanya mengadalkan atau ketergantungan pada pria. Tapi jadilah perempuan yang memiliki wawasan luas dengan ilmu pengetahuan dan kecerdasan sebagai landasan dalam berucap, aktivitas dan kreasi kita khususnya pada dunia digital," jelasnya.

Sebagai penggerak literasi digital anak-anak, ketua umum Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi 56) ini mengatakan banyak ditemukan masalah-masalah yang mengkhawatirkan. Seperti pornografi, ujaran kebencian, cyber bulliying, dan lain-lain. Itu pun dilakukan oleh anak-anak yang masih di bawah umur. Ketika literasi digital menjadi nomor dua, muncullah penetrasi internet di Indonesia yang saat ini mencapai 50 persen atau 112 juta pengguna aktif di 2017, dan diproyeksikan akan terus meningkat sampai 141 juta hingga akhir tahun 2021.

"Pertumbuhan pengguna yang masif ini membuka ruang yang lebih luas untuk meningkatnya radikalisme digital. Maka saya bersama Parfi56, perwakilan Universitas Gajah Mada (UGM), komunitas digital, dan para kreator, mengusung gerakan nasional literasi digital yang tergabung dalam gerakan @siberkreasi," ungkapnya.

Selain itu, Founder Komunitas Ibu Profesional, Septi Peni Wulandani mengatakan bahwa, literasi digital menjadi hal yang wajib dipahami anak-anak di era sekarang ini. Karena literasi digital bagi anak milenial bukan lagi urusan melek digital, melainkan melatih struktur berpikir anak untuk tidak mudah percaya atau sceptical thinking di era banjirnya informasi ini. Juga untuk melatih adab memasuki dunia digital, dan senantiasa mengasah ketrampilan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skills lewat segala hal di era digital

"Peran ibu dalam menghadapi pesatnya perkembangan era digital adalah jangan panik, tetap tenang, kemudian belajar memahami eranya anak-anak dengan mempelajari hal-hal kecil yg berkaitan dengan digital, setelah itu sering mengajak anak diskusi mulai dari hal-hal kecil. Contoh ketika anak suka game online, maka ibu jangan cepat-cepat melarang, pelajari dulu game online itu seperti apa. Diskusi bersama anak dengan bahasa mereka. Setelah itu berikan alternatif konten yang jauh lebih baik dan lebih asyik," tuturnya.

Namun, ketika orangtua tidak bisa mengontrol emosinya dalam menghadapi persoalan ini, maka akan terjadi gap generation. Di mana, perbedaan generasi yang membuat orangtua berjarak dengan anak dari sisi teknologi, kebiasaan, keterbukaan, dan kreativitas. Maka mencuatlah perkataan orangtua yang cukup risih didengar anak-anak, yaitu generasi instan dan "kids jaman now" bermental tempe. Sesungguhnya, kondisi ini perlu dipahami supaya komunikasi dengan anak berjalan lancar.

"Di era digital ini untuk menghadapi gap generation, kita harus mengubah gaya komunikasi kita kepada anak-anak. Kalau dulu modelnya adalah 'I know, you don't know, I teach you'. Di era yang serba informatif maka kondisinya sudah berubah, 'I know, you know, let's discuss'. Di era digital ini, 'You know better, let me hear'. Kita mesti lebih banyak mendengarkan suara anak, karena mereka lebih banyak tahu dibandingkan kita," tambahnya.

Ya, jangan pernah merasa lebih pintar adalah jalan keluarnya. Sebagai orangtua, janganlah pernah menutup mata dan telinga, tapi bukalah lebar untuk melihat dunia sang anak. Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh penyanyi jazz Indonesia, Chikita Rosemarie.

"Gap generation hanya akan dapat dicegah dan ditanggulangi apabila orangtua tidak berhenti belajar. Kesalahan kita sebagai orangtua adalah ketika kita berpikir bahwa kita merupakan "sumber pengetahuan" dan sudah tidak perlu lagi mencari pengetahuan baru. Padahal, perubahan sosial itu tetap berjalan, dan hal-hal baru yang harus kita pelajari selalu ada," katanya.

Ia menambahkan bahwa, "Belajar, belajar, dan belajar. Be smarter than technology. And always aware that technology were invented by humans and for humans, jadi kita selalu sadar bahwa kitalah yang mengontrol teknologi dan bukan sebaliknya".

Bukan Segalanya
Di lain sisi, nyatanya digital tidak bisa memberikan segalanya. Terutama dalah hal mengasuh anak. Seperti presenter Ayu Dewi yang mengaku memiliki pola asuh yang berbeda dengan suaminya. Di satu sisi, sang suami (Regi Datau) menjadikan Google dan internet menjadi tuntunan pola asuh, dan Ayu menjadi seorang ibu yang lebih konvensional.

Menurutnya, pola asuh yang ia dapat dari ibu, lebih memberikan dampak yang kuat. Ketegasan dapat membuat sang anak lebih bertanggung jawab, mandiri, menumbuhkan perhatian, serta toleransi.

"Kalau bapaknya (Regi) tipe orangtua yang apa-apa lihat Google. Kalau aku lebih by nature. Sama seperti ibuku didik aku dulu. Dari kecil sampai aku SMP, itu tegas. Saat SMP, aku dan ibu aku berevolusi jadi sahabat. Inilah pola asuh saya," ungkapnya.

Selain Ayu, personel The Groove, Rieka Roeslan juga mengatakan hal demikian. Dari sisi anak, dirinya cukup prihatin dengan komunikasi antar orangtua dan anak yang sangat memprihatinkan saat ini. Hadirnya teknologi digital memang penting, namun hal yang lebih penting adalah quality time bersama orangtua. Di sanalah cinta kasih akan tersalurkan.

"Sesibuk-sibuknya saya, saya akan menghubungi ibu saya sesering mungkin. Bila ada kesempatan, saya pastikan untuk mengunjunginya di Sukabumi. Ketika ketemu dengan ibu, tutuplah semua gadget kamu. Dengarkan semua apa yang ibu bicarakan, karena itulah sumber kehidupan kita. Peluk selagi bisa, karena kita tidak tahu kapan bisa memeluknya lagi," pesannya untuk generasi saat ini.



Simak berita dan artikel lainnya di Google News

Bagikan

BERITA LAINNYA

Loading..
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon