Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Candi Plaosan Simpan Kisah Cinta Beda Agama dari Abad ke-9

image-gnews
Wisatawan mengabadikan pemandangan matahari terbit saat mengunjungi kawasan komplek Candi Plaosan, Klaten, Jawa Tengah, 1 Januari 2017. Wisatawan menikmati pemandangan matahari terbit untuk pertama kalinya di tahun 2017 dengan suasana khas pedesaan. TEMPO/Pius Erlangga
Wisatawan mengabadikan pemandangan matahari terbit saat mengunjungi kawasan komplek Candi Plaosan, Klaten, Jawa Tengah, 1 Januari 2017. Wisatawan menikmati pemandangan matahari terbit untuk pertama kalinya di tahun 2017 dengan suasana khas pedesaan. TEMPO/Pius Erlangga
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Candi Plaosan berada di Jawa Tengah, tepatnya di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Candi Plaosan dibangun pada masa Kerajaan Mataram tepatnya sekitar abad ke-9 Masehi. Kala itu, Kerajaan Mataram sedang berada di bawah pimpinan Rakai Panangkaran. 

Merujuk undip.ac.id, di balik candi Hindu-Buddha ini, Candi Plaosan menyimpan kisah cinta beda agama. Saat itu, di Jawa Tengah terdapat dua dinasti besar, yaitu Dinasti Syailendra dan Dinasti Sanjaya. Kedua dinasti tersebut mempunyai latar belakang agama berbeda. Dinasti Syailendra memeluk agama Buddha, sedangkan Dinasti Sanjaya, kecuali Rakai Panangkaran memeluk agama Hindu.

Lalu, berdasarkan Prasasti Plaosan Lor, kedua dinasti tersebut bersatu ketika masa pemerintahan Dinasti Syailendra berada di bawah pimpinan Rakai Pikatan. Persatuan tersebut dilakukan melalui pernikahan antara kedua dinasti secara politik.

Merangkum tulisan berjudul Toleransi Beragama pada Masa Mataram Kuna, pernikahan tersebut dilakukan oleh Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya (pemeluk agama Hindu) dengan Pramodhawardani atau Sri Kahulunan dari Dinasti Syailendra (pemeluk agama Buddha). Kedua nama mereka terukir dalam prasasti pendek dari Candi Plaosan Lor yang semakin memperkuat indikasi pernikahan beda agama tersebut. Selain itu, kalimat dalam prasasti Candi Plaosan Lor selalu diawali dengan kata anumoda yang berarti pemberian suci dan juga prasasti pendek lainnya terukir nama Pikatan. Pernikahan tersebut juga menjadi awal bersatunya Dinasti Syailendra dan Dinasti Sanjaya di Jawa Tengah.

Pramodhawardani adalah putri dari Raja Samarattungga yang memilih Rakai Pikatan untuk mendampingi hidupnya sampai akhir hayatnya. Namun, kisah asmara mereka menuai pertentangan dari masing-masing pihak keluarga yang menganut agama berbeda. Keduanya memang ingin menjalin hubungan serius yang membuat Rakai Pikatan membangun Candi Plaosan. Candi ini terdiri dari dua bangunan, yaitu Plaosan Lor dan Plaosan Kidul sebagai simbolisasi kisah asmaranya. 

Menurut Karmawibangga: Historical Studies Journal, Candi Plaosan ditemukan dalam keadaan runtuh dan rusak yang kemungkinan dampak dari bencana alam pada masa lalu. Beberapa sumber menyebutkan bahwa pada abad ke-10, Gunung Merapi, gempa bumi, dan bencana alam lainnya beberapa kali terjadi sehingga memberikan dampak kerusakan pada wilayah sekitarnya. Peristiwa ini dapat ketika terjadi gempa bumi 2006 di Yogyakarta.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lalu, setelah terjadi gempa bumi tersebut, para arkeologi melakukan pemugaran pada Candi Plaosan. Proses pemugaran dilakukan sesuai etika pemugaran yang mempertahankan keaslian bahan, letak, bentuk, teknologi, dan gaya.  

Arsitektur Candi Plaosan memadukan dua agama berbeda yang berawal dari kisah cinta beda agama. Arsitektur khas agama Hindu dapat dilihat dari candi perwara yang berbentuk ratha. Sementara itu, arsitektur agama Buddha dapat dilihat dari atap candi yang berbentuk stupa.

Selain dari kisahnya, Candi Plaosan merupakan perpaduan tepat antara kebudayaan Hindu dan Buddha yang terlihat dari bentuk dan struktur bangunan candi. Sebab, candi dengan bangunan yang menjulang tinggi merupakan ciri dari candi peninggalan agama Hindu, sedangkan dasar candi berstruktur lebar menunjukkan bangunan peninggalan agama Buddha. Kedua ciri tersebut dimiliki oleh Candi Plaosan.

Pilihan Editor: Menjelang Waisak Mengenal Candi Buddha di Jawa Tengah dari Candi Borobudur hingga Candi Plaosan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Thudong, Ritual Jalan Kaki Para Biksu Menuju Candi Borobudur Jelang Waisak

18 jam lalu

Biksu Thudong Memulai Perjalanan ke Candi Borobudur-40 biksu thudong melintasi Bukit Kassapa saat memulai perjalanan dari Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti, Semarang, Kamis 16 Mei 2024. Ritual thudong ini dilakukan menjelang perayaan Tri Suci Waisak 2568 BE dengan jalan kaki menyinggahi beberapa vihara di sepanjang perjalanan menuju Candi Borobudur. TEMPO/Budi Purwanto
Mengenal Thudong, Ritual Jalan Kaki Para Biksu Menuju Candi Borobudur Jelang Waisak

Puluhan biksu melakulan ritual thudong berjalan kaki dari Semarang ke Borobudur untuk merayakan Waisak.


