sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Cara NasDem bertahan saat tenggelam di lingkaran Jokowi

Caleg artis menjadi pegangan NasDem agar dapat menembus ambang batas parlemen.

Robi Ardianto Gema Trisna Yudha
Robi Ardianto | Gema Trisna Yudha Jumat, 20 Jul 2018 16:50 WIB
Cara NasDem bertahan saat tenggelam di lingkaran Jokowi

Elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) yang tinggi membuat sejumlah partai politik (parpol) bergabung dalam barisan pendukungnya. Salah satu yang diharapkan, parpol-parpol ini mendapat Jokowi effect dengan peningkatan elektabilitas.

Namun nyatanya, tak semua partai pendukung Jokowi mendapatkan manfaat ini. Hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dilakukan pada 19 April hingga 5 Mei 2018 membuktikan hal ini.

Dalam hasil survei yang dirilis pada Kamis (19/7), terungkap NasDem sebagai salah satu partai pendukung kuat Jokowi, tak mendapat efek yang diharapkan. LIPI bahkan memprediksi NasDem gagal melenggang ke Senayan, karena tak dapat mencapai ambang batas parlemen atau parlementary threshold. Dalam survei yang melibatkan 2.100 responden, elektabilitas NasDem berada di angka 2,1%. Lebih parah adalah Hanura dengan elektabilitas hanya 1,2%.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menyebut hasil survei ini menjadi bukti kegagalan NasDem meraih Jokowi effect. Padahal NasDem cukup gencar mengidentikkan partai dengan Jokowi, seperti tagline "Jokowi Presidenku, NasDem Partaiku" yang digunakan di beragam iklan Partai NasDem.

Apa yang terjadi pada NasDem, berbanding terbalik dengan PDI Perjuangan yang menikmati potongan besar dari kue elektabilitas Jokowi. Hasil survei LIPI bahkan menyebut PDI Perjuangan menjadi partai dengan elektabilitas tertinggi dengan perolehan 24,1%.

"PDI Perjuangan selaras dengan Joko Widodo yang sama-sama memperjuangkan aspirasi rakyat kecil. Jokowi juga sering blusukan mendekati wong cilik, sedangkan Nasdem masih terlihat elitis dan tidak identik dengan Jokowi," kata Ujang dikutip Antara, Jumat (20/7).

Caleg artis

Perekrutan sosok artis yang dilakukan NasDem untuk maju menjadi calon legislatif (Caleg) pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2019, dinilai Ujang, menjadi strategi NasDem untuk meningkatkan elektabilitas. NasDem bahkan berani 'membajak' artis yang merupakan kader partai lain untuk maju di Pileg 2019 bersama mereka.

Sponsored

NasDem menjadi partai paling agresif dalam 'menggaet' artis untuk menjadi ujung tombak dalam mendobrak pintu Senayan. Daftarnya berisi: Krisna Mukti, Syahrul Gunawan, Della Puspita, Nurul Qomar, Diana Sastra, Krisna Mukti, Lucky Hakim, Olla Ramlan, Farhan, Conny Dio, Mandra, Tessa Kaunang, Krisna Mukti, Okky Asokawati, Manohara, Adly Fayruz, Lucky Perdana, Kristina Iswandari, Cut Meyriska, Jonathan Frizzi, Bertrand Antolin, Annisa Bahar, Nafa Urbach, Vicky Shu, dan Adly Fairuz.

Seperti NasDem, partai lain juga mendaftarkan sosok artis untuk mendapat kursi di Parlemen. Namun ketimbang partai lain, barisan artis yang menjadi bakal Caleg di Partai NasDem terhitung paling panjang. 

Ujang mengatakan, strategi ini menjadi cara yang efektif guna menggenjot elektabilitas partai. Artis yang memiliki popularitas tinggi di masyarakat, dianggap menyediakan jalan lempeng menuju Senayan. 

"Hal itu menjadi wajar karena Nasdem harus lolos lagi ke Senayan," ucapnya.

Popularitas vs kapabilitas

Direktur Eksekutif Polcomm Institute, Heri Budianto, menilai fenomena 'migrasi' artis dari dunia hiburan ke panggung politik menjadi indikasi minimnya kader berkualitas yang dimiliki partai. Merekrut artis menjadi cara instan untuk menambah perolehan suara. Popularitas menjadi syarat penting meski kapabilitasnya dipertanyakan.

"Syarat pertama harus populer dulu. Kalau dia tidak dikenal orang memang sulit untuk memilih," katanya kepada Alinea, Jumat (20/7).

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, para artis yang maju dalam Pileg 2019 harus meningkatkan kapabilitasnya. Pemahaman terhadap apa yang harus dilakukannya saat terpilih nanti, menjadi hal penting yang harus dikuasai.

"Jangan sampai mereka tidak bisa mengungkapkan aspirasi dan ide gagasannya," ungkapnya.

Berita Lainnya
×
tekid