Polisi Bekuk 2 Tersangka Penusukan saat Duel Maut Antarsesama Manusia Silver di Prambanan Klaten

3 hari lalu

Jajaran Kepolisian Resor Klaten berhasil membekuk 2 tersangka penusukan dalam duel maut yang terjadi di wilayah Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Foto diambil di Mapolres Klaten, Selasa, 14 Mei 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Polisi Bekuk 2 Tersangka Penusukan saat Duel Maut Antarsesama Manusia Silver di Prambanan Klaten

Polres Klaten berhasil membekuk terduga pelaku penusukan dalam duel maut antarsesama pengamen manusia silver di Banyuwangi.


Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

6 hari lalu

Komplek Situs Candi Muarojambi. TEMPO/Zulkarnain
Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi.


Mengenal Sistem dan prosesi Pernikahan Adat Bali atau Pawiwahan

8 hari lalu

Ilustrasi pawiwahan atau pernikahan adat Bali. Shutterstock
Mengenal Sistem dan prosesi Pernikahan Adat Bali atau Pawiwahan

Dalam pernikahan adat Bali disebut pawiwahan yang dalam pelaksanaannya terdiri dari berbagai bentuk prosesi penuh makna.


Duel Maut Antarsesama Manusia Silver di Prambanan Klaten Tewaskan 2 Orang, Pelaku Masih Diburu

8 hari lalu

Seorang remaja dengan tubuh penuh cat silver mengamen di jalan kawasan Margahayu, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 15 Februari 2021. Manusia silver kini menjadi salah satu cara mengamen yang populer di kota-kota besar. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Duel Maut Antarsesama Manusia Silver di Prambanan Klaten Tewaskan 2 Orang, Pelaku Masih Diburu

Duel maut terjadi di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Selasa petang, yang telah mengakibatkan dua orang meregang nyawa. Identitasnya belum diketahui.


Perayaan Waisak di Candi Borobudur Diprediksi Dihadiri 50.000 Pengunjung

9 hari lalu

Bhikhu berdoa bersama saat perayaan hari raya Magha Puja 2024 di pelataran Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu 8 Maret 2024. Hari raya Magha Puja diperingati setiap bulan purnama di bulan ketiga kalender Buddha untuk mengenang Sang Buddha saat membabarkan Dharma pentingnya umat menghindari perbuatan jahat, menambah kebajikan, kesucian hati dan pikiran. ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Perayaan Waisak di Candi Borobudur Diprediksi Dihadiri 50.000 Pengunjung

Perayaan Waisak di Candi Borobudur bukan sekadar wisata, melainkan mengutamakan kesakralan ibadah.


Delegasi World Water Forum Akan Ditunjukkan Ritual Cara Bali Memuliakan Air

15 hari lalu

Wisatawan mancanegara melakukan ritual melukat atau pembersihan diri di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar, Bali, Rabu, 24 April 2024. Ritual tersebut direncanakan masuk dalam agenda World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali yang akan diselenggarakan pada 18-25 Mei 2024 mendatang. ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Delegasi World Water Forum Akan Ditunjukkan Ritual Cara Bali Memuliakan Air

Pemerintah Provinsi Bali akan mengenalkan kearifan lokal Segara Kerthi dan Tumpek Uye kepada delegasi World Water Forum ke-10


Waka BIN Apresiasi Generasi Muda Hindu dalam Acara Dharma Santi Nasional

22 hari lalu

Wakil Ketua Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen TNI I Nyoman Cantiasa turut hadir dalam acara Dharma Santi Nasional di di Balai Komando Kopasus, Cijantung, Jakarta, Kamis, 25 April 2024. Foto: Istimewa
Waka BIN Apresiasi Generasi Muda Hindu dalam Acara Dharma Santi Nasional

Wakil Ketua Badan Itelijen Negara (BIN) I Nyoman Cantiasa mengapresiasi acara puncak Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi Saka 1946.


Bhutan Hapus Syarat Asuransi Perjalanan yang Diwajibkan saat Pandemi

22 hari lalu

Paro Taktsang atau Tiger's Nest di Bhutan (Pixabay)
Bhutan Hapus Syarat Asuransi Perjalanan yang Diwajibkan saat Pandemi

Penghapusan syarat asuransi ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah pengunjung untuk menjelajahi budaya, bentang alam, dan warisan unik Bhutan.


Jadwal dan Harga Tiket Dieng Culture Festival 2024

22 hari lalu

Prosesi pemotongan rambut anak gimbal di Dieng Culture Festival 2018 yang bertempat di pelataram kompleks Candi Arjuna, Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu, 5 Agustus 2018. Tempo/Francisca Christy Rosana
Jadwal dan Harga Tiket Dieng Culture Festival 2024

Dieng Culture Festival 2024, yang bertajuk "The Journey," akan kembali menyapa penggemar budaya dan seni pada Agustus mendatang